Mohon tunggu...
Ali Hasan Siswanto
Ali Hasan Siswanto Mohon Tunggu... -

Pengamat politik dan penikmat Moralogi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pembubaran HTI, antara Keberanian dan Ketakutan

15 Mei 2017   11:38 Diperbarui: 15 Mei 2017   12:16 264
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Isu yang baru-baru banyak diperbincangkan oleh banyak kalangan, baik yang pro maupun kontra adalah pembubarab Hizbut Tahrir Indonesia oleh pemerintah. Langkah pemerintah membubarkan HTI dianggap sebagai langkah berani pemerintah untuk mengurung gerakan yang dianggap "makar" atau ideologi yang berbeda untuk hidup di bumi pertiwi Indonesia, namun disisi lain, beranggapan bahwa pembubaran HTI adalah ekspresi ketakutan pemerintah atas masifnya gerakan Hizbut Tahrir di Indonesia. Entah kita mau beranggapan apa, semua diserahkan pada pembaca untuk melihat dari perspektifnya masing-masing.

Apapun perspektif yang kita gunakan, kita sangay sadar bahwa organisasi keagamaan yang dinilai sebagai gerakan radikal telah berkembang sangat pesat di berbagai bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Gerakan radikal tidak hanya menancapkan pemikiran keagamaan yang puris, tetapi menjadi sebuah aksi yang memuaskan kegemaran dan hobinya yaitu takfiri dan memberangus orang yang dianggap berbeda. Pada taraf ini, pemikiran yang puris dan aksi takfiri dan pemberangusannya menjadi sebab Fadl menyebut mereka sebagai kelompok puritan yang berbahaya bagi umat islam di berbagai belahan dunia manapun. 

Di indonesia kelompok puritan tumbuh subur di era reformasi ini. Seperti MMI, NII, JAT, FPI, HTI dan lainnya. Dari berbagai kelompok radikal tersebut, HTI adalah organisasi yang masif dalam gerakannya, tidak hanya di panggung politik kekuasaan dan sosial masyarakat, tetapi gerakan mereka sudah masuk dalam ranah pendidikan mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Gerakan ini akan pemicu terjadinya konflik horisontal dan mengancam pada kedaulatan NKRI. Berpijak pada realitas perkembangan HTI, sudah saatnya, bangsa indonesia mengikuti negara-negara yang melarang keberadaan HTI di negaranya. 

Terdapat beberapa negara yang melarang keberadaan HT. (1) Malasyia; Pada 17 September 2015 melalui Komite Fatwa Negara Bagian Selangor, Malaysia menyatakan Hizbut Tahrir sebagai kelompok menyimpang. Sehingga siapapun yang terlibat dalam gerakan hizbut tahrir aka. Berhadapan dengan hukum. (2) Yordania, negara ini merupakan tempat lahirnya Hizbut Tahrir, namun negara ini tetap melarang keberadaan Hizbut Tahrir sampai hari ini. (3) syuriah juga sempat melarang Hizbut Tharir selama satu tahun yaitu kisaran 98-99. (4) Turki remi melarang keberadaannya dan siap menahan orang yang terlibat pada gerakan itu. (5) Libya menganggap Hizbut Tahrir sebagai organisasi yang menimbulkan kegelisahan bagi masyarakat. (6) Saudi Arabia, (7) Bangladesh menganggap Hizbut Tahrir sebagai ancaman bagi kedamaiaan masyarakat, (8) Mesir melarang HizbutTahrir setelah terlibat aktif dalam proses kudeta dari kelompok militer. (9) Kazakhstan, (10) Pakistan, (11) Rusia menganggap Hizbut Tahrir sevagai organisasi kriminal dan organisasi teroris yang harus dilarang, (12) Tajikistan, (13) Kirgistan, (14) China menjuluki Hizbut Tahrir sebagai teroris, (15) Denmark menganggap HTsebagai organisasi makar yang menolak demokrasi, (16) Perancis menganggap HT sebagai organisasi ilegal, (17) Spanyol juga menganggap HT sebagai organisasi illegal yang harus diawasi setiap waktu, (18) Jerman menganggap HT sebagai organisasi anti semit, (20) Tunisia resmi melarang HT karena dianggap sebagai organisasi yang merusak ketertiban umum. 

Sudah saatnya, Indonesia melarang keberadaan Hizbut Tahrir yang telah mengganggu ketertiban umum dan mengganggu kedaulatan NKRI sebagai bangsa yang merdeka. Dalam hal ini, perguruan tinggi (lebih-lebih perguruan tinggi keagamaan islam negeri)  harus membendung penyebaran paham dan gerakan hizbut tahrir di dalam kampus khususnya dan masyarakat luas umumnya. 

Upaya penerapan Khilafah islamiyah secara formalis di alam nyata indonesia tidak akan pernah terjadi, jangankan di alam nyata, di alam mimpipun tidak (bisa dibayangkan) akan pernah terjadi. Begitulah seloroh Gus Dur ketika melihat berbagai upaya gerakan radikal di bumi pertiwi ini. Mungkin ini benar, karena panggung politik dengan konsep Pancasila, UUD 45, Bhineka Tunggalikan NKRI akan terus menjadi batu sandungan bagi orang yang bermimpi formalisasi khilafah islamiyah. Namun, berbagai gerakan politik di alam demokrasi ini juga memberi jalan bagi mereka untuk menguasai perpolitikan dan berjalan dengan khilafahnya. Oleh karena itu, jika Indonesia tidak melarang keberadaan organisasi yang dilabeli radikal, maka bukan tidak mungkin mereka akan menjadi besar. Pelarangan keberadannya menjadi sangat penting untuk mengurung, mengawasi gerakan radikal di berbagai sektor. 

Khilafah islamiyah memang menjadi manstream politik gerakan islam radikal yang susah diterapkan di indonesia. Mereka memiliki kesadaran itu, sehingga organisasi islam radikal tidak hanya di panggung politik saja. Disisi lain, mereka bergerak di masyarakat untuk menancapkan pemikiran puris dengan pola doktrinasi bagi semua kalangan, tidak hanya di masyarakat umum, di masyarakat intelektual dalam kampuspun dijamahnya. Pola-pola doktrinasi pemahaman akan menarik dan memupuk massa lebih banyak agar dapat menjadi penopang gerakan politiknya di alam demokrasi. Sudah banyak kampus-kampus umum yang dikuasai dan berjalan beriringan dengan gerakan organisasi radikal. Di dalam kampus, gerakan radikal menggurita, pamflet2 terpampang di setiap pojok dengan ajakan penerapan khilafah dan formalisasi syariah. 

Berpijak dari berbagai realitas diatas, kita umat islam memiliki tanggung jawab untuk menciptakan perdamaiaan antar sesama dengan menghadang gerakan radikalisme dengan massif. islam nusantara memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga, merawat dan menerapkan islam rahmatan lil alamin. Islam yang tegak dengan panji-panji perdamaiaan dan nilai-nilai local wisdom. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun