Mohon tunggu...
Ali Hasan Siswanto
Ali Hasan Siswanto Mohon Tunggu... -

Pengamat politik dan penikmat Moralogi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Anak Semua Bangsa: Bangkit dari Ketidakadilan

28 Maret 2017   11:20 Diperbarui: 28 Maret 2017   11:34 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mendengar kalimat anak semua bangsa, pikiran menggambarkan sosok manusia yang hidup di berbagai peradaban dan bangsa yang berbeda atau hidup di berbagai lintasan zaman, baik zaman yang indah penuh dengan rasa suka dan juga hidup dalam sebuah penindasan yang jauh dari kata keadilan. Disisi lain, bayangan kita menangkap sebuah novel kedua dari tetralogi yang ditulis oleh pramoedya ananta toer. Sebuah novel yang mengisahkan kehidupan pribumi yang tidak mendapatkan keadilan dari kolonialisme belanda. 

Anak semua bangsa dalam buku kedua ini merupakan kelanjutan dari novel pertama yang berjudul bumi manusia. Buku ini mengisahkan keluarga Minke yang mendapat perlakuan tidak adil dari kolonialisme dan perlakuan ini menjadi titik balik terungkapnya berbagai ketidak adilan.

Setelah kekalahannya di persidangan atas hak asuh Annelies yang dianggap masih dibawah umur (sekalipun sudah menjadi istri minke), Annelies mengalami sakit parah disuruh oleh maurits mellema (wali sahnya) untuk berobat ke nedherland. Sedangkan minke dan nyai ontosoroh pasrah melihat annelies pergi berobat ke nedherland, namun nyai ontosoroh tidak tinggal diam atas kepergiannya, nyai mengutus pandji darman untuk menjaga annelies selama disana. Dengan berbagai perjuangan yang berat, akhirnya darman berhasil masuk ke ruangan annelies atas permintaan perawatnya. Mulai darisinilah, darman mengurus annelies dengan sebaik-baiknya. Namun, sekalipun darman mengurusnya dengan baik, annelies tetap menunjukkan semangat hidup rendah. Oleh karena itu, darman mengabari minke dan nyai ontosoroh bahwa annelies tidak mau makan dan hanya berdiam diri di ranjangnya selama berada di perjalanan. Sewaktu tiba di nedherland, ada wanita tua yang menjemput annelies dan membawa kerumahnya, darman juga ikut ke tempat annelies dibawa, sementara walinya tidak merawatnya dengan baik. Namun tidak lama setelah tiba di nedherland, annelies meninggal dunia. 

Kabar meninggalnya Annelies merupakan pukulan keras laksana godam berat memukul tubuhnya bagi minke dan nyai ontosoroh. Minke tak lagi memiliki semangat hidup apalagi semangat membaca dan menulis. Hilangnya semangat minke menjadi petanda hilangnya semangat juang kaum pribumi melalui tulisan di berbagai surat kabar. Sementara di belahan dunia yang lain, beredar kabar penyetaraan kedudukan jepang dengan eropa. 

Setelah sekian lama tenggelam dalam kesedihan atas kematian istrinya, lambat laun minke kembali bangkit dan kembali menulis di S.N.v/d D. Gayung bersambut dengan semangat minke yang mulai kembali, seorang seniman berkebangsaan perancis yang tak lain adalah sahabat minke, meminta minke menulis dengan bahasa melayu dan tidak hanya menulis dengan bahasa belanda yang selama ini dilakukannya. Hal ini dominta agar kaum pribumi dapat membaca fan memahami berbagai karyanya. Namun minke merasa bahasa belanda lebih tinggi kedudukannya daripada bahasa melayu. Perdebatan dua sahabat ini semakin memanas sehingga kedua sahabat ini semakin renggang. Namun beruntung yang menjadi penengah antara keduanya adalah Maysaroh, putri semata wayang jean marais.

Ditengah semangat menulisnya, khoe Ah Soe seorang aktivis Tionghoa berjiwa nasionalis berkunjung ke wonokromo, Martin Nijman atasan minke di S.N.v/d.D meminta minke mewawancarainya dalam bahasa inggris. Namun tulisan minke tentang gerakan nasionalisme Tionghoa yang diperoleh dari hasil wawancaranya, diplintir oleh Nijman yang berkebangsaan eropa. Hasil tulisan yang diplintir menyebutkan bahwa Khoe Ah Soe adalah seorang pelarian yang datang secara ilegal di bumi hindia, sehingga kabar ini menyebabkan Khoe Ah Soe menjadi seorang buronan yang dicari para kolonialis. Minke yang telah mewawancarai merasa bertanggung jawab atas keselamatannya, dan menyembunyikan Khoe Ah Soe dirumahnya. Minke dan nyai ontosoroh menyembunyikannya dengan bantuan, pengawasan dan perlindungan dari darsam. Publikasi hasil tulisan yang diplintit oleh nijman membuat minke sadar dan menerima kenyataan nasehat nyai ontosoroh bahwa kaum eropa itu licik dan menghalalkan segala cara yang melakukan penindasan. 

Unruk mengurangi beban pikiran, nyai ontosoroh mengajak minke berlibur dan menginap di tulangan sidoarjo, rumah saudaranya yang menjadi pegawai pabrik gula disana, yaitu Sastro Kassier. Disaat berlibur ini, minke menemukan fakta betapa banyaknya wanita pribumi yang dijadikan sebagai gundik para tuan pabrik gula dan belanda termasuk nyai ontosoroh. Nasib sial itu kini menimpa surati, anak perempuan sastro. Surati dijadikan gundik karena terpaksa untuk melunasi hutang ayahnya yang telah difitnah mencuri uang gaji para kuli pabrik gula. Ayah surati merasa tidak kuat menanggung beban ini, namun beban ini terasa terangkat setelah Vlekenbaiji bersedia melunasi hutang-hutangnya dengan syarat menyerahkan anak perempuannya untuk dijadikan gundik. Kondisi inilah yang memaksa sastro menyerahkan anak gadisnya kepada administrator pabrik gula itu. 

Namun surati bukan anak lugu yang hanya pasrah tapi dia berusaha melawan dalam ketidak berdayaannya. Malam harinya, surati memohon pada ayahnya untuk meninggalkan rumah dengan alasan mencari wangsit. Di malam hari, dia menyusuri jalanan dengan beban rasa takut dan tidak berdaya, akhirnya dia sampai di sebuah perkampungan yang terisolir. Sebuah perkampungan yang penduduknya tidak boleh keluar dan orang luar tidak boleh memasuki perkampungan ini, karena wabah cacar yang belum ditemukan obatnya. Disisi lain, alangkah biadabnya Gubermen yang membiarkan wabah itu menggerogoti seluruh tubuh perkampungan ini sampai meninggal. Harapan gubermen wabah ini semakin ganas dan memusnahkan seluruh penduduk perkampungan ini. 

Surati sadar dengan wabah menular yang menggerogoti tubuh tak berdosa ini, dan surati dengan sengaja menularkan cacar ke tubuhnya. Bertepatan dengan keinginan gubermen untuk membakar perkampungan ini agar wabah didalamnya ikut mati dan tidak menyebar ke tempat-tempat lain. Surati yang mendengar rencana membakar perkampungan ini memaki "terkutuk para penjajah pribumi ini. Agar tidak ikut terbakar dalam perkampungan, surati berusaha keluar dari perkampungan ini setelah tertular wabah cacar dan menyerahkan diri ke Vleekenbaiji. Setelah dia menyerahkan diri ke pikemboh (julukan vleekenbaiji), akhirnya vleekenbaiji tertular wabah cacar dan meninggal dunia. 

Masih dalam kondisi berlibur, setelah mendengar fakta tragis yang menimpa pera pegawai pabrik dari kalangan pribumi daro sastro, minke memtuskan untuk berjalan-jalan menikmati udara segar di sekitar rumah sastro. Pada saat jalan-jalan ini, minke bertemu dengan seorang petani yang dianggap menentang para tuan, karena tidak menyewakan lahan tanahnya kepada pabrik gula. Minke ingin menggali informasi dan menginap di rumah Trunodongso yang tinggal bersama anak dan istrinya. Di rumah trunodongso ini, minke menemukan fakta ketidak adilan kembali kepada masyarakat pribumi. Ketidakadilan tidak hanyab dialami oleh pegawai pabrik seperti sastro, tapi ketidakadilan juga diterima oleh masyarakat petani. Para tuan pabrik gula memaksa para petani untuk menyewakan tanahnya dan ditanami tebu. Para tuan menyewa dengan kesepakatan waktu dan harganya, namun para tuan selalu melanggar waktu dan harga yang telah disepakati. Oleh karena itu trunodongso tidak mau menyewakan tanahnya ke para tuan pabrik gula itu. 

Setelah mendengar ketidakadilan yang menimpa para petani dati trunodongso, minke berjanji pada trunodongso untuk membantu kesulitan yang dihadapinya, salah satunya dengan cara menulis fakta penindasan ini melalui media. Setelah berjanji, minke kembali ke rumah sastro untuk menjemput nyai ontosoroh dan kembali ke wonokromo. Alangkah terkejutnya setelah sampai di wonokromo, minke mendapat kabar dari darsam bahwa Khoe Ah Soe telah meinggal dunia. Sebelum meninggal Khoe Ah Soe menitipkan surat ke Darsam untuk minke agar surat itu suatu saat diberikan kepada gadis di betawi. Kabar kematian Khoe Ah Soe membuat minke dan nyai ontosoroh terpukul karena dia dipandang sebagai orang baik dan pintar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun