Mohon tunggu...
Alifya Salsabilla Farabi
Alifya Salsabilla Farabi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Undergraduate Management Student at Faculty Economic and Business Universitas Airlangga.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Kamu Mahasiswa yang Terperangkap Kebiasaan Toxic Productivity? Cobain Cara Ini

3 Juni 2022   10:18 Diperbarui: 3 Juni 2022   22:55 1543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Saat ini, isu tentang kesehatan mental kian marak dan menjadi fokus perbincangan. Berdasarkan Data Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) memaparkan bahwa pada tahun 2020 setidaknya sebanyak 64,8% dari 4010 jiwa mengalami masalah psikologis selama pandemi dan dapat dipastikan pada tahun 2021 mengalami kenaikan. 

Masalah psikologis dapat muncul mungkin karena terjadinya kebosanan akibat melakukan berbagai kegiatan dari rumah pada saat tingginya kasus pandemi beberapa waktu yang lalu,  tetapi masih terdapat tuntutan untuk selalu melakukan kegiatan yang produktif serta manajemen waktu. Berbagai tuntutan yang ada tanpa disadari dapat menjerumuskan pada toxic productivity. 

Faktanya, dimulainya kehidupan normal kembali atau pasca-pandemi seperti saat ini dimana semua kegiatan telah dapat dilakukan secara luring, kebiasaan toxic productivity itu tetap terbawa. 

Kegiatan produktif yang berlebihan hingga akhirnya disebut sebagai toxic productivity itu biasa terjadi pada kalangan mahasiswa yang dilatarbelakangi oleh rasa tanggung jawab yang besar dan ambisi yang kuat dengan masa depannya yang memicu mereka untuk harus bisa dalam berbagai hal. 

Faktor lain yang menjadi pendorong toxic productivity seorang mahasiswa adalah pengaruh media sosial. Tidak sedikit orang yang membagikan cerita kegiatan produktif kesehariannya di media sosial yang secara tidak langsung juga akan mempengaruhi orang lain. Dengan pengaruh tersebut, tidak sedikit mahasiswa tidak ingin kalah serta akan terobsesi untuk juga melakukan hal-hal yang produktif. 

Mereka yang rela memotong waktu istirahat demi melakukan kegiatan yang produktif hingga akhirnya dapat memunculkan rasa cemas yang dapat memicu depresi. Nah, diperlukan pemahaman atau penanaman kebiasaan yang positif untuk menangkal kebiasaan buruk, toxic productivity, bagi mahasiswa.

Penanaman kebiasaan positif dengan terapi 7 kebiasaan manusia yang sangat efektif yang dikemukakan oleh Stephen R. Covey diharapkan dapat mengatasi toxic productivity di kalangan mahasiswa. 

Mereka menumbuhkan jiwa yang teratur, terorganisasi, dan kesiapan mental yang cukup matang sehingga tidak mudah terpengaruh dengan hal-hal yang menjadi tren atau fomo (fear of missing out). 7 kebiasaan yang dicetuskan oleh Covey saling berhubungan dan ketergantungan dalam pembentukan kebiasaan yang efektif.

Dr. Julie Smith, psikolog klinis dari Hampshire Inggris, mengatakan bahwa toxic productivity adalah sebuah obsesi guna mengembangkan diri dan merasa selalu bersalah jika tidak dapat melakukan banyak hal. 

Seseorang yang toxic productivity akan berlebihan dalam melakukan sesuatu, ekspektasi terhadap diri sendiri yang tidak realistis, dan merasa berat untuk beristirahat. Maka dari itu, penawaran dalam mengurangi kebiasaan buruk, toxic productivity, dapat dilakukan dengan membiasakan diri menerapkan 7 kebiasaan manusia yang sangat efektif. Bagaimana bisa? Berikut penjelasannya...

1. Proactive, cocok bagi mahasiswa yang sedang dalam toxic productivity karena dengan memiliki kebiasaan proaktif mahasiswa dapat mengendalikan dirinya sendiri untuk melakukan hal-hal yang sesuai dengan kemampuan dirinya. Ia akan fokus pada maksimalisasi potensi pada dirinya yang baik untuk dikembangkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun