Mohon tunggu...
Alif Kaneisia
Alif Kaneisia Mohon Tunggu... Seniman - Penulis Bebas

Pegiat Literasi Amatiran

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

"Tuhan Itu Orang Arab"(KSAD Jend. TNI Dudung Abdurachman Salah?)

9 Desember 2021   08:54 Diperbarui: 27 Desember 2022   20:34 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam sebuah diskusi dengan beberapa pemerhati demokrasi, seorang teman mencoba menganalisa arah statement Kepala Staf Angkatan Darat(KSAD), Jenderal TNI Dudung Abdurrahman, yang akhir-akhir ini viral; Tuhan bukan orang Arab.
Prespektif teman itu, pernyataan Dudung adalah senandung usang yang lazim dilantunkan oleh elit yang berkuasa, memanfaatkan isu sensitif guna mengalihkan perhatian publik dengan motif tertentu. Ia menyodorkan beberapa indikasi sengkarut bangsa ini demi memperkuat pandangannya. Deretan contoh persoalan itu ia anggap sengaja diselundupkan di balik narasi Dudung.

Sementara itu dengan sudut pandang yang berbeda, teman lain menerjemahkan, bahwa, KSAD baru itu sedang unjuk loyalitas kepada pemerintah sebagai konsekuensi logis dari alasan ia digaet untuk mengkomandoi Staf Angkatan Darat TNI. Rupanya ia mensinyalir jabatan KSAD telah menjadi bagian dari kelompok kepentingan(Interest Group).

Dua prespektif di atas mewakili beragam interpretasi yang muncul sebagai reaksi atas ucapan Dudung, mewarnai diskusi kami kala itu. Banyak pendapat lain tentunya. Namun, saya memilih tidak mengungkit seluruhnya untuk membatasi tujuan dari artikel ini.

Tukar tambah pemikiran(pinjam istilah Presiden Akal sehat, Rocky Gerung) dalam kontemplasi itu, memancing saya untuk turut mengutarakan pendapat terkait perihal dimaksud. Itulah yang akan saya tulis kembali dalam coretan singkat ini.

Menurut saya, Dudung Abdurrahman sedang mewakili negara untuk menegaskan: Indonesia adalah negara demokrasi yang dihuni oleh pemeluk agama yang berbeda. Pak Jenderal yang baru pula dianugerahi bintang empat itu, kiranya menyampaikan pesan ke bangsa ini, bahwa, dalam keberagaman agama ada perbedaan konsep ke-Tuhan-an. Argumentasinya sah secara hukum negara, kendati mendapat secuil reaksi dari pemeluk agama dengan keyakinan yang berbeda.

Sebagai warga negara yang baik, saya rasa bangsa ini legowo dengan ucapan Dudung. Sikap ini bisa dilacak dari minimnya geliat warga yang merespon. Ini sekaligus mengkonfirmasi bahwa kesadaran demokrasi beranjak meningkat.

Boleh saja negara Garuda ini merangkum keyakinan publik dalam sila pertama Panca Sila; "Ketuhanan Yang Maha Esa." Namun, harus disadari, ide monoteisme itu berbeda dalam konsep agama-agama yang ada. Islam mempersepsikannya dengan Tauhid, Kristen dengan Tri Nitas, Hindu menyebutnya Tri Murti,  Budha mengajarkan Mahayana dan Konghucu bersama ide TIAN. Dalam diskursus ke-Tuhan-an, enam agama tersebut pun masing-masing mengklaim berkeyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa(tunggal).

Dengan tidak bermaksud menyinggung perasaan serta memancing sinis antar pemeluk agama, tidak bisa disanksikan, bahwa, dari agama-agama yang ada di negeri ini terdapat konsep ke-Tuhan-an yang memper-Tuhan-kan manusia. Bagi saya, pernyataan Dudung justru mengaktifkan energi dialektika beragama tentang konsep Tuhan masing-masing itu. Sebut saja Kristen misalnya yang menisbahkan Yesus Kristus sebagai Tuhan. Dalam posisi ini, Dudung sebenarnya mengambil sikap untuk lebih mempertegas lagi tentang fenomena perbedaan monoteisme dalam ajaran agama-agama, bahwa, di negara kita ini ada agama yang juga memper-Tuhan-kan manusia,  sebagai realitas yang wajib diamini.

Banyak study yang telah membuktikan sosok Yesus sebagai manusia biasa yang diper-Tuhan-kan. Salah satu di antaranya, seorang mantan biarawati sebuah Kredo Katolik Roma, Karen Armstrong, dalam bukunya, "Sejarah Tuhan", menjelaskan; "Yesus Kristus, yang lebih sering dibicarakan orang Kristen ketimbang "Tuhan" itu sendiri, tampaknya cuma merupakan figur historis murni yang terjalin erat dengan masa
lalu. Saya juga mulai punya keraguan besar terhadap doktrin gereja. Bagaimana mungkin mengetahui dengan pasti bahwa manusia Yesus merupakan inkarnasi Tuhan dan apa arti kepercayaan itu? Apakah Perjanjian Baru benar-benar mengajarkan doktrin Trinitas yang rumit--- dan sangat kontradiktif---itu atau, sebagaimana banyak aspek ke-imanan lainnya, merupakan hasil buatan para teolog berabad-abad setelah wafatnya Yesus di Yerusalem?"

 Bertolak dari proposisi Karen Armstrong di atas, jelaslah kiranya maksud Dudung Abdurrahman. Sayangnya, KSAD yang baru menjabat belum seumur jamur itu lupa, ternyata nasab Yesus sendiri dari Arab.

Apa yang saya kemukakan bagian dari berbagai interpretasi liar yang menggelinding dan perlu dijinakkan, agar kebingungan publik tidak berlarut. Maksud dan tujuan dari kalimat Dudung, hanya beliau yang  
tahu. Sepantasnyalah ia mengkonfirmasi ke publik.

Wallahu'alam....!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun