Mohon tunggu...
Alif Syuhada
Alif Syuhada Mohon Tunggu... Penulis - Blogger

https://alifsyuhada.com/

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Orang Cerdas Itu Tidak Panikan

30 Juni 2020   23:03 Diperbarui: 30 Juni 2020   23:13 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandemi Covid-19 berpotensi menciptakan kepanikan bagi para pelaku ekonomi diantaranya meliputi panic buying, panic selling, dan panic redeeming.

Semua kepanikan tersebut bersumber dari ketidakmampuan seseorang mengambil keputusan ekenomi secara rasional saat melihat tantangan. Keputusan mereka bersumber dari emosi dan ketakutan melihat ketidakpastian.


Panic buying mengacu kepada fenomena dimana konsumen membeli barang dengan jumlah yang tidak rasional sebab khawatir akan terjadi kelangkaan di masa pandemi Covid-19. Saya sempat melihat gambar yang mengiris hati di Medsos, dimana seorang nenek sendirian di mall tidak mendapatkan makanan sebab semua barang sudah diborong habis.

Saya juga membaca berbagai berita menginformasikan banyak masyarakat yang menyerbu toko-toko untuk menimbun makanan setelah diumumkan keadaan darurat pandemi Covid-19.

Isu kelangkaan menjadi sumber perselisihan dan orang akan bersitegang berebut makanan. Padahal, hal itu tidak perlu terjadi jika kita melakukan pola belanja yang normal saja dan melakukan produksi barang juga dengan normal.

Kelangkaan pangan justru terjadi jika kita tidak mampu mengolah rasa panik itu sendiri. Terlebih pemerintah juga telah menyiapkan regulasi yang menjamin persediaan pangan dan kebutuhan lainnya.

Panic selling dan panik redeeming adalah kepanikan yang dialami oleh para investor berkenaan dengan penjualan surat-surat berharga yang dilakukan secara besar-besaran di pasar modal. Biasanya, kepanikan itu terjadi setelah ada berita buruk yang muncul di pasar. Para pemilik surat berharga seringkali meresponnya dengan ketakutan. Mereka menjual surat berharga atas dasar faktor emosi semata tanpa mempertimbangkan faktor fundamental lainnya.

Contoh kasus panic selling paling buruk adalah peristiwa Black Monday pada tahun 19 Oktober 1987. Saat itu, Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) di bursa New York rontok sebesar 22% dalam sehari.

Selain kepanikan konsumen dan investor, nasabah juga rentan terserang panik. Pandemi Covid-19 membuat nasabah merasa uangnya tidak aman di bank. Mereka khawatir jika saja terjadi resesi ekonomi, maka uangnya akan hilang ditelan krisis.

Kekhawatiran itu akan mendorong mereka akan melakukan penarikan simpanan uang secara besar-besaran. Akibatnya, perbankan menjadi lumpuh dan berdampak pada sektor-sektor lainnya.

Mengapa Kita Tidak Boleh Panik?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun