Mohon tunggu...
Alif Syuhada
Alif Syuhada Mohon Tunggu... Penulis - Blogger

https://alifsyuhada.com/

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Ramadan, Semoga Kau Hadir dalam Budaya Politik Kami

6 Mei 2019   22:57 Diperbarui: 6 Mei 2019   23:36 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari pertama puasa ini aku awali dengan membaca buku Ben Anderson berjudul Kuasa Kata (Mata Bangsa, Yogyakarta : 2000) sehabis subuh. Tidak kaitan khusus buku ini dengan momen bulan puasa hingga aku tiba pada sub judul upaya mendapat kuasa dalam tradisi Jawa. Disitu dijelaskan bahwa melawan hawa nafsu sangat berkaitan erat dengan tradisi penghimpunan kekuasaan raja-raja Jawa.

Ada dua metode yang berbeda secara radikal cara mendapatkan kuasa dalam tradisi lama jawa. Pertama adalah dengan melakukan laku tapa ekstrim seperti puasa, berpantang seksual, meditasi, dan metode pengorbanan lainnya.

Kedua adalah tradisi Bhairava (Tantri) dimana kuasa diraih dengan pengumbaran hawa nafsu namun bertujuan untuk menuntaskan gairah-gairah tersebut. Dengan demikian, kekuasaan seseorang mampu berkosentrasi tanpa gangguan lagi. Dua metode diatas sama-sama bertujuan untuk menghilangkan hawa nafsu.

Aku termenung sejenak melihat betapa tradisi feodal itu begitu memperhatikan soal pengingkaran hawa nafsu sebagai nilai utama dalam seseorang berkuasa. Hawa nafsu, tubuh dan keternodaan jiwa berkaitan erat dengan kekacauan dan disintegrasi yang berakibat hilangnya kasekten atau kuasa itu sendiri. Penyucian diri dari hawa nafsu adalah syarat kosentrasi kuasa layaknya himpunan cahaya kuat pada sinar laser sehingga mampu menembus kegelapan hingga jauh.

Tradisi lama itu kini telah dikubur oleh budaya politik modern yang konon mampu menyelenggarakan kekuasaan lebih baik. Tentu banyak perubahan yang dapat kita nikmati dalam system demokrasi dimana tidak ditemukan dalam sistem feodal. Namun dalam budaya penghimpunan kuasa, kita perlu mewarisi nilai luhur pentingnya melawan hawa nafsu sebagai syarat menggalang kekuasaan.

Pikiranku kemudian melayang ke hari-hari penyelenggaraan pemilu. Masih segar ingatan kita pada ketegangan situasi politik bangsa saat ini. Kita baru saja usai menyelenggarakan pesta demokrasi yang terus berlangsung hingga beberapa hari kedepan dengan pengunguman hasil pilpres dan pemilihan anggota dewan.

Namun kita juga miris dengan cara-cara penghimpunan kuasa atau pemenangan dengan praktik money politic dan kecurangan lainnya. Hal itu menggambarkan bahwa budaya politik kita tak mengenal lagi penghimpunan kuasa dengan laku tapa. Begitu juga dengan praktik Tantri tidak dikenal lagi sehingga politik hanya terjebak pada pengumbaran hawa nafsu yang bertuan kerakusan.

Pelanggaran terhadap tradisi politik lama kita berakibat pada persoalan kebangsaan yang serius mulai korupsi, disintegrasi bangsa, kekerasan social, hoax, caci maki dan lainnya. Sebab itu, sudah saatnya kita mengembalikan tradisi penyucian diri sebagai syarat kepemimpinan nasional. Penyucian diri itu tentu senafas dengan semangat Ramadhan yang sedang kita lalui satu bulan kedepan.

Menjauhi dunia dan pengendalian ketat atas hawa nafsu juga menjadi syarat kepemimpinan Islam yang sebenar-benarnya. Kita dapat menyaksikan sahabat Umar radhiallahuanhu yang begitu tegas atas dirinya dalam persoalan harta umat dan tanggungjawab kepemimpinan. Penghancuran hawa nafsu membuat Umar sangat disegani sebagai pemimpin, dicintai rakyatnya, hingga setan pun takut padanya.

Hal itu tentu bersumber dari ajaran Muhammad. Sebagian besar pokok ajaran Islam adalah penolakan atas dunia dan perlawanan terhadap hawa nafsu. Hal itu dengan tegas dinyatakan oleh Muhammad bahwa cinta dunia adalah pangkal segala permasalahan. Sebab itu, Berpuasa menempati hal yang paling besar dalam upaya memerangi hawa nafsu dalam rukun Islam dan begitu juga dalam tradisi Jawa lama.

Ketidakhadiran makna puasa dalam budaya politik kita tentu menjadi hal yang memprihatinkan. Penyelenggaraan pesta demokrasi dan bulan Romadhon yang begitu dekat waktu pelaksanaannya ini menjadi symbol, bahwa kita harus menghadirkan nilai dan tujuan puasa dalam budaya politik kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun