Hari bumi yang diperingati setiap tanggal 22 April sebenarnya benar-benar menjadi peringatan bagi seluruh manusia yang tinggal dimuka bumi untuk berpikir ulang atau intruspeksi seberapa rusaknya bumi sekarang, seberapa besar kerusakan bumi akibat kegiatan kita, perilaku kita, pekerjaan kita, bahkan pola pikir kita. Jika berbicara mengenai hari bumi pasti tidak akan jauh dengan lingkungan hidup.Â
Kita hidup selalu didalam lingkungan dan apapun yang kita kerjakan hampir semua berhubungan dengan lingkungan, hanya persentase pengaruhnya yang bisa berbeda-beda. Jangan pura-pura menutup diri misalnya dengan beralibi ‘pekerjaan saya tidak ada hubungannya dengan lingkungan’, atau ‘produk yang saya hasilkan tidak ada hubungannya dengan lingkungan’.
Jika menilik sejarahnya, hari bumi yang muncul pertama kali tahun 1970 ketika tokoh Amerika, Gaylord Nelson, yang memandang perlunya isu-isu lingkungan hidup untuk dimasukkan dalam kurikulum resmi perguruan tinggi. Gagasan ini mendapat dukungan luas dan mencapai puncaknya ketika jutaan orang di Amerika turun ke jalan untuk mengecam para perusak bumi yang mulai marak muncul di era tersebut.
Namun, sekarang hari bumi seakan hanya seperti peringatan biasa, akan berlalu begitu saja setelah tanggal 23 April dan seterusnya. Hal ini karena sudah saking banyaknya kerusakan-kerusakan lingkungan yang ada di sekitar kita. Biasanya, segala sesuatu yang sudah terlalu sering terlihat akan terlihat biasa. Kita sudah terbiasa melihat pembangunan bangunan-bangunan pencakar langit dimana-mana, lahan kosong jadi komersil dimana-mana, sawah jadi rumah dimana-mana, asap pabrik dimana-mana, dan lain-lain.
Bagaimana bisa disebut semua ini tidak merusak lingkungan, tidak merusak bumi? Namun isu-isu seperti ini terasa datar-datar saja bukan? Itu karena kita lahir dan hidup di zaman yang sudah modern sekarang ini. Bayangkan misalnya kita hidup sekitar tahun 1970-an dan mengalami awal mula menjamurnya perusak-perusak lingkungan seperti di Amerika pada waktu itu, mungkin akan lebih terasa dampak lingkungannya kepada kehidupan kita. Bukan berarti menentang pembangunan.
Pembangunan mutlak dilaksanakan untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk dan kebutuhannya, namun seberapa jauh timbal balik pembangunan yang dilakukan terhadap lingkungan yang sudah ada sebelumnya. Banyak positifnya atau negatifnya?
Begitu banyak sebenarnya yang bisa kita lakukan untuk setidaknya memperingati hari bumi ini secara positif. Bahkan untuk kita yang merasa ‘duniaku jauh dari ilmu kebumian’ pun tidak ada alasan untuk tidak bisa memaknai hari bumi ini.Wahaipara pembaca artikel ini, sedang buka internet kan pasti? Coba googling tentang manfaat pohon bagi hidup manusia, manfaat bersepeda bagi kesehatan dan lingkungan, manfaat dan tata cara berkebun dengan baik, manfaat hutan, manfaat ruang terbuka hijau, manfaat menghemat air, manfaat memilah-milah sampah, dan banyak lagi. Sepele dan semuanya bisa dilakukan dalam beberapa menit saja. Setidaknya yang seperti ini dapat memberi sedikit wawasan kelingkungangan bagi kita, dan menurut saya hanya dengangooglingseperti itu sudah termasuk memperingati hari bumi secara positif.
Untuk lebih bisa memaknai hari bumi sebenarnya kita bisa mengajukan beberapa pertanyaan pada diri sendiri. Hal ini berguna untuk mengukur seberapa jauh kita berguna bagi bumi kita. Jika diibaratkan kita adalah anak dan bumi adalah orangtua, seberapa kita sayang pada orangtua kita.
Apa saja sih barang dirumahku yang mengambil dari bumi?
Bisa dibilang 90% rumah kita mengambil apa yang ada pada bumi ini. Lalu kalau dibalik, isi bumi yang terkait dengan material bangunan surplus 90%, tetap atau 0%, atau rugi 90% ? Kita membangun rumah saja sudah menutup lingkungan lama yang sudah ada sebelumnya. Apakah rumah atau bangunan yang kita bangun sudah ‘sopan’ pada lingkungan yang diinjaknya? Seberapa ‘sopan’ ? Mari intruspeksi….