Mohon tunggu...
ali fauzi
ali fauzi Mohon Tunggu... -

Seorang guru, orang tua, penulis lepas, dan pengelola www.sejutaguru.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cooperative Learning dan Pembentukan Budaya Bangsa

8 April 2016   09:20 Diperbarui: 8 April 2016   09:58 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika setiap individu—dari anak-anak sampai orang dewasa—bebas mengakses internet kapanpun dan dimanapun, secara bersamaan budaya individualistik ikut berkembang. Pendidikan yang awalnya dibangun dari hubungan personal guru dan murid, kini mulai bergeser. Setiap individu tidak lagi perlu bertemu orang lain untuk belajar sesuatu.

Belajar kelompok sebagai bagian dari cooperative learning sangat penting untuk kita lakukan dalam pembelajaran. Minimal, sebagai penyeimbang pesatnya perkembangan karakter individualistik. Strategi ini berlandaskan pada teori belajar Vygotsky yang menekankan pada interaksi sosial sebagai sebuah mekanisme untuk mendukung perkembangan kognitif.

Dalam tulisan ini akan saya bahas kenapa belajar kelompok sangat berpengaruh terhadap pembentukan budaya bangsa. Anak akan belajar apa saja dari kegiatan ini dan akibat jangka panjang apa saja yang akan mereka terima dari metode pembelajaran cooperative learning ini.

Dengan digulirkannya kurikulum 2013, cooperative learning menjadi bagian penting dalam proses pembelajaran di sekolah. Ada kemiripan tujuan dalam beberapa hal antara kurikulum 2013 dan cooperative learning. Keduanya sama-sama ingin setiap anak memperoleh hasil yang baik dalam bidang akdemis (kognitif), penerimaan atas keragaman, dan mengasah keterampilan sosial.

Dalam belajar kelompok, siswa belajar bersama 3 sampai dengan 5 orang temannya. Jumlahnya bebas. Dalam prosesnya, anak akan belajar beberapa hal berikut:

1. Anak belajar kembali tentang kemampuan dasar manusia.

Anak akan belajar berbicara, melihat dari sudut pandang orang lain, mendengarkan, dan berinteraksi dengan orang lain. Belajar berbicara di sini berarti belajar mengungkapkan pikiran dan pendapat yang dimilikinya. Anak akan belajar berkomunikasi yang tepat dan efektif. Dalam hal mendengarkan, setiap anak akan belajar mendengarkan dan menerima ide dan pendapat orang lain.

 Ketika setiap anak memiliki peran dan tugas yang berbeda, maka saat itu pula anak melihat orang lain dalam melakukan sesuatu. Beberapa studi menunjukkan bahwa murid-murid yang diberi praktik proses belajar kooperatif benar-benar menjadi lebih baik dalam menguasai keterampilan moral interpersonal tersebut.

2. Belajar menerima dan mendukung orang lain dalam satu komunitas.

Belajar kelompok membantu murid-murid untuk saling mengenal satu sama lain dan memedulikannya. Sehingga akan muncul perasaan menjadi bagian penting dari komunitas dan akhirnya memunculkan dampak positif, yaitu mengurangi konflik interpersonal.

Dalam beberapa penelitian, pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan rasa dukungan dan penerimaan terhadap teman sekelas yang memiliki perbedaan latar belakang suku, agama, etnis, dan ras. Lebih jauh lagi, pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan persahabatan yang sangat baik di antara teman yang berbeda suku, agama, ras, dan golongan.

3. Proses belajar kooperatif memiliki potensi untuk mengontrol efek negatif persaingan.

Kompetisi dan bukan kerja sama telah mendominasi sebagian besar kehidupan kita. Masih munculnya peringkat (ranking) di beberapa sekolah. Masih ada orangtua yang cenderung membanding-bandingkan anaknya dengan oranglain. Persaingan dalam politik, ekonomi, dan sosial sudah hampir pada tahap yang mengkhawatirkan. Dalam beberapa hal, sudah sering kita saksikan bahwa persaingan yang ketat untuk mencapai sukses membuat beberapa orang dan lembaga tidak memedulikan efeknya terhadap orang lain.

 Kita bisa belajar dari sebuah penelitian yang dilakukan di Jepang. Di satu sisi, anak-anak Jepang menghadapi dan mengikuti tes masuk sekolah yang sangat ketat untuk mendapatkan sekolah yang terbaik, namun persaingan yang ketat tersebut tidak pernah berubah menjadi individualisme yang mementingkan diri sendiri. Semangat kooperatif merupakan hal yang paling menonjol dari masyarakat Jepang.

Salah satu siswa di Jepang menjelaskan,

“Kami tidak suka melukai orang lain. Kalau kami berusaha dengan keras untuk masuk ke universitas terbaik, tu adalah sesuatu yang personal. Kami tidak benar-benar melihat diri kami saling bersaing satu sama lain. Kami hanya berusaha sebaik-baiknya.”

Setiap proses belajar harus memiliki makna dan nilai moral bagi anak. Itulah makna sesungguhnya dari belajar. Ada olah rasa, karsa, raga, dan jiwa. Dan anak pun kemudian mengetahui manfaat dari belajar tersebut. Lihat tulisan lain yang berjudul Belajar= Melatih Berfikir, Bukan Belajar = Menghafal Materi.ika setiap guru memberikan penguatan akan pentingnya manfaat belajar kelompok dan hal itu dilakukan dalam waktu yang lebih panjang dan terus menerus, maka kita akan menyaksikan anak-anak kita memiliki karakter yang kuat dalam nilai-nilai kerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Serta, rasa kebersamaan yang kuat sebagai komunitas dalam keragaman.

Menurut sosiolog Emile Durkheim, menggabungkan anak-anak ke dalam kelompok membantu anak-anak menghargai orang lain dan merasakan kesetiaan akan sesuatu yang lebih besar dari diri mereka sendiri. Penbelajaran kooperatif adalah cara yang mendukung usaha tersebut, karena hal tersebut mengajarkan anak-anak bahwa mereka dapat melakukannya lebih baik jika bersama-sama dibandingkan sendirian. 

Selamat menyiapkan generasi bangsa yang unggul.

Oleh: Ali Fauzi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun