Mohon tunggu...
Alie ilhamalmashuri
Alie ilhamalmashuri Mohon Tunggu... Freelancer - Pembaca, pembelajar, penikmat sejarah

Mahasiswa, santri, pembelajar seumur hidup

Selanjutnya

Tutup

Money

Jalan Ekonomi Sang Syaikhul Islam

14 Mei 2019   05:54 Diperbarui: 14 Mei 2019   06:05 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Taqi al-Din Ahmad bin Abdal-Halim itulah nama lengkap dari Ibnu Taimiyyah sang syaikhul islam, seorang ulama kharismatik yang lahir di Harran, 22 januari 1263 M ( 10 Rabi' al-Awwal 661 H ). Pada usia sangat muda Ibnu Taimiyah menamatkan ilmu dalam bidang yurisprudensi islam (fiqh), hadist nabi, tafsir Alquran, matematika dan filsafat. Maka tak ayal dikemudian hari beliau menjadi ulama yang disegani karena keilmuannya terutama kritikan-kritikannya terhadap filsafat Yunani, namun ternyata Ibnu Taimiyyah pun mempunyai andil yang cukup besar dalam perkembangan ilmu di bidang ekonomi, melalui pemikiran-pemikirannya yang kemudian beliau tuliskan kedalam buku demi buku.

Islam telah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, tidak hanya dalam hal ibadah namun juga menyangkut muamalah, hal inilah yang membuat Ibnu Taimiyyah ikut menyoroti permasalahan-permasalahan dalam bidang muamalah yang mana dalam hal ini adalah bidang ekonomi, Ibnu Taimiyyah telah menyoroti berbagai permasalahan dalam bidang ekonomi, dari mulai penetapan harga, masalah uang dan moneter, hingga bagaimana seharusnya pemerintah berperan dalam perekonomian.

Dalam penetapan harga Ibnu Taimiyah membagi menjadi dua tipe, yakni "tak adil dan tak sah serta adil dan sah". Tidak adil dan tidak sah menurut Ibnu Taimiyyah adalah saat memaksa penduduk menjual barang-barang dagangan tanpa ada dasar kewajiban untuk menjual, hal ini merupakan hal yang tidak adil dan ketidakadilan itu dilarang. Dalam penetapan harga, Ibnu Taimiyyah lebih menekankan kepada pengetahuan tentang pasar barang dagangan serta persetujuan bersama antara pedagang dan pembeli.

Namun ada kalanya pemerintah harus turun tangan dalam penetapan harga, seperti saat negara dalam keadaan darurat. Ibnu Taimiyah merekomendasikan agar pemegang otoritas memaksa para penjual yang ada untuk menjual barang dagangannya dengan bahan-bahan pokok, seperti makanan. Pemerintah juga diminta untuk menetapkan harga pada tingkat yang adil. Menurutnya pemakasaan itu tidak diperbolehkan, namun melihat kondisi negara yang berada dalam kondisi darurat, menjadi diperbolehkan.

Bahkan para ekonom modern juga mengatakan hal yang serupa dengan pendapat Ibnu Taimiyah. Bahwa kebijakan regulasi harga akan bekerja secara efektif saat negara berada dalam kondisi darurat. Ahli ekonom terkenal yaitu Pauk A. Samelson mengatakan yang pada intinya kebijakan penetapan harga lebih baik digunakan saat sedang keadaan darurat saja, namun tidak untuk kebijakan jangka panjang karena akan menimbulkan efek penyimpangan.

Ibnu Taimiyyah juga merekomendasikan penetapan harga oleh pemerintah ketika adanya ketidaksempurnaan pada pasar. Ketidaksempurnaan pasar dalam ekonomi terkait monopoli, perusahaan monopoli tidak boleh dibiarkan bebas melaksanakan kekuasaannya, sehingga ia menasihati pemerintah untuk menetapkan harga. meskipun Ibnu Taimiyyah menentang praktik monopoli, ia memperbolehkan para pembeli untuk membeli barang dari pelaku monopoli.

Selain itu ketidaksempurnaan pasar juga membahas seputar diskriminasi harga. Yang dimaksud Ibnu Taimiyyah diskriminasi harga adalah ketidaktahuan penjual dan pembeli mengenai harga sebenarnya yang berlaku di pasar. Ketidaktahuan itu menyebabkan penjual bisa menjual dengan harga jauh di bawah harga pasar dan begitu juga dengan pembeli yang harus membayar dengan harga yang jauh di atas harga pasar. Pendapatnya merujuk kepada hadits Rasulullah S.A.W Menetapkan harga terlalu tinggi terhadap orang yang tidak sadar adalah riba.

Ketika pemerintah perlu menetapkan harga, tentunya harga yang dirilis oleh pemerintah tidak asal muncul begitu saja. Ibnu Taimiyyah menjelaskan metode mengenai hal ini yang telah diajukan oleh pendahulunya yaitu Ibnu Habib. Menurutnya, pemerintah harus melakukan musyawarah dengan  tokoh perwakilan. Dalam musyawarah itu, seluruh peserta harus bersepakat tentang harga yang akan digunakan. Ibnu Taimiyyah menegaskan akibat dari penetapan harga yang sewenang-wenang akan membahayakan perekonomian seperti munculnya pasar gelap atau memanipulasi kualitas barang yang dijual.

Selain mengenai permasalahan mengenai penetapan harga dan regulasi Ibnu Taimyyah juga menyoroti tentang permasalahan uang dan moneter, pemikiran Ibnu Taimiyah mengenai hal ini dapat ditemukan dalam karangannya yang berjudul "Fatawa", yang mana pada kemudian hari pemikiran Ibnu Taimiyyah ini diikuti oleh ekonom barat yang bernama Thomas Gresham, yang kemudian lazim disebut Hukum Gresham. Adapun pemikiran Ibnu Taimiyyah mengenai uang dan moneter sebagai berikut:
Fungsi dan Asal Usul Uang

Secara khusus Ibnu Taimiyyah membahas fungsi uang sebagai alat ukur nilai dan sebagai alat pertukaran. "Athman dimaksudkan sebagai alat ukur nilai suatu benda, melalui uang itu nilai dari barang akan diketahui nilainya dan mereka tidak bermaksud menggunakannya untuk diri sendiri (dikonsumsi). Muridnya memberikan pernyataan yang senada dan lebih jelas "Uang tidak dimaksudkan untuk benda itu sendiri, tetapi dimaksudkan digunakan untuk memperoleh barang". Berdasarkan pemikirannya atas fungsi uang, maka Ibnu Taimiyyah menentang perdagangan uang, sebab itu berarti mengalihkan fungsi uang dari tujuan sebenarnya.
Turunnya Nilai Mata Uang

Semasa kehidupannya, Ibnu Taimiyah pernah mengalami penurunan nilai mata uang yang terjadi di Mesir. Bahkan ia meminta pemerintah untuk mencari asal usul penyebab turunnya mata uang tersebut. Ibnu Taimiyyah menentang terjadinya penurunan nilai mata uang dan mencetak uang telalu banyak. Ia memperhatikan nilai intrinsik dari mata uang koin sesuai dengan logamnya, sehingga tidak seorangpun dapat mengambil keuntungan dengan melebur koin itu atau menjualnya dalam bentuk logam atau mengubah metal itu menjadi koin, dan memasukannya dalam peredaran mata uang.

Uang Buruk Merusak Uang Baik

Pemikirannya yang satu ini sama seperti pemikiran yang dianut oleh Thomas Gresham, yang kemudian lazim disebut Hukum Gresham. Hukum itu menyatakan bahwa jika dua buah mata uang koin memiliki nilai nominal yang sama, tetapi memiliki nilai yang berbeda secara intrinsik, mata uang yang memiliki nilai intrinsik lebih rendah akan menyingkirkan yang lain, dalam peredaran. Sedangkan mata uang yang memiliki nilai intrinsik lebih besar akan ditimbun, dilebur atau diekspor karena dianggap lebih menguntungkan.

Itulah sedikit dari sekian banyak pemikiran Syaikhul Islam dalam bidang ekonomi, dari sini kita bisa memahami bagaimana Islam telah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia tidak hanya dalam bidang ibadah tapi juga dalam hal muamalah, kita pun bisa mengetahui bahwasanya para 'alim ulama kita sejak dahulu kala telah memiliki sebuah konsep perekonomian yang matang, yang tidak hanya melihat aspek keuntungan tapi juga melihat aspek keadailan, sebuah konsep yang didasari dari Al-quraan dan Al-hadits, dan inilah konsep ekonomi yang kita butuhkan untuk mencapai falah (kemenangan) di dunia dan di akhirat. Wawllahu a'lam bishowwab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun