Mohon tunggu...
Alief El_Ichwan
Alief El_Ichwan Mohon Tunggu... Administrasi - Jurnalis

mantan wartawanI Penulis LepasI Menulis artikel-cerpen-puisi-perjalan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Gowes Solo Keliling Bali Bukan untuk Menikmati Seni

19 Maret 2017   17:15 Diperbarui: 19 Maret 2017   17:36 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sementara waktu sudah beranjak sore. Lagi-lagi, agak kesulitan mencari makanan yang pas di lidah dan perut. Akhirnya, menemukan pedagang sate. Namun kekecewaan kembali ditemui. Rasa pedas yang paling saya tak sukai, menyergap lidah. Di warung ini, saya berbincang dengan pembeli yang telah datang lebih dulu. Dia menyarankan, agar saya tak melakukan perjalanan malam. “Situasinya agak rawan, banyak orang yang suka mabuk, “ katanya, menyarankan saya menginap di sebuah SPBU di Ababi.

Agaknya hari ini, perjalanan kurang mulus. Pada jalanan yang menurun dan berkelok, sebuah mobil Avanza berada terlalu dekat. Celakanya ketika menghindar, ban depan sepeda masuk ke pinggiran jalan yang berpasir. Sepeda tak bisa dikendalikan meski di rem. Malah stang seperti jadi liar dikemudikan. Saya tersungkur. Lutut kiri seperti di hampelas.

Dengan rasa sakit, saya kembali menggowes mencari tempat untuk mengobati luka. Pada sebuah warung makan, saya minta ijin untuk beristirahat di bale-bale yang ada di samping warung. Untunglah tak begitu parah. Begitu juga sepeda tak ada kerusakan apapun.

Mendengar Suara Azan

Saya baru menginap di SPBU yang berada di Merita (baca: Merite). Yang buka 24 jam penuh. Sebenarnya SPBU yang berada di Ababi, cukup nyaman dan ramah petugasnya. Mereka mengajak ngobrol tentang perjalanan yang saya lakukan. Tapi  ketika tiba disana, suasana masih cukup terang. Jadi saya melanjutkan kembali setelah bertanya: apa masih ada SPBU lagi? “Ada dua puluh kilometer lagi,” kata salah seorang petugas.

Kedatangan saya disana SPBU Merita, disambut dingin. Bahkan salah seorang petugas menyarankan agar saya menginap di hotel. “Ada hotel yang dekat di sini,” katanya.

“Mun boga duit nginep di hotel mah, geus we teu kudu ka dieu(jika punya uang buat menginap di hotel, mungkin tak akan ke sini),” cetus hati saya.

Seperti SPBU di Bali, tak ada bagian musolanya. Namun saya diperbolehkan tidur di ruangan samping kantor. Ada ruangan kosong yang sedang dibangun, selebar satu meter memanjang tiga meter. Sepeda saya masukan ke dalam. Segera saya gelar matras. Lalu menyuruk ke dalam sleeping bag.

Di halaman SPBU, ada lebih sepuluh kurungan dan ayam khas Bali. Sambung ayam, rupanya menjadi suatu budaya di sini. Suara kokok ayam inilah, yang sering membangunkan saya sebentar-sebentar dari tidur. Terlebih bulan saat itu, terlihat masih terang dan bundar setelah puncak purnama satu hari. Selain itu, suara truk yang akan mengisi bensin juga sering membuat saya terjaga. Ditambah suara kencangnya angin malam memainkan sesuatu yang terlepas. Barangkali ada atap awning plastik SPBU yang terlepas.

Ketika bangun yang terakhir kali, saya seperti dibangunkan suara azan. Saya memijit tombol jam digital yang saya gunakan, menunjukan 4.36. Oya, jam saya belum disesuaikan dengan waktu di Bali, yaitu satu jam lebih cepat.

Saya segera berkemas. Melipat sleeping bag. Mengambil handuk dan sabun. Kemarin tak mandi. Terasa segar di guyur air. Lalu salat dengan petunjuk kiblat dalam hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun