Mohon tunggu...
Ali Arramitani
Ali Arramitani Mohon Tunggu... Mahasiswa - ala bisa karena biasa

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga NIM : 20107030076

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kontroversi hingga Keluh Kesah Keberadaan Tukang Parkir di Jalanan

18 April 2021   01:14 Diperbarui: 18 April 2021   01:21 1187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seringkali kita jumpai penjaga parkiran dengan rompi hijau atau seragam birunya sedang berjaga dan mengawal tiap kendaran. Biasanya terdapat di depan toko-toko besar atau pun tempat-tempat yang berpotensi mengundang orang banyak. Semakin banyak kendaraan yang terparkir artinya semnakin banyak perolehan pendapatan yang bisa dibawa pulang hari itu, namun sayangnya pekerjaan ini tidak dapat berlangsung selama yang diinginkan. Pekerjaan ini akan dibagi untuk beberapa orang pada tempat atau wilayah yang sama. Tak banyak nominal yang dipatok sebagai imbalan jasanya dalam menjaga kendaraan orang banyak, hanya 2000-3000 rupiah saja untuk tiap kendaraan.

Sebenarnya pekerjaan ini bukan profesi yang cukup jelas keberadaannya, banyak yang menjadikan pekerjaan ini hanya sebagai sampingan dalam meraup rupiah untuk mencukupi kehidupan sehari-hari. Meski begitu tak sedikit pula yang menetapkan diri sebagai 'tukang parkir sejati' dan menggantungkan sumber penghasilannya dari pekerjaan ini. Bukan pekerjaan yang tergolong susah, bukan pula pekerjaan yang tergolong mudah. Karena tanggung jawab dari pekerjaan ini adalah menjaga keamanan kendaraan mahal orang lain dan harus ikhlas dibayar secara murah. Pekerjaan ini akan mudah kita temui di tiap-tiap jalanan kota dengan suara peluitnya yang khas.

Meski tarif jasa yang dipatok hanya sedikit namun ternyata kehadiran tukang parkir cukup mengundang keresahan di tengah tengah masyarakat, khususnya masyarakat kota. Hal itu dikarenakan biasanya tukang parkir hanya akan datang ketika kendaraan hendak pergi saja, dengan mengawal kendaraan yang akan keluar areal parkir menuju jalan raya.

Lalu tak sedikit masyarakat yang resah karena dalam sehari tak hanya satu-dua tempat saja yang dikunjungi, akan tetapi banyak dan biaya parkir tak menutup kemungkinan sedikit menyamai jatah uang makan selama sehari, yakni 10-20 ribu rupiah. Masuk akal saja karena biaya sekali parkir akan dikali dengan jumlah tempat yang akan dikunjungi.

Dan keresahan yang terakhir adalah terkait bagaimana sebenarnya mereka bekerja. Pasti banyak dari kita yang pernah menjumpai tukang parkir yang hanya menarik bagian ujung belakang dari sepeda motor smabil meniupkan peluitnya. Padahal sebenarnya hal yang semacam itu tidak terlalu dibutuhkan bagi si pemiliki motor. Namun jika kita memandang dari perspektif yang lebih jauh, hal itu hanya sebagai simbol non verbal si tukang parkir yang menandakan bahwa anda harus membayar biaya parkir. Meskipun tidak mahal dan rasanya cukup mudah untuk membayarnya namun pasti anda pernah merasa jengkel karena harus membayar 'jasa tarik motor' dari mereka.

Tetapi tak cukup sampai situ, ternyata tukang parkir sebagai orang yang paling bertanggung jawab atas keamanan kendaraan di jalan juga memiliki banyak keluh kesahnya. Banyak yang tidak menyadari akan hal ini karena memang yang menjadi konsumsi visual kita hanyalah sebagian kecil dari tanggung jawab mereka. Rasanya cukup perlu untuk sama-sama membahas dan turut memperhatikan persoalan ini agar tidak terjadi kesalah pahaman yang berkepanjangan.

Dokpri
Dokpri

Pak Wiwit (54) adalah penjaga parkir di salah satu restoran di Jalan Soekarno-Hatta No.143 Kota Probolinggo. Beliau merupakan yang tertua dari 2 penjaga parkir lainnya, di areal ini terdapat sebongkah rejeki yang harus dibagi rata. Beliau mengungkapkan bahwa menjadi seorang tukang parkir merupakan pekerjaan yang penuh kehati-hatian karena risiko yang dihadapi cukup banyak, seperti kehilangan, kebersihan, dan juga kerapihan tatanan kendaraan.

Beliau sebagai penjaga parkir tertua dari kawan-kawannya yang lain juga mengungkapkan sekelumit keluh kesahnya tentang etika pengguna areal parkir yang seringkali tidak mau diatur untuk parkir dengan tertib demi keamanan dan kelancaran lalu lintas.

"Mohon kita sebagai warga Indonesia yang sosial monggo parkir yang rapih, kalau ada kita.. tukang parkir lah.. kalau disuruh parkir disini yang disini turuti lah wong memang tugas kita kan nggeh." Ujar beliau di tengah aktivitasnya memarkir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun