Mohon tunggu...
Ali Arief
Ali Arief Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

Saya berasal dari Kota Medan...berkarya dan berkreativitas dibutuhkan kemauan dan keyakinan untuk tetap konsisten di jalur kejujuran dan kebenaran...tetap belajar memperbaiki diri...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jangan Menangis Ibu...

7 Juli 2020   12:31 Diperbarui: 7 Juli 2020   22:38 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagiku seorang ayah sangatlah berarti saat berada di tengah-tengah keluarga. Sudah hampir 7 tahun, ayahku tidak diketahui keberadaannya lagi. Prahara rumah tangga di dalam keluargaku yang menyebabkan keharmonisan ayah dan ibuku harus terusik. Ayahku telah melakukan perselingkuhan dan pergi meninggalkan ibu, aku, dan juga ketiga adikku. cibiran pun selalu terdengar dari mulut tetanggaku sehingga aku dan keluarga harus sabar menahan rasa malu.

Aku berusaha menenangkan perasaan ibuku yang sejak ditinggalkan ayah selalu bersedih. Ya, aku merasa kasihan akan beban derita yang harus dipikul ibuku. Aku dan ketiga saudaraku harus tetap mandiri, walaupun sosok ayah yang kami harapkan hadir di tengah keluarga tidak akan muncul. Ingin rasanya kebencian hati ini aku tumpahkan kepada ayah, namun aku sadar tanpa ayah, aku mungkin tidak akan terlahir di atas permukaan bumi.

Aku dan ketiga saudara, beserta ibuku harus tetap berjuang untuk melanjutkan kehidupan. Terasa sesak dadaku jika melihat kehidupan di lingkungan sekitarku, sebuah keluarga yang lengkap dan harmonis. Aku seperti tak dapat mengungkapkan perasaan yang sering mengganggu pikiranku di hadapan ibuku. Aku juga tidak ingin beban pikiran ibuku semakin hari semakin bertambah. Biarlah perasaan ini tetap tersimpan di dalam pikiranku saja.

Pernah tanpa sengaja, aku melihat ibuku duduk sendirian di saat adik-adikku terlelap dalam tidurnya. Ibuku duduk sambil menatap ke atas langit lalu berkata: " Ya Allah berilah kekuatan kepada hamba, agar dapat membesarkan dan membimbing anak-anak hamba menjadi anak-anak yang bermanfaat, dapat berbakti dan menjadi penyejuk hati hamba." Sambil menyeka air mata yang menetes di pipinya, aku menghampiri ibu lalu memeluknya." Aku berjanji akan membahagiakan Ibu, aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga Ibu, dan aku akan menjadi seseorang yang menjadi kebanggaan ibu." Ucapku kepada ibu.

Pagi ini, aku beserta kedua adikku akan berdagang makanan hasil buatan ibuku. Sebelum berangkat kuliah, aku bersama kedua adikku menjajakan kue-kue di pasar tidak jauh dari rumah. Ibu telah mengajarkan kepadaku untuk tetap bertahan dan berjuang, meskipun ayah tidak berada di tengah-tengah kami. Aku harus tetap semangat untuk terus membantu ibu dan meringankan beban di pundaknya, dengan meluangkan waktu kuliah dan berdagang. Biasanya aku menjual kue-kue buatan ibu lalu pergi kuliah dengan mengayuh sepeda. Aku melakukan semua ini dengan harapan, ibuku tidak terlalu letih dalam bekerja.

Aku seperti teringat kembali saat kebersamaan keluargaku yang saat itu masih dalam kondisi harmonis. Ayah dan ibuku masih terlihat baik-baik saja. Hingga waktu pun terus berganti, aku dan ketiga saudaraku bersama ibu, akhirnya harus menerima cobaan yang sangat berat. Rumah yang kami tempati disita oleh pihak bank. Lalu ayahku berselingkuh dengan perempuan lain yang ternyata masih bertempat tinggal di sekitar lingkungan rumahku, yang jaraknya tidak lebih 500 meter. Rumah yang disita pihak bank dikarenakan ayahku saat masih bersama ibuku pernah berhutang kepada seorang rentenir. Karena sudah jatuh tempo dan belum dapat membayar hutang tersebut, rumah inilah yang dijadikan sebagai agunannya.

Aku, ibu, beserta saudaraku akhirnya harus menempati rumah milik seorang pedagang yang tidak dihuni lagi. Aku dan ibuku berusaha tetap berjuang untuk meniti masa depan yang lebih baik. Aku juga mempunyai harapan yang sangat besar, kelak ibuku tidak bersusah payah lagi untuk bekerja. Aku ingin, ibuku dapat merasakan kebahagiaan serta melepas segala kesusahan dan kesedihan hidupnya. Kebahagiaan akan selalu terpancar di wajah ibuku dan juga adik-adikku, meskipun aku harus banting tulang.

Aku yakin, jalan menuju arah kehidupan bahagia akan terbentang di hadapanku. Aku tetap akan mendampingi dan memberikan yang terbaik kepada keluargaku. Aku akan menggantikan posisi ayah, agar ibuku tidak lagi terluka dan bersedih. Posisi tulang punggung keluarga yang memberikan makna, sesulit apapun kehidupan yang dilalui harus tetap semangat. Kelak secercah harapan di masa depan, dapat memberikan senyum terindah yang menghias kehidupanku, ibu, serta kedua adikku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun