Mohon tunggu...
Ali Arief
Ali Arief Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

Saya berasal dari Kota Medan...berkarya dan berkreativitas dibutuhkan kemauan dan keyakinan untuk tetap konsisten di jalur kejujuran dan kebenaran...tetap belajar memperbaiki diri...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mekar Tak Berputik

6 Juni 2020   15:58 Diperbarui: 5 Juli 2020   09:29 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tugas yang sangat berat harus ku pikul sendiri, disaat kondisi pekerjaan yang terus menumpuk. Aku harus membesarkan tiga orang adikku yang masih duduk di bangku sekolah. Mira, ia saat ini masih duduk di kelas 2 SMA. Mila duduk di kelas 2 SMP, sedangkan Mita kelas 6 SD. Ketiga adikku tersebut sudah 4 tahun ini harus tinggal bersamaku. Ayah dan ibuku 4 tahun yang lalu, telah meninggal dunia karena kecelakaan saat hendak berkunjung ke rumah saudara sepupunya. Aku tak ingin ketiga adikku, terus merasakan trauma dan kesedihan yang berkepanjangan.

Aku sebagai anak sulung dari 4 bersaudara, memiliki tanggung jawab yang sangat berat untuk menjaga dan mendidik ketiga adik perempuanku. Sebagai anak tertua sudah sepantasnya aku bekerja lebih giat, karena kebutuhan untuk biaya pendidikan mereka bertiga sedang sangat dibutuhkan. Aku harus tetap menyemangati ketiga adikku agar mereka terus berusaha untuk tetap belajar sungguh-sungguh. Doa dan harapanku yang terbesar untuk mereka adalah kesuksesan. Meskipun aku merasa masih belum dapat memberikan yang lebih kepada mereka, akan tetapi aku akan melakukan yang terbaik untuk ketiga adikku. Diriku ibarat bunga 'mekar tak berputik,' tampak indah terlihat tetapi seperti kurang sedikit sentuhan pernak-pernik.

Aku kembali bekerja dan menyelesaikan berkas-berkas yang menumpuk di atas meja kerjaku. Tidak terasa sudah pukul 16.30 wib, aku merapikan meja kerja dan segera keluar kantor untuk pulang menuju rumah. Sesampainya di rumah, aku melihat Mita terlihat tertunduk lesu, seperti ada sesuatu yang dipikirkannya. Aku pun segera menghampirinya lalu menanyakan perihal yang sedang dipikirkan Mita."Apa yang sedang kamu pikirkan Mita, wajahmu terlihat lesu begitu, apakah ada sesuatu yang telah terjadi di sekolahmu tadi, ya? Aku mencoba mencari tahu apa yang telah terjadi dengan Mita. Dengan sedikit gugup Mita menjawab pertanyaan yang sedang aku ajukan. "A..a...anu kak...ah ti..ti..dak apa-apa, cu..cu..ma...cuma ada yang ingin Mita sampaikan kak berkenaan dengan teman sekelas Mita," jawab Mita dengan sedikit gugup. Aku berusaha menanyakan dan memberikan kesempatan kepada Mita untuk mengungkapkan segala permasalahan yang dialaminya di sekolah. Aku memposisikan diri seolah-olah seorang ibu yang mendengarkan keluh kesah buah hatinya.

Mita tampak sedikit tersenyum kembali setelah mendengarkan nasihat dan semangat yang aku berikan padanya. Gadis cilik itu membuat hatiku terharu, sehingga tak dapat membendung air mataku ini. Seandainya ayah dan ibuku masih berada di tengah-tengah kami, tentunya Mita dapat merasakan kasih sayang dan perhatian yang lebih dari mereka. Aku pun segera beranjak menuju ke dapur untuk memasak menu makanan yang akan dinikmati malam nanti. Aku dan Mira, adikku yang masih duduk di bangku SMA selalu membantuku memasak di dapur. Memang Mira sepertinya memiliki bakat memasak. Bahkan masakan yang diolahnya sangat lezat, seperti masakan almarhumah ibuku saat masih berada di tengah-tengah kehidupan kami. Aku sangat bangga memiliki adik-adik yang mampu dan mengerti kondisi keluarga tanpa mengharap belas kasihan orang lain. Terkadang tetanggaku merasa heran dan juga salut akan kekompakan kami dalam berbagi tugas dan pekerjaan di rumah.

Lain halnya dengan Mila, ia selalu bertugas membersihkan rumah sehingga kelihatan tampak bersih. Aku sangat bahagia karena memiliki adik-adik perempuan yang rajin dan mengerti akan pekerjaan masing-masing. Jika dilihat kondisi saat ini jarang ditemukan anak seusia ketiga adikku itu mengerti akan tugas di rumah. Anak-anak seusia mereka lebih banyak berkumpul-kumpul di kafe ataupun pusat perbelanjaan dibandingkan membantu meringankan pekerjaan orangtuanya di rumah.

Sepintas aku menatap wajah ketiga adikku dengan sedikit rasa khawatir. Aku merasa ada hal yang harus ku sampaikan kepada mereka bertiga, tentang rumah yang kami tempati sekarang ini. Rumah yang menyimpan kenangan terindah. Rumah yang telah memberikan semangat kepadaku, untuk terus menjalani segala suka duka setelah ayah dan ibuku tiada. Rencananya rumah yang kami tempati ini, akan dijadikan kawasan jalur hijau kota. Aku dan adikku harus secepatnya mencari rumah, yang akan dijadikan tempat kami berteduh dan bernaung sebelum dilakukan penggusuran oleh pihak aparatur desa.

Aku dengan sedikit gugup memanggil ketiga adikku untuk menginformasikan berita yang akan ku sampaikan. Betapa terkejutnya ketiga adikku, ketika mereka mengetahui perihal akan digusurnya rumah tempat tinggal kami. Aku hanya pasrah dan tetap menguatkan adik-adikku untuk tetap ikhlas dan merelakan kenangan indah di rumah ini. Dengan berat hati dan wajah yang tersimpan kesedihan, aku dan adikku menyusun satu per satu barang-barang yang nantinya aan kami bawa dan meninggalkan rumah ini.

Waktu pun terus berlalu, hari yang tak terlupakan bagiku dan ketiga adik-adikku akhirnya terjadi. Rumah yang menyimpan segala keindahan, canda dan tawa dirubuhkan oleh mesin buldozer. Memang ada beberapa kepala keluarga yang harus menerima kepedihan hati seperti yang aku dan adik-adikku rasakan. Jerit tangis pun memecah suasana haru sesaat rumah-rumah dirubuhkan. Aku memeluk ketiga adikku sembari menenangkan perasaan sedih di jiwa mereka.

Aku dan beberapa warga lainnya pun meninggalkan lokasi rumah yang telah rata dengan tanah. Aku dan beberapa warga dengan penuh kesedihan tetap berusaha tegar. Beginilah nasib rakyat kecil yang harus menerima apa pun yang terjadi, suka atau tidak suka harus tetap merasakan kepahitan hidup. Tanpa ada kekuatan untuk melawan, walau sebenarnya hati kecewa. Kini aku dan ketiga adikku tetap harus berjuang, untuk hidup ke masa depan yang lebih baik. Kesedihan ini tidak akan terus berlarut-larut. Aku dan ketiga adikku akan terus optimis untuk meniti kehidupan dengan semangat dan saling melindungi hingga akhir napas nanti.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun