Mohon tunggu...
Ali Arief
Ali Arief Mohon Tunggu... Seniman - Seniman

Saya berasal dari Kota Medan...berkarya dan berkreativitas dibutuhkan kemauan dan keyakinan untuk tetap konsisten di jalur kejujuran dan kebenaran...tetap belajar memperbaiki diri...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menanti Kejujuran

19 Januari 2020   09:32 Diperbarui: 19 Januari 2020   09:33 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika dunia pendidikan dihadapkan dengan kondisi yang semakin hari semakin tidak menentu, guru diarahkan untuk menanamkan nilai kejujuran pada peserta didik di dalam pembelajaran. Seakan berbeda dengan kondisi yang terjadi di bumi pertiwi ini. Kejujuran dianggap barang langka. Kejujuran hanya pantas untuk mereka yang berpendidikan rendah dan berpenghasilan pas-pasan saja. Kejujuran hanya dijadikan topeng, ketika media massa meliput dan mengekspos aktivitas pribadi yang dapat menaikkan citra di mata publik.

Kejujuran juga tidak lagi ditampilkan di dalam keluarga. Ayah dan ibu bahkan generasi harapan mendahulukan kebohongan dibandingkan dengan kejujuran. Kebohongan menjadi pakaian sehari-hari. Kebohongan dianggap lebih tren ditampilkan dan diucapkan. Kebohongan terus menutupi nilai kejujuran.

Di lingkungan masyarakat, kejujuran tidak menjadi prioritas. Kejujuran hanya sebatas bingkai dalam menarik simpatik individual ke sebuah kelompok atau golongan. Kejujuran tidak lagi menjadi topik utama dalam kegiatan bermasyarakat. Kejujuran seperti tidak memiliki tempat yang spesial untuk digaungkan, sehingga oknum masyarakat yang tidak berhak menerima bantuan pun harus berkamuflase dengan kejujuran.

Di dunia usaha dan dunia kerja, kejujuran hampir tak lagi terlihat. Kejujuran seakan penghambat untuk meraup keuntungan ganda. Kejujuran disembunyikan saat propaganda produk disosialisasikan kepada konsumen. Kejujuran hanya bersifat semu. Kejujuran terpatri dengan jargon 'asal bapak senang'.

Di dunia Perpolitikan, tidak terlepas dari kepribadian dan kesadaran para politikus untuk mengaplikasikan kejujuran di atas kepentingan kelompok ataupun golongan. Politikus yang menempatkan nilai kejujuran di dalam bersidang harus tersingkir dari dunia politik. 

Politikus yang bekerja dengan hati nurani dan kejujuran dianggap tidak layak dipertahankan. Politikus dalam berpolitik lebih mengutamakan kebohongan kepada publik dibandingkan menggaungkan program kerja dan pencapaian hasil dengan mengutamakan kejujuran. 

Di dunia peradilan, nilai kejujuran pun terkikis oleh lembaran-lembaran kepentingan. Hakim, jaksa, pengacara tak mampu untuk mendahulukan hakikat kejujuran. 

Terkadang, kejujuran hanya tersimpan pada pasal-pasal tertentu yang imbasnya akan memengaruhi rasa keadilan bagi mereka yang lemah, menguntungkan bagi mereka yang kuat dan mempunyai pengaruh yang besar. Tentunya, kejujuran akan terus dipertanyakan di saat kasus disidangkan di depan publik di ruang meja hijau.

'Menanti kejujuran harapkan kepastian, hanya itu yang harus aku lakukan', lirik lagu inilah yang telah dipopulerkan Ahmad Albar melalui grup bandnya Gong 2000. Hanya sebuah harapan yang dinanti banyak orang yaitu kejujuran. 

Kejujuran yang menjadi dasar dalam berkata dan bertindak. Kejujuran yang harus terus dialirkan dalam berbangsa dan bernegara. Kejujuran yang menjadi pencapaian hasil akhir bukan sekadar impian semu. Kejujuran yang menuntun generasi dan pemimpin negeri ini menjadi berkarakter serta berpikir cerdas, aamiin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun