Mohon tunggu...
Ali Muakhir
Ali Muakhir Mohon Tunggu... Penulis - (Penulis Cerita Anak, Content Writer, dan Influencer)

Selama ini ngeblog di https://www.alimuakhir.com I Berkreasi di IG @alimuakhir I Berkarya di berbagai media dan penerbit I (cp: ali.muakhir@gmail.com)

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

JNE Membuat Pelanggan Makin Percaya pada Batik Pelangi

8 Desember 2018   23:47 Diperbarui: 9 Desember 2018   01:36 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wildan Nugraha Sedang Menunjukan Batik Paling Laku yang Dijualnya (Foto Ali)

Berawal dari keprihatinan terhadap kaum milenial, yang tidak jarang menganggap batik sebagai jenis kain yang dianggap jadul, suami istri Wildan Nugraha (36th) dan Ade Fariyani (30th) tergerak untuk mengenalkannya kembali kepada mereka.

Wildan dan Ade kemudian membuka usaha Batik Pelangi sebagai jalan untuk mengenalkan batik kepada kaum milenial pada Bulan Oktober 2014.

"Kalau bukan kita, siapa lagi, Mas?" kata Wildan saat ditemui di toko yang sekaligus menjadi tempat tinggalnya di Jalan Caladi No. 25 Bandung. "Padahal, batik itu sudah dianggap sebagai salah satu warisan budaya oleh Unesco," lanjutnya.

Toko Batik Pelangi (Foto Ali)
Toko Batik Pelangi (Foto Ali)
Kini, setelah Batik Pelangi berjalan kurang lebih empat (4) tahun, apa yang diusahakan mereka pun dilirik kaum milenial. Pelanggannya tidak hanya dari Bandung, Jakarta, Tangerang, melainkan juga dari hampir seluruh kota di Indonesia.

Batik Pelangi focus menjual Batik Parahyangan karena mereka berdua tinggal di Bandung yang notabene dikenal sebagai tahan Parahyangan. Selain itu karena Batik Parahyangan warna-warnanya menarik kaum milenial. Warna-warna pastel yang soft.

Batik Parahyangan yang Dijual Batik Pelangi (Foto Ali)
Batik Parahyangan yang Dijual Batik Pelangi (Foto Ali)
Awalnya Dipertanyakan

Jualan batik? Pertanyaan pendek diiringi kernyitan dahi bernada nyinyir  tersebut pada awal-awal usaha sering mampir di telinga Wildan dan Ade. Beruntung sekali, suami istri yang telah dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Ancala Halimun (1th) tersebut menjadikan pertanyaan tersebut sebagai cambuk untuk membesarkan Batik Pelangi.

Karena Batik Pelangi sementara ini focus pada Batik Parahyangan, hampir setiap minggu Wildan dan Ade keliling Kota Garut, Kota Tasikmalaya, dan Kota Cirebon untuk menemui para pengrajin batik. Selain mencari motif-motif batik yang bisa dipasarkan juga merangkul mereka untuk bersinergi.

Tentu saja saat memulainya tidak mudah, tetapi karena Wildan dan Ade yakin, apa yang dilakukan ada manfaatnya, mereka terus jalan. Mereka bahkan ikut kelas bisnis supaya usahakanya berjalan.

"Kain batik itu unik, beda dengan jenis kain yang lain," ungkap Wildan saat ditanya tantangan usaha batiknya. "Dari sisi bisnis, potensinya besar karena pasarnya sangat luas. Tinggal bagaimana kita menjalankannya," lanjutnya.

Pembeli yang Datang ke Toko Batik Pelangi (Foto Ali)
Pembeli yang Datang ke Toko Batik Pelangi (Foto Ali)
Selain itu, tantangan lainnya karena batik dimuat secara handmade maka sangat tergantung dengan cuaca, jadi kalau ada pesaran dengan partai besar harus sabar. Tantangan lainnya karena banyaknya kain bercorak batik yang dibuat massal sehingga harganya jauh lebih murah dibanding batik tulis yang dijual Batik Pelangi.

"Kalau orang yang tahu batik, kain-kain bercorak batik itu tidak disebut batik, melainkan kain bercorak batik," jelas Wildan. "Kalau batik, pasti dibuat manual alias handmade. Maka wajar jika harganya lebih mahal," imbuhnya.

Karena dari awal niatnya ingin kembali mengenalkan kepada kaum milenial, Wildan dan Ade tak putus asa. Mereka kemudian memasarkan batik-batiknya melalui media sosial seperti Instagram, Facebook, dan Web. Pelan-pelan pasar mulai mengetahui keberadaan Batik Pelangi. Mereka pun kemudian kepo hingga akhirnya membeli.

Karena kualitas kain yang ditawarkan baik, tak jarang pembeli melakukan repeat order. Hingga, tanpa terasa, setelah kurang lebih empat (4) tahun berjalan, usahanya pun bisa dibilang cukup berhasil.

"Kalau ditanya omset, setiap bulan masih kecil sih, antara 20 hingga 30 juta perbulan," jelas Wildan. "Kita terus berusaha untuk meningkatkan omset, selain dengan cara memperbaiki management juga pengembangan produk. Kita mulai memproduksi baju batik, bekerja sama dengan para penjahit," pungkasnya.

Pelanggan Batik Parahyangan saat ini tidak hanya di Indonesia, malainkan juga dari luar negeri seperti Malaysia. Mereka selain membeli secara online, juga sering datang ke toko.

Batik Pelangi Mulai Membuat Baju Jadi (Foto Ali Muakhir)
Batik Pelangi Mulai Membuat Baju Jadi (Foto Ali Muakhir)
Peran JNE

Karena Batik Pelangi sebagian besar pelanggannya adalah kaum milenial yang belanjanya melalui media daring, Wildan dan Ade selalu mengandalkan jasa kiriman terpercaya. Apalagi kalau bukan jasa pengiriman JNE?

"Dari awal membangun Batik Pelangi sudah menggunakan JNE," jujur Wildan, "Bahkan sembilan puluh persen (90%) dari order yang kita terima pengirimannya menggunakan JNE. Sepuluh persennya (10%) baru jasa pengiriman lain," terang Wildan.

Wildan merasa layanan yang diberikan JNE sangat membantu usahanya. Selain karena harganya bagus, pengirimannya relatif cepat, bisa di-tracking, dan kalau ada masalah bisa komplain.

"Walau pun komplain juga sangat jarang, sih," katanya sambil tertawa senang karena mendapat notifikasi dari JNE, batik-batik orderan pelanggannya yang kemarin baru dikirim sudah sampai di tangan konsumen dengan aman. JNE membuat pelanggannya makin percaya pada Batik Pelangi.

Alhamdulillah ... semoga usahanya lancar ya, Mas!


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun