Mohon tunggu...
Alhawaris
Alhawaris Mohon Tunggu... Dosen - Bontang, Kalimantan Timur, Indonesia

Dosen FK Universitas Mulawarman

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Meneropong Dunia Kuman Lebih Dekat

17 Agustus 2019   02:04 Diperbarui: 18 Agustus 2019   06:08 900
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kuman. (sumber: iflscience.com)

Kuman, Tak Semuanya Berbahaya dan Tak Semuanya Harus Diselesaikan dengan Antibiotik 

Mendengar kata kuman, pikiran kita akan tertuju pada sesuatu yang menular, menyebabkan penyakit, dan pasti sangat berbahaya. Wajar saja karena realitanya memang demikian dari apa yang pernah kita dengar selama ini.

Darimana lagi kita akan mendengar istilah tersebut selain dari orang-orang yang berkecimpung dalam bidang kesehatan? Ketika kita mendengar istilah kuman tersebut dari penjelasan mereka, selalu yang kita tangkap adalah keterkaitannya dengan suatu penyakit, bahkan terkadang terdengar begitu mengerikan hingga kita selalu berharap kuman tersebut tidak akan pernah singgah di tubuh kita.  

Namun beberapa tahun terakhir, dengan kemudahan akses informasi, banyak di antara kita yang sudah mulai mengetahui sisi lain tentang kuman yang ternyata tidak selalu bernuansa negatif. 

Apalagi iklan-iklan produk yang hadir di berbagai media mulai memperkenalkan istilah "kuman baik". Misalnya iklan minuman probiotik yang menghadirkan "kuman baik" yang bermanfaat bagi tubuh, khususnya pada organ pencernaan.

Apakah memang benar bahwa kuman selalu bersifat buruk atau membahayakan? Lantas mengapa ada istilah kuman baik?  

Dalam dunia sains, istilah yang lebih paten dipakai untuk menggantikan kata kuman adalah mikroorganisme atau mikroba. Istilah mikroorganisme atau mikroba itu sendiri merujuk kepada makhluk hidup berukuran mikron (1 mikron = 0,000001 atau 10-6 meter). Begitu kecilnya, hingga kita harus menggunakan alat bantu berupa mikroskop untuk melihatnya. 

Sementara itu, istilah kuman yang digunakan untuk khalayak umum sering bermakna negatif karena terkait dengan suatu penyakit, khususnya penyakit infeksius dan menular.

Mikroorganisme sendiri terdiri atas beberapa jenis, yaitu bakteri, virus, dan jamur/fungi. Bidang ilmu yang mempelajarinya adalah mikrobiologi. Ada lagi jenis yang lain yaitu protozoa. 

Namun jenis ini dimasukkan ke dalam bidang ilmu parasitologi, bukan mikrobiologi karena ada beberapa perbedaannya dari ketiga jenis mikroorganisme lain yang telah disebutkan sebelumnya.

Bakteri

Mata dan telinga kita, penduduk Indonesia pasti sudah tak awam lagi dengan penyakit tuberkulosis, kusta, tetanus, tipes, dan batuk rejan. Apalagi di negara kita yang beriklim tropis, penyakit tersebut sering sekali kita dengar karena sering menjadi perbincangan. 

Penyakit-penyakit tersebut merupakan contoh penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Contoh lainnya dari infeksi bakteri adalah jerawat yang timbul pada wajah yang juga terdapat keterlibatan aktivitas bakteri di dalamnya, yaitu bakteri Propionibacterium acnes. 

Termasuk masalah gigi yang sering kita jumpai, misalnya karies yang disebabkan oleh bakteri Streptococcus mutans. Dibandingkan dengan jenis mikroorganisme lainnya, bakteri lah yang memiliki spesies atau anggota keluarga terbanyak.

Virus  

Lebih kecil ukurannya dari bakteri, jenis mikroorganisme ini sangat ditakuti oleh orang banyak, termasuk di kalangan praktisi kedokteran atau kesehatan. Tak ada satupun virus yang mendapat status "kuman baik" karena sifatnya yang selalu pathogen (menyebabkan penyakit) pada inangnya (manusia, hewan, dan tumbuhan).

Yang perlu kita ketahui tentang inang virus adalah tempat yang pas dan mendukung untuk kelangsungan hidup virus. Inang tersebut merupakan bagian-bagian tubuh pada manusia, hewan dan tumbuhan. 

Untuk bisa menginfeksi inangnya, maka virus membutuhkan reseptor yang berada pada inang. Dengan kata lain, reseptor merupakan tempat mendarat yang sesuai untuk virus sebelum mulai menjalani siklus hidupnya pada inangnya.

Catatan petingnya lainnya adalah "beda virus beda pula inangnya". Contoh penjelasannya seperti ini, virus dengue (penyebab demam berdarah) apabila berada dalam tubuh manusia maka akan menyebabkan penyakit, namun tidak menyebabkan apa-apa jika berada di tubuh nyamuk Aedes aegypti. 

Hal tersebut terjadi karena manusia memiliki "tempat mendarat" yang pas (reseptor) untuk virus dengue, sementara nyamuk tidak.

Setelah mendarat itulah, virus dengue mulai menjalankan siklus kehidupannya di tubuh inangnya (manusia) dan menyebabkan penyakit sedangkan pada tubuh nyamuk tidak terdapat reseptor sehingga virus dengue tidak melakukan apa-apa untuk kelangsungan hidupnya.

Penyakit lainnya seperti hepatitis B, hepatitis C, AIDS, influenza, flu burung, cacar, campak, dan polio adalah beberapa contoh penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus.

Pengobatan untuk infeksi virus relatif sangat sulit karena sejumlah anggota dari keluarga besar virus mudah mengalami mutasi (perubahan genetik) sehingga obat menjadi tidak efektif karena virus yang menjadi target obat telah mengalami perubahan. 

Pada akhirnya, kondisi kekebalan tubuh (sistem imun) manusia menjadi kunci utama untuk melenyapkan virus yang telah menginfeksi tubuh. Oleh sebab itu, menjaga kesehatan tubuh dengan didukung asupan gizi yang baik berpotensi melindungi tubuh dari infeksi virus.

Jamur/Fungi

Panu, kadas, kurap adalah deretan kata yang sering kita dengar berkaitan dengan masalah kulit. Ketiga penyakit kulit tersebut disebabkan oleh infeksi fungi. 

Dalam dunia medis, penyakit-penyakit tersebut digolongkan dalam penyakit mikrosis superfisial, yaitu infeksi fungi yang menyerang daerah kuku, kulit dan rambut. 

Hal ini biasanya berkaitan dengan pola hidup seseorang yang kurang memperhatikan kebersihan. Misalnya menggunakan handuk secara bergantian dan tidak menjemurnya dengan baik. Lingkungan yang lembab menjadi tempat favorit pertumbuhan fungi.

Istilah penyakit lainnya berkaitan dengan fungi yaitu mikosis sistemik, yaitu infeksi fungi pada organ-organ dalam tubuh. Contoh penyakitnya adalah kandidiasis yang disebabkan oleh fungi Candida spesies. 

Penyakit ini ditandai dengan munculnya bercak-bercak putih seperti kapas pada lidah atau rongga mulut. Pada wanita, penyakit ini juga sering muncul pada daerah intim. Penyakit ini dapat muncul pada penderita dengan ganggguan kekebalan tubuh, misalnya pada penderita AIDS.       

Protozoa

Jenis mikroorganisme ini juga jarang mendapat predikat kuman baik sebab umumnya infeksius yakni menyebabkan penyakit apabila berada pada tubuh manusia. Sebut saja penyakit malaria yang disebabkan oleh protozoa Plasmodium sp. yang dibawa oleh nyamuk Anopheles sp.

Penyakit lainnya yang disebabkan oleh mikroorganisme jenis ini antara lain disentri (infeksi Entamoeba histolytica), Toksoplasmosis (infeksi Toxoplasma gondii), keputihan pada oragn intim wanita (infeksi Trichomonas vaginalis) dan lain sebagainya.

Tidak Semua Mikrorganisme Berbahaya

Meskipun kehadiran mikroorganisme sering menyebabkan penyakit pada manusia bahkan pernah tercatat membawa dampak yang lebih besar bagi orang banyak berupa wabah, seperti pada kasus KLB (Kejadian Luar Biasa), namun tidak secara mutlak bersifat membahayakan. Beberapa mikroorganisme bahkan mendapat gelar "kuman baik" karena bisa dimanfaatkan untuk tujuan tertentu.

Di bidang industri makanan dan minuman misalnya, kita tentu pernah mendengar merek dagang yakult dan nata de coco dimana keduanya dibuat dengan bantuan bakteri, yaitu Lactobacillus casei untuk pembuatan yakut dan Acetobacter xylinum untuk pembuatan nata de coco. 

Begitu juga dengan beberapa spesies dari golongan jamur/fungi yang dimanfaatkan untuk pembuatan tahu, tempe, tape serta makanan fermentasi lainnya.

Di bidang lainnya juga, seperti pertambagan, protozoa Foraminifera digunakan fosilnya sebagai petunjuk dalam pencarian sumber daya minyak, gas alam atau mineral lainnya.

Di dalam tubuh sendiri juga terdapat "kuman baik" yang dikenal dengan istilah flora normal. Pada dasarnya, flora normal merupakan mikroorganisme (kecuali virus) yang hidup menetap dan berkembang biak pada bagian tubuh tertentu manusia dan tidak menyebabkan penyakit. 

Flora normal tersebut ada yang bersimbiosis mutualisme (hubungan saling menguntungkan) maupun komensalime (salah satunya untung dan yang lain tidak dirugikan) terhadap manusia.

Namun yang perlu dicatat, flora normal ini bisa berubah memnjadi berbahaya jika berada pada bagian tubuh lainnya yang bukan habitat awalnya pada tubuh manusia. 

Misalnya bakteri-bakteri yang hidup di permukaan kulit. Bakteri-bakteri tersebut dapat berperan dalam menghalangi bakteri buruk masuk melalui pori-pori kulit. Namun apabila terjadi luka dan bakteri-bakteri penghuni permukaan kulit tersebut masuk ke sirkulasi darah, maka yang pada awalanya berupa flora normal, justru bisa berubah menjadi berbahaya bagi kesehatan kita.

Bijak dengan Antibiotik

Sering sekali kita mendengar kasus seseorang yang mengalami peradangan bahkan flu, lalu diberikan solusi berupa pemberian antibiotik oleh anggota keluarga atau orang yang dikenalnya. Mendadak menjadi dokter ahli namun tak paham bahaya penggunaan antibiotik apabila tidak mengikuti petunjuk yang benar.

Antibiotik yang digunakan serampangan bisa menyebabkan flora normal yang sering mendatangkan manfaat bagi tubuh akan menjadi mati atau berkurang kuantitasnya pada tubuh sehingga mikroorganisme berbahaya yang bisa dicegah oleh flora normal tersebut menjadi lebih leluasa menginfeksi tubuh.

Bahaya lainnya yang mengintai adalah munculnya kasus resistensi mikroorganisme terhadap obat. Artinya, mikroorgansime berbahaya yang seharusnya bisa dimatikan mengggunakan antibiotik sesuai standar, justru menjadi kebal atau tidak mengalami efek apa-apa terhadap obat yang diberikan. Kasus resistensi justru berpotensi membawa pada kasus yang fatal yang mungkin akan sulit untuk ditangani.

Kasus lainnya seperti penderita influenza (infeksi virus) yang diberikan antibiotik, maka hal tersebut adalah kesalahan besar sebab antibiotik penggunaannya tidak ditujukan untuk virus. Virus penyebab influenza tentu saja tidak akan merasakan efek apa-apa dari pemberian antibiotik.

Oleh karena itu, penggunaan antibiotik sepatutnya mengikuti petunjuk yang diberikan oleh ahlinya. Cara konsumsinya pun harus dituntaskan sesuai resep yang diberikan dan tak boleh dihentikan di pertengahan hanya karena alasan tubuh kita sudah merasa baik. Hal ini untuk menhindari kasus resistensi antibiotik.

Penyedia obat-obatan pun tidak boleh menjual secara bebas antibiotik kepada masyarakat umum. Permintaan akan antibiotik oleh penderita atau pasien harus mengikuti alur yang benar.

Edukasi terhadap masyarakat terkait penggunaan antibiotik merupakan tangggung jawab kita bersama khususnya para pelaku di bidang medis agar masyarakat bisa bijak terhadap penggunaan antibiotik maupun obat-obatan demi menciptakan masyarakat yang sehat dan negara yang kuat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun