Mohon tunggu...
Alhawaris
Alhawaris Mohon Tunggu... Dosen - Bontang, Kalimantan Timur, Indonesia

Dosen FK Universitas Mulawarman

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Menelusuri Potensi Tanaman Endemik Borneo Berkhasiat Obat Anti Kanker

11 Agustus 2019   19:53 Diperbarui: 12 Agustus 2019   20:36 4385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: vebma.com

Penyakit kanker telah menyita perhatian dunia selama beberapa dekade hingga saat ini. Data dari WHO menunjukkan bahwa angka kematian pada tahun 2018 disebabkan oleh kanker diperkirakan 9,6 juta kasus. 

Enam jenis kanker dengan kasus terbanyak berturut-turut adalah kanker paru-paru, kanker payudara, kanker kolorektal, kanker prostat, kanker kulit, dan kanker lambung. Sedangkan 5 jenis kanker dengan kasus kematian tertinggi adalah kanker paru-paru, kanker kolorektal, kanker lambung, kanker hati, dan kanker payudara.

Tingginya angka kematian akibat penyakit kanker menuntut upaya optimal dari berbagai pihak, khususnya di bidang kedokteran, farmasi, atau kesehatan untuk menemukan formula efektif yang dapat digunakan untuk mengobati kanker hingga tuntas. Termasuk di antaranya adalah dengan memanfaatkan tanaman-tanaman berpotensi sebagai obat anti kanker yang diperoleh dari berbagai wilayah.

Beberapa waktu lalu, nama Indonesia pada umumnya serta Pulau Borneo khususnya kembali diharumkan oleh anak-anak terbaiknya.

Dua remaja putri Dayak asal Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah berhasil merebut medali emas pada kompetisi World Invention Creativity Olympic (WICO) 2019 di Seoul, Korea Selatan. 

Kedua remaja tersebut, Aysa Aurealya Maharani dan Anggina Rafitri yang saat ini berstatus sebagai siswi di SMAN 2 Kota Palangka Raya telah membuktikan dan memperkenalkan tumbuhan Akar Bajakah sebagai obat kanker.

Sebagaimana dikutip dari laman kaltengpos.co, keduanya memaparkan bahwa munculnya ide penelitian tersebut berawal dari keberhasilan salah satu anggota keluarga rekan mereka untuk sembuh dari kanker payudara setelah mengonsumsi Akar Bajakah selama tiga bulan. 

Hal ini pun didukung dari pemaparan sejumlah warga etnis setempat yang meyakini dan telah membuktikan secara empiris khasiat Akar Bajakah untuk mengobati kanker payudara. 

Hasil penelitiannya tersebut kini telah dikemas dalam bentuk produk berupa bubuk Akar Bajakah yang dapat dikonsumsi layaknya minum teh seduh.

Pulau Borneo memang menyimpan kekayaan alam yang beragam. Tidak hanya seputar pertambangan saja, keanekaragaman tanaman juga ikut menghiasi Pulau Borneo sebagai anugrah Tuhan yang patut disyukuri, dipelihara, serta dilestarikan sebagaimana mestinya. 

Di antara seluruh tanaman yang lestari di tanah Borneo, beragam pula yang telah menyumbangkan manfaat bagi kehidupan manusia, khususnya dalam permasalahan kesehatan. 

Khasiatnya sebagai obat telah lama dirasakan sendiri oleh penduduk asli Borneo maupun etnis lain yang tiba kemudian dan hidup berdampingan dengan pribumi setempat. 

Hal itulah yang kini menarik perhatian para peneliti untuk menganalaisis berbagai kandungan dan khasiat tanaman-tanaman tersebut, terutama dalam mengobati kanker.

Bawang Dayak atau Bawang Tiwai (Eleutherine palmifolia (L) Merr), salah satu tanaman yang dapat dijumpai dengan mudah di Pulau Borneo, saat ini mulai tak asing lagi terdengar di telinga penduduk Indonesia. Khasiatnya untuk mengobati berbagai penyakit, baik penyakit infeksi maupun degeneratif, kini telah gencarnya dipelajari dan diteliti. 

Khasiat tanaman ini sebagai antikanker pun telah dibuktikan melaui penelitian yang dilakukan oleh Roihatul Mutiah, Anik Listyana, dan Arif Suryadinata dari Fakultas Ilmu Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang.

Dalam penelitian tersebut menunjukkan bahwa ekstrak etanolik Bawang Dayak (dikenal juga dengan nama Bawang Sabrang) dapat menghambat secara selektif pertumbuhan sel kanker serviks (sel HeLa). Hal tersebut berarti bahwa Bawang Dayak berpotensi memiliki kemampuan sebagai obat anti kanker terhadap kanker serviks yang secara khusus menyerang kaum Hawa.

Dikutip dari laman poskaltim.com, salah seorang Guru Besar Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman Samarinda, Bernatal Saragih mengungkapkan bahwa senyawa aktif yang terkandung dalam Bawang Dayak mampu menghancurkan sel-sel kanker. Kandungan senyawa aktif tersebut antara lain alkaloid, steroid, glikosida, fenolik, flavonoid, tannin dan saponin. 

Selain itu, Bawang Dayak juga mengandung antioksidan yang berkhasiat mencegah penuaan dini. Saat ini, bawang dayak telah diperjual-belikan secara luas, baik sebagai tanaman yang utuh maupun telah dikemas dalam bentuk irisan-irisan kering yang dapat diseduh dengan air hangat.

Sarang Semut (Mymercodia sp.) merupakan nama tanaman endemik Borneo lainnya yang juga memiliki efek anti kanker. Penelitian yang dilakukan oleh Harun Ahmad dari Universitas Hasanuddin beserta rekannya membuktikan bahwa tanaman sarang semut dapat menghambat pertumbuhan dan pembelahan sel-sel lymphoma Burkitt. 

Berdasarkan pustaka, lymphoma Burkitt merupakan kanker yang menyerang sistem limfatik di mana sistem ini memiliki peran utama dalam fungsi kekebelan tubuh terhadap penyakit.  

Tanaman Sarang Semut ini juga dapat dijumpai di pulau lainnnya di luar Borneo dan sudah dikenal luas oleh penduduk Indonesia. Tanaman ini bersifat epifit, yakni hidup menempel pada tanaman lainnya namun tidak bersifat parasit pada tanaman yang ditumpanginya. Kita pun dapat memperolehnya dengan mudah sebab telah dikemas dan diperjual-belikan secara umum.

Tak kalah berkhasiatnya dengan tanaman endemik lainnya di daratan Pulau Borneo, salah satu tanaman terkenal lainnya yang berkhasiat sebagai obat anti kanker adalah Tahongai (Kleinhovia hospita L.). 

Tanaman ini dikenal juga dengan nama Katimahar atau Kimau (Melayu), Katimanga atau Katimoho (Jawa), Tangkele (Sunda), Pali (Bugis), Paliasa (Makassar), Ndokulo (Sulawesi Tenggara), Kadanga (Flores), dan lainnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Enos Tangke Arung dari Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman Samarinda beserta rekan lainnya membuktikan bahwa ekstrak daun Tahongai bersifat sitotoksik (merusak sel) dalam level menengah terhadap sel-sel kanker hati (HepG2) secara invitro (percobaan di luar tubuh). 

Hasil lainnya juga menunjukkan bahwa daun Tahongai memiliki antioksidan yang cukup tinggi. Berkat usahanya pula, bekerja sama dengan salah satu perusahaan herbal di Kota Samarinda, kini tanaman Tahongai telah bisa dinikmati dalam bentuk teh celup.

Sementara itu, hasil penelitian Nurhidayah bersama tiga rekannya dari Fakultas MIPA Universitas Haluoleo Kendari dengan menggunakan ekstrak jaringan kayu batang tanaman Tahongai telah membuktikan adanya aktivitas penghambat terhadap pertumbuhan sel leukemia murin (P388). 

Leukimia sendiri didefinisikan sebagai penyakit yang ditandai adanya akumulasi leukosit (sel darah putih) ganas dalam sum-sum tulang dan darah. Kedua penelitian tersebut membuktikan bahwa tanaman Tahongai memiliki sifat anti kanker.

Tambahan lagi terkait tanaman endemik Pulau Borneo yang dianggap memiliki aktivitas anti kanker, yaitu tanaman akar kuning (Fibraurea chloroleuca). 

Tanaman ini termasuk tanaman yang sulit dicari namun  dapat tumbuh di hutan Borneo sehingga dianggap sebagai salah satu tanaman khas Borneo. 

Penelitian terkait tanaman ini masih sedikit dan artikel ilmiah yang mengulasnya pun masih sulit kita temukan. Dalam situs milik Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Palangka Raya disampaikan bahwa tanaman ini juga memiliki senyawa aktif yang memiliki efek anti kanker, khususnya kanker hati.

Masih banyak lagi tanaman lainnya dari daratan Borneo yang dipercaya dan dianggap memiliki efek positif dalam menyembuhkan penyakit kanker. 

Tidak hanya kanker saja, penyakit lainnya, dari yang dianggap relatif ringan hingga berat, seperti infeksi HIV juga dipercaya dapat ditangani dengan pemberian tanaman obat endemik Borneo. 

Sebut saja tanaman Angsana (Pterocarpus indicus), Bintangur (Calophyllum lanigerum), Hanjalutung (Alstonia scholaris L), Tengkawang (Shorea sp.), Ulin (Eusideroxylon zwageri T. et B.) dan lain sebagainya masih dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai bahan obat-obatan tradisional. 

Penjelasan berbagai macam khasiat tanaman-tanaman tersebut pun masih hanya sebatas hipotesis sementara yang didasarkan atas pengalaman empiris penggunanya. Penelitian berkelanjutan mengenai tanaman endemik di Kalimantan masih perlu digalakkan.

Mengingat betapa beranekaragamnya tanaman berkhasiat obat di tanah Borneo, selayaknya pula generasi penerus bangsa di pulau Borneo maupun negeri ini menggali informasi lebih masif, meneliti, dan menganalisis khasiat tanaman-tanaman tersebut dan mempublikasikannya kepada khalayak umum. 

Diharapkan hal ini juga dapat didukung secara optimal oleh para pemangku pemerintahan di negeri ini. Sudah sepatutnya anak-anak bangsa di negeri ini mendapat dukungan penuh dalam mengkaji secara ilmiah dan mempublikasikan keanekaragaman dan kekayaan alam yang telah dianugerahkan dan diamanahkan Tuhan kepada mereka sejak lahir. 

Hasil publikasi tersebut diharapkan dapat menjadi kekayaan intelektual milik bangsa ini yang bisa menjadi kebanggaan di mata dunia. 

Jika bukan kita sebagai anak bangsa yang memperhatikannya, haruskah "pihak luar" yang mengambil alih, mendokumentasikan, mempublikasikan bahkan mematenkannya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun