Mohon tunggu...
Lana Ancala
Lana Ancala Mohon Tunggu... Freelancer - Berjalan | Bercerita | Berbagi

Seorang pembual yang gemar menyulap derita menjadi cerita. Tadinya sih mau jadi playboy, tapi ternyata masih kurang ganteng dan tajir.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan di Belantara Cinta

13 Desember 2019   06:26 Diperbarui: 13 Desember 2019   06:30 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Nafasnya tidak pernah tersengal-sengal, selalu saja hebat dalam berbagai permainan. Aku sebagai tokoh utama serba tahu tidak pernah ingin mengerti jurus apa yang digunakan hujan untuk menyenangkan sang bumi. Yang aku lihat, sang bumi selalu merasa terpuaskan, jika hujan datang. Dan aku hanya turut bahagia.

Malam semakin larut ketika hujan telah sepuluh kali menyemburkan cairan itu pada tubuh sang bumi. Sang bumi pun tidak berontak meski tubuhnya telah lelah. Semua bagian telah basah bahkan lorong di bawah sudut yang terlipat pun telah becek dengan bau tidak sedap. Bumi masih siap untuk beberapa adegan panas yang mampu membahagiakan hujan.

Kerapkali hujan di atas memimpin permainan. Dia tidak pernah ingin kalah meskipun sekedar menyenangkan bumi. Mereka selalu punya cerita di tengah kegiatan itu. Ketika badai menerpa, tandanya titik kepuasan hujan hampir tercapai hingga halilintar menghantam. Dia bahagia. Sekujur tubuh itu rebah. Sang bumi dengan sabar meminta udara menyapu beberapa bagian yang sudah tidak biasa.

Dingin masih terus menusuk tulangku. Tanpa sehelai benang, aku masih tergeletak manis di antara tubuh yang kelelahan ini. Malam ini bersama hujan yang sedang menggagahi bumi, aku menikmati sentuhan yang telah lama kurindukan.

Sudah beberapa bulan ini, Dewa tidak menemuiku. Aku bahkan tidak juga mencoba mencarinya. Kami tidak pernah berusaha untuk menunjukkan bahwa kami saling membutuhkan satu sama lain. Ya, gengsi yang begitu tinggi. Pekerjaan yang berbeda membuat kami punya kesibukan yang sulit untuk disatukan. Selalu tidak pernah ada waktu untuk bercanda, meskipun hanya sepuluh menit.

Dengan penuh cinta, aku merasa dia berbeda karena hormon bahagiaku lebih besar dari emosi membuat pikiranku tentang dia adalah yang baik-baik saja. Senduku menanti di depan tirai, di antara sayup-sayup tangisan anak entah dari mana asalnya.

Aku pun bangkit dari mimpi semalam yang membuat aku lebih dari seorang wanita di hadapan pria-pria. Dengan sesak aku meraih agenda dan membaliknya. Kutemukan secarik janji di sana....

"Devi? Bermimpikah engkau semalam? Adakah aku di sana? Di dalam mimpimu? Aku melihat engkau manis seperti biasa bahkan lebih manis dari rindu. Devi, janganlah engkau pandangi hujan yang hampa dan menceritakannya pada manusia tiada guna".

"Devi sayang, berhentilah menulis cerita yang tidak masuk akal. Semua orang hanya pura-pura, bahwa mereka mengerti apa yang kau tulis. Devi, keluarlah dari mimpi-mimpi yang kau bangun tentang dosa dan pendosa. Mereka tidak pernah ada, itu hanya buatan orang bodoh yang merasa kalah dalam hidup".

Devi sayangku, kau tidak seperti wanita pada umunya yang dibangun dengan budaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun