Mohon tunggu...
alfred tuname
alfred tuname Mohon Tunggu... -

Menulis bagiku adalah sejenak berhenti pada sebuah pendakian. Melihat kembali capaian-capaian pada rentang yang telah dilalui. Banyak kisah yang sudah terjadi membentuk rangkaian sejarah. Sejarah memberi tumpuan anak tangga berikutnya untuk pendakian lebih lanjut. Di sana terdapat pelajaran, juga kritikan untuk tumpuan yang retak. Dan kata adalah roh dalam penubuhan pencapaian sejarah yang tak bertitik.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Indonesia-ku dan HUT ke-65

13 Agustus 2010   21:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:03 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Ini barisan tak bergenderang-berpalu

Kepercayaan tanda menyerbu

Sekali berarti

Setelah itu mati"

-Chairil Anwar, "DIPONEGORO", Februari 1943

17 Agustus 1945 adalah peristiwa penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Proklamasi kemerdekaan Indonesia. Peristiwa ini menandakan berakhirnya cerita panjang penderitaan rakyat akibat perilaku kolonial penjajahan asing. Saat itu bangsa kita boleh berbangga bahwa kemedekaan yang diraih bukan atas pemberian penjajah tetepi melalui darah dan air mata; perjuangan gerakan nasional, genjatan senjata dan revolusi. Momentum itu pun menjadi, seperti kata Soekarno, "jembatan emas" bagi pembangunan sebuah kehidupan sosial, ekonomi, politik dan budaya yang lebih baik.

Setelah momentum 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia merumuskan cita-cita kehidupan berbangsa dan bernegara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Bersamaan dengan itu, diikrarkan tekad bersama menghapus segala bentuk penjajahn di tanah air dan seluruh muka bumi. Bangsa Indonesia pun mulai beraksi mengisi kemerdekaan itu dengan menata peri kehidupan seturut cita-cita dan idealismenya. Aksi sangat penting setelah euforia pesta kemerdekaan itu. Dan "to expelain an action is normally to cite the goal that an agent wishes to bring out-corresponding to their motive fot action- together with the belief that the performace of the action will conduce to the attainment of goal" (Quentin Skinner, Vision of Politics:2002). Ungkapan Anthony Giddens pun menjadi benar bahwa "peri kehidupan politik tidak bermakna apa pun tanpa cita-cita. Akan tetapi idealisme pun kosong belaka tanpa relevansi dengan kemungkinan-kemungkinan yang riil".

The Orde

Kemudian lahirlah tata pemerintahan yang disebut orde lama. Orde lama digawangi oleh dwi tunggal, "macan panggung" presiden Soekarno dan bapak koperasi, wakil presiden Mohamad Hatta. Pada masa ini, pemimpin negara ini berhasil menumpas sisa-sisa penjajah asing (Belanda) yang ingin kembali memasuki Indonesia. Gerakan-gerakan separatis yang mulai bermunculan berhasil diredam. Kehidupan ekonomi mulai dibenah dengan membangun poros Jakarta-Peking-Moskow. Pemerintah menolak bekerja sama dengan negara-negara barat yang dianggap sangat kapitalis. Kalimat terkenal dalam penolakan ini adalah "go to hell with your aid". Pertumbuhan ekonomi saat itu kurang menonjol dan signifikan. Banyak proyek-proyek mercusuar yang justru mengeruk anggaran negara. Dalam analisa Damien Kingsbury dikatakan bahwa "pemerintahan di bawah Soekarno nyaris kehilangan kendali atas ekonomi". Watak otoritarian pemerintahannya pun rapuh. Meski Indonesia sangat disegani di Asia, Soekarno tidak dapat berbuat banyak atas ketidakstabilan politik tanah air. Carut marut politik tanah air mengakibatkan Soekarno diberhentikan pada bulan Maret 1967 setelah MPRS menolak pertanggungjawabannya. Meski keputusan itu terjadi akibat intrik politik busuk (coup de etat), Soeharto pun dipilih menjadi presiden ke-2 menggantikan Soekarno. Dan dimulailah pemerintahan orde baru, dimana old authoritatian order digantikan dengan new authoritarian order.

Tampak secara kasat mata, pemerintahan orde baru membawa sedikit perubahan bagi kehidupan bangsa Indonesia. Dalam bayang-bayang militernya, Soeharto berhasil mengendalikan situasi sosial politik Indonesia. Trilogi pembangunan (stabilitas, pertumbuhan dan pemerataan) bukan saja menjadi strategi tetapi doktrin dalam rezim kekuasaannya. Stabilitas politik orde baru berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi nasional. Bentuk pemerintahan yang sering disebut development-oriented authoritarianism. Pertumbuhan ekonomi yang spektakuler membuat Soeharto pun ditahbis sebagai Bapak Pembangunan. Devosi kepada developmentalism membuat Soeharto bersama "anak asuhannya" comunity of economist (mafia Berkeley) mengerahkan segenap pikiran dan tenaganya. Dengan ide para economic technocrats ini, negara pun meminjam uang ke pihak asing (IMF dan Bank Dunia) yang tentu dengan syarat liberalisasi ekonomi. Agenda privatisasi, deregulasi dan debirokratisasi dicanangkan. Eksploitasi sumber daya alam sebesar-besarnya tidak dapat dihindarkan. Pertumbuhan ekonomi meningkat tetapi tidak diikuti dengan partisipasi politik, perwujudan HAM, keadilan dan transparasi keputusan publik. Watak kepemimpinan Soeharto yang sangat otoritarian dan represif mengakibatkan pemusatan aktivitas ekonomi hanya kepada keluarga (Cendana) dan kroni. Demokrasi politik mengalami deadlock. Jutaan masyarakat Indonesia dibunuh secara masal hanya karena dugaan politis terlibat dalam gerakan komunisme. Lawan politik dipenjarakan, diculik dan hilang entah kemana. Ketidakadilan politik dan kesenjangan ekonomi ini mengakibatkan gejolak perlawan di masyarakat di mana krisis ekonomi tahun 1997/1998 berdampak pada gerakan politik besar-besaran hingga menumbangkan rezim orde baru. Proses penumbangan ini harus dibayar dengan darah pahlawan revolusi. Dengan digantikan presiden Soeharto ke presiden B.J. Habibie pada 21 Mei 1998, maka dimulailah masa reformasi.

Memasuki masa reformasi, bangsa Indonesia merasakan kemerdekaannya kembali. Revolusi sosial melahirlan demokrasi rakyat (popular) Sistem kehidupan ekonomi, sosial dan politik bangsa Indonesia mulai ditata ulang. Pemerintahan demokratis mulai digalahkan. Sejak pemerintahan B.J. Habibie, pemerintah mulai melakukan recovery iklim ekonomi. Ekonomi Indonesia pun terjebak dalam liberalisasi. Awal demokrasi era reformasi harus dibayar dengan lepasnya Timor Leste dari negara kesatuan. Oktober 1999, pemerintahan di bawah presiden Abdurahman Wahid semakin berusaha keras mengembalikan kepercayaan masyarakat nasional dan internasional kepada negara. Di tingkat nasional, pemerintah terus melakukan recovery iklim ekonomi dan penghayatan pluralisme kehidupan sosial yang lebih baik. Travelling diplomasi internasional yang rutin membuatnya dikritik sebab membebani anggaran negara sementara ekonomi dalam negeri belum berangsur-angsur baik. Seiring dengan pernyataan-pernyataan kontroversialnya, pada September 2001 ia pun digantikan oleh presiden Megawati Soekarno Putri. Pada masa pemeritahan Megawati Soekarno Putri, geliat ekonomi nasional cenderung mulai stabil. Cris Manning dari Australian National University menulis "after the initial three years of frenetic political changes and sometimes chaotic economy-political making under B.J. Habibie and Abdurrahman Wahid, economic policy began to stabilise during the Megawati...". Stabilitas ekonomi nasional diarahkan dengan paket bijakan privatisasi terhadap sektor-sektor publik. Perjalan demokrasi politik semakin baik. Reformasi konstitusi diperkenalkan dengan sistem perwakilan yang lebih adil dalam bidang legislatif. Pada tahun 2004, rakyat Indonesia memilih rakyat memilih kepala pemerintahannya secara langsung, tidak melalaui MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat). Dan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, kebijakan otonomi daerah diwujudkan. Reformasi juga telah melahirkan lembaga-lembaga baru yang bergerak dalam bidang pengawasan akuntabilas dan transparansi pelaksanaan fungsi pemeritahan. Perang terhadap praktek korupsi korupsi, kolusi dan nepotisme semakin genjar dikumandangkan. Setelah pemilu langsung yang pertama, presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menggantikan Megawati Soekarno Putri pada Oktober 2004. Presiden SBY yang dipilih rakyat karena politik popularitas menjalankan pemeritahannya dalam dua periode bersama kabinet Indonesia bersatu jilid I (2004-2009) dan kabinet Indonesia Bersatu Jilid II (2009-2014). Pemerintah sejak Indonesia Jilid I membahasakan programnya dalam nomenklatur pro poor, pro job dan pro growth. Dengan kebijakan ini pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin berjalan baik. Dengan stabilitas dan konsistensinya, Indonesia bebas dari ancaman krisis ekonomi global. Dependensi anggaran negara dari IMF semakin diperkecil. Konsolidasi politik yang digalakan SBY mampu menjaga stabilitas konstlelasi politik tanah air. Dalam pemerintahannya, gerakan civil society semakin kuat. Partisipasi publik dan transparasi kebijakan publik pun semakin mematangkan perjalan demokrasi Indonesia. Pembongkaran mafia peradilan dan praktek KKN di tanah air mampu meningkatkan kepercayaan rakyat dan dunia internasional terhadap demokrasi Indonesia. Penanggulangan ancaman teroris tanah air mendapat pujian dari dunia internasional. Becana alam yang pernah memporak-porandakan kehidupan masyarakat di beberapa propinsi berangsur-berangsur berhasil dipulihkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun