Mohon tunggu...
Alfredsius Ngese Doja Huller
Alfredsius Ngese Doja Huller Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis adalah salah satu mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang dari Seminari San Giovanni xxiii Malang

Berbagi sembari belajar.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Memarahi Bahkan Memukul Bukanlah Cara yang Tepat Bagi Orangtua ketika Anaknya Sering Melakukan Kesalahan Kecil

7 November 2021   09:40 Diperbarui: 7 November 2021   09:47 399
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nama: Alfred Sius Ngese Doja NPM: 21039

 Seorang anak, kecil berusia 7 tahun sering membuat kesalahan-kesalahan kecil. Orang tua lalu memarahinya, tidak jarang si anak dipukul karena kesalahan itu.Cara mendidik dengan menggunakan penegasan kekuasaan (power assertion) seperti itu tidak dibenarkan untuk menegakkan standar moral dan menanamkan perilaku yang baik. Anak akan menilai tindakan orang tuanya sebagai tindakan yang tidak adil dan kejam. Kemudian yang menjadi pertanyaan bagi semua orang tua, Apakah ada tindakan lain yang bisa dilakukan untuk menganggapi anaknya yang telah berbuat salah?

 Cara mendidik dengan memarahi anak apalagi sampai memukul si anak karena kesalahan-kesalahan kecil yang dibuatnya, tidak dibenarkan dalam membentuk perilaku yang baik bagi si anak. 

Bapa Operant Conditioning (B.F Skinner) mengatakan bahwa suatu proses penguatan perilaku operan (penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan. 

Skinner juga berpendapat bahwa hukuman tidak menurunkan probabilitas respon, walaupun bisa menekan suatu respon selama hukum itu diterapkan, hukuman tidak melemahkan kebiasaan. 

Seorang anak yang dimarahi pada saat ia melakukan kesalahan kecil memang benar bisa menekannya agar ia tidak melakukan lagi hal yang sama. Tetapi, dengan memarahi si anak tidak akan membuatnya berhenti melakukan hal yang sama. 

Tindakan memarahi anak apalagi sampai memukul dapat memberikan dampak yang negatif bagi perilaku anak. Orang tua harus memahami hukum pikiran. Bahwa setiap manusia memiliki pikiran sadar dan bawa sadar. 

Pikiran bawa sadar menerima apa yang dikesankan padanya atau apa yang secara sadar dipercayai. Pikiran bawa sadar adalah bagaikan tanah yang menerima bibit apa pun, baik atau buruk.

 Jika anak melakukan kesalahan kecil dan dimarahi, maka dalam alam bawa sadarnya akan merekam bahwa ia tidak boleh melakukan kesalahan, bahkan sekecil apa pun karena dengan demikian ia akan dimarahi atau tidak diterima oleh orang lain. 

Bahkan, ia akan mendapat penderitaan jika melakukan kesalahan kecil. Dalam alam bawa sadarnya akan merekam bahwa orang tuanya adalah orang yang kejam, orang tua yang keras dalam mendidik anak karena selalu memarahi bahkan memukul. Jikalau anak telah mempunyai konsep yang seperti ini, anak tidak akan menjadi pribadi yang mandiri, anak takut melakukan kesalahan atau kegagalan, tidak memiliki inisiatif dan kepercayaan diri dalam melakukan suatu hal karena takut salah. 

Anak akan menjadi tidak percaya diri. Otak anak terganggu sebab otak cenderung memproses informasi dan peristiwa yang negatif dibandingkan yang positif. 

Dengan kata lain, otak menjadi tumpul karena lebih sering mencerna informasi yang tidak memicu perkembangan. Selain itu anak juga bisa merasa tidak berharga, sedih, kecewa, dan terluka hatinya. Ha ini bisa memberikan dampak yang buruk terhadap kesehatan mental. Anak yang sering dimarahi lama-kelamaan bisa mengalami depresi. 

Berdasarkan teori Social cognitive learning Albert Bandura menemuka bahwa perilaku manusia mempunyai interaksi timbal balik yang berkesinambungan antara kognitif, perilaku, dan pengaruh lingkungan. 

Teori ini mengatakan bahwa seorang anak belajar dari pengamatan. Jika seorang anak yang selalu dimarahi bahkan dipukul ketika melakukan kesalahan kecil maka si anak akan menjadi sosok yang pemarah di kemudian hari. Anak akan merekam dalam pikiran bawa sadarnya bahwa marah adalah respon yang normal. 

Jadi, jangan heran jika anak yang sering dipukuli oleh orang tuanya kemudian hari ketika menghadapi masalah dengan orang lain ia akan melakukan kekerasan. 

Bahkan anak akan gemar memukul bila sesuatu tidak berjalan sesuai dengan keinginannya. Jadi cara mendidik anak yang baik untuk menghadapi anak yang sering berbuat kesalahan kecil yaitu menegur anak pada saat ia melakukan kesalahan dan memberi pemahaman tentang apa yang diperbuat, mengapa perbuatannya itu tidak boleh dilakukan berikan penjelasan yang benar tanpa memarahi anak. 

Bila perlu selalu gunakan kata positif dan gurauan, sehingga anak tidak merasa frustasi ketika melakukan kesalahan kecil, tetap memiliki kepercayaan diri walaupun melakukan kesalahan, ia akan menilai orang tuannya adalah orang tua yang baik. orang tua yang tidak memarahinya atau memukulinya ketika ia melakukan kesalahan melainkan membantunya memperbaiki dan memberinya pemahaman yang benar tentang tindakannya. 

Anak akan tetap percaya diri dan tidak takut melakukan kesalahan. Hal ini akan membantu membentuk perilakunya menjadi pribadi yang tetap optimis dalam melakukan segala sesuatu karena ia tidak takut gagal, bahkan kegagalannya akan dianggapnya sebagai sesuatu yang dapat memotivasinya untuk terus maju. 

Di kemudian hari Orang tua dapat menjadi sahabat yang baik baginya karena selalu menasihatinya dengan cara yang membuatnya nyaman. Hubungan orang tua dan anak akan semakin harmonis anak dan orang tua akan sering bertukar pikiran tentang problem yang dihadapi dan tentunya itu sangat mengasikan bukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun