Mohon tunggu...
Alfredsius Ngese Doja Huller
Alfredsius Ngese Doja Huller Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis adalah salah satu mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana Malang dari Seminari San Giovanni xxiii Malang

Berbagi sembari belajar.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Membenahi Sistem Pembinaan di Lapas

21 September 2021   09:17 Diperbarui: 29 September 2021   11:16 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beberapa minggu lalu di media sosial ada berita  viral yang sangat mengecewakan masyarakat. Terjadinya kebakaran LAPAS di Tangerang yang mengakibatkan korban jiwa. Semua masyarakat terkejut. Mengapa hal itu bisa terjadi? terutama bagi mereka yang anggota keluarganya menjadi korban. 

LAPAS yang seharusnya menjadi tempat pembinaan yang mengayomi, melayani dan membentuk orang menjadi lebih baik, justru sebagai tempat yang menyeramkan dan membahayakan orang yang masuk ke dalamnya. Kebakaran LAPAS, kekerasan, pembobolan penjara dan diskriminasi merupakan hal yang sudah sering terjadi di beberapa LAPAS di Indonesia.

Pada hari Rabu 08 September 2021 kebakaran LAPAS Tangerang menewaskan 44 orang dan 80 orang dirawat di rumah sakit. Isu yang beredar penyebab kebakaran LAPAS adalah hubungan pendek arus listrik. Selain itu juga dikarenakan gedung LAPAS yang overcapasity. 

Bali tahun 2012 di LAPAS Kerombongan terjadi kerusuhan yang disebabkan oleh kebijakan yang diskriminatif, overcapasity dan pungutan liar. Januari tahun 2013 kerusuhan terjadi lagi di LAPAS Salemba dan masih banyak lagi kerusuhan, pembobolan dan kebakaran yang terjadi di Indonesia. Sampai kapankah polemik ini terus berlangsung di negara kita. Harus berapa banyak lagi korban jiwa agar semua mata terbuka, untuk kembali membenah apa yang kurang pada sistem pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan.

Soal gedung LAPAS yang overcapasity, dalam jangka pendek ini pemerintah telah mengupayakan perbaikan dan penyesuaian agar gedung di LAPAS dapat menjamin keselamatan dan keamanan seluruh narapidana. Menurut (Zakaria, 1987:158) "dalam proses pembinaan narapidana oleh Lembaga Pemasyarakatan dibutuhkan sarana dan prasarana pendukung guna tercapainya keberhasilan yang ingin dicapai." Hanya  jumlah narapidana yang kian bertambah dan tidak dapat diprediksi, mengakibatkan di setiap LAPAS sering terjadi permasalahan overcapasity. Setiap ada narapidana, pasti selalu diterima sedangkan gedung yang dimiliki tidak memadai.

Setiap orang yang masuk di LAPAS tentunya sangat diharapkan agar menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya dan menyadari akan perbuatan yang dia lakukan atau setidaknya ia mengalami penyesalan akan tindakannya dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi. 

Tetapi fakta yang terjadi adalah mereka justru semakin mempunyai nyali untuk melakukan kejahatan karena telah mempelajari sistem hukum yang berlaku, jadi mereka tidak takut lagi bertindak karena telah mengetahui perbuatan mana yang dapat diproses dan mana yang tidak. Salah satu fakta yaitu yang terjadi di salah satu Desa. Ada seorang yang baru keluar dari LAPAS, ia membuat kekacauan di tempat perjudian kemudian ia dipukuli orang. 

Akhirnya ia melapor ke kantor polisi dan yang terjadi apa? Orang yang memukulinya itu harus membayar uang ganti rugi sebagai biaya pengobatan. Padahal jelas-jelas si pelaku yang bersalah karena telah menyembunyikan salah satu bola bilyar. Nah, hal-hal semacam ini justru yang tidak diharapkan oleh masyarakat. Masyarakat mengharapkan pelaku kejahatan menjadi lebih baik dibandingkan sebelum masuk ke dalam institusi penjara. Bukannya karena sudah sadar hukum lalu mencari kesempatan untuk memperoleh keuntungan pribadi dan merugikan orang lain.

Penanggulangan secara preventif yang bermaksud untuk mencegah terjadinya kerusuhan-kerusuhan di dalam Lembaga Permasyarakatan seperti penyuluhan hukum belum memberikan sumbangsih yang berarti. Selain contoh tadi, kitapun sering mendengar berita-berita tentang kekerasan dan diskriminasi yang sering terjadi di LAPAS. 

Seperti video yang beredar di dunia maya yang diduga kekerasan atau penyiksaan yang dialami napi narkotika,  (Liputan6.com,Cilacap). Wakil ketua KPAI Rita Pranawati mengatakan, lembaganya menemukan 26,8 persen anak penghuni LPKA masih menjadi korban kekerasan. 

Saat penyiksaan terjadi, petugas LAPAS mengatakan bahwa hal itu sengaja dibiarkan sebagai bentuk sanksi kepada narapidana baru yang melakukan keributan. Cara seperti ini sungguh sangat keliru. Tidak ada asas mengayomi dan pelayanan di dalamnya yang ada asas cari aman sendiri. Dan kesadaran hukum yang dibangun tidak memberikan efek yang berarti bagi narapidana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun