Sebuah Literasi Liburan
Masa liburan sekolah sering kali dianggap sebagai waktu untuk melepas lelah setelah berbulan-bulan belajar. Namun, jika tidak dimanfaatkan dengan bijak, liburan bisa justru menjadi masa di mana anak-anak kehilangan momentum belajar.
Padahal, liburan adalah kesempatan emas untuk memperkuat literasi dan keterampilan siswa dalam suasana yang santai namun tetap bermakna. Inilah mengapa konsep literasi liburan perlu menjadi perhatian bersama antara orangtua, guru, dan sekolah.
Beberapa minggu lalu, saya dikirimi seorang teman dari percetakan buku sisa sebanyak 1 dos. Dan dengan tekun putra kedua saya (kelas 5 SD) mulai menyusun di raknya. "Ini buat dibaca saat liburan nanti."Â
Begitulah, setiap kali dapat buku baru dia akan mencari yang cocok untuknya. Sedang sang kakak, saat ini mau naik kelas 12 lebih memilih novel-novel. Saya tak pernah memaksa mereka untuk membaca, namun karena melihat di meja kerja saya selalu penuh buku, mereka tergerak sendiri untuk membaca.
Literasi bisa timbul karena teladan yang kita tunjukkan, bukan kata-kata perintah yang kita sendiri tidak pernah lakukan. Bagi saya, cara meminta anak-anak membaca dan menulis adalah dengan membaca dan menulis.
Apalagi yang nomor dua, dia selalu bertanya sudah menulis untuk Kompasiana?Â
Hal ini bermula ketika saya memperlihatkan rewards yang diterima dari Kompasiana. "Ini uang jajan kami" (begitu kami memanggilnya dengan kata kami), meski dia tidak pernah jajan. Karena setiap pagi membawa bekal yang dimasak istri saya.
Peran Orangtua: Menjadi Pendamping Literasi di Rumah
Selama masa liburan, peran orangtua sangat penting. Bukan hanya sebagai pengawas atau pemberi fasilitas, tetapi juga sebagai pendamping yang turut menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Anak tidak harus terpaku pada buku pelajaran, tetapi bisa diajak untuk membaca buku fiksi, koran, majalah, atau bahkan artikel-artikel menarik sesuai minat mereka.
Orangtua bisa mulai dengan mendirikan "sudut baca" di rumah - tempat nyaman yang membuat anak betah membaca. Selain itu, aktivitas sehari-hari seperti masak bersama, berkunjung ke museum, atau melakukan perjalanan sederhana bisa menjadi sarana pembelajaran yang kaya akan informasi. Dalam situasi-situasi ini, anak dilatih untuk bertanya, mengamati, dan mengeksplorasi dunia dengan lebih kritis.
Yang tak kalah penting adalah memberikan contoh positif. Ketika orangtua sendiri menunjukkan minat membaca dan belajar, anak akan lebih mudah meniru sikap tersebut.