Sop Buntut Diplomasi: Pertemuan Presiden Prabowo dan PM Li Qiang
Â
Di sebuah ruang kenegaraan yang megah di Jakarta, Presiden Prabowo Subianto menyambut Perdana Menteri China, Li Qiang, untuk pertemuan bilateral yang penting. Agenda resminya adalah membahas kerja sama ekonomi dan investasi, tapi suasana jadi tak biasa ketika Didit, putra Prabowo yang terkenal jahil, ikut nimbrung. Ditambah lagi, menu sop buntut pilihan Prabowo jadi bintang tak terduga malam itu.
Sebelum rapat dimulai, Prabowo dengan ramah mengajak PM Li ke meja makan. "Bapak Perdana Menteri, sebelum kita bicara soal kawasan industri kembar, coba dulu sop buntut khas Indonesia ini. Dijamin, rasanya lebih hangat daripada negosiasi kita nanti!" kata Prabowo sambil tersenyum lebar. PM Li, yang awalnya tampak kaku, mengangguk sopan dan mencium aroma sop yang menggoda.
Tiba-tiba, Didit muncul dari balik pintu, membawa papan presentasi ala anak muda, bertuliskan "Sop Buntut: Jembatan Persahabatan RI-China". Dengan gaya santai, Didit berkata, "Pak Li, ini bukan sembarang sop. Satu mangkok bisa bikin Bapak setuju tambah investasi di Bintan!" Ruangan pecah tawa. PM Li, meski agak bingung, ikut tertawa kecil sambil mengacungkan jempol.
Saat makan, Prabowo bercerita tentang resep sop buntut keluarga, yang katanya "bisa menyatukan hati sebelum menyatukan kontrak". Tapi, drama kecil terjadi ketika Didit, yang duduk di pojok, iseng bertanya, "Pak PM, di China ada sop buntut nggak? Kalau nggak ada, kita ekspor resepnya, tapi bayar pakai investasi di Batang, ya!" Prabowo buru-buru melotot ke arah Didit, tapi PM Li malah terkekeh. "Anak muda ini pintar bernegosiasi," katanya melalui penerjemah, "Tapi kalau sop buntut ini seenak yang Anda bilang, saya pertimbangkan!"
Rapat pun berlanjut dengan suasana hangat. PM Li, yang awalnya serius membahas angka-angka investasi, mulai melunak. "Presiden Prabowo, kalau semua urusan diplomasi disuguhkan dengan sop buntut dan candaan seperti ini, dunia pasti lebih damai," ujarnya sambil mengelap mulut dengan serbet. Prabowo tertawa, "Itulah Indonesia, Pak. Kami negosiasi dengan hati, tapi kuahnya harus tetap kental!"
Di akhir pertemuan, keduanya menandatangani kesepakatan awal untuk kawasan industri kembar di Batang, Bintan, dan Fujian. Tapi yang paling dikenang bukan cuma tanda tangan itu, melainkan momen ketika Didit, dengan polosnya, memberikan PM Li suvenir: mangkok bertuliskan "Sop Buntut Diplomasi". "Ini buat Bapak bawa pulang, biar ingat Indonesia!" katanya. PM Li mengangguk, lalu berbisik ke penerjemah, "Kalau begini, saya minta resep sopnya untuk rapat di Beijing!"
***
Dalam diplomasi, kehangatan dan kejujuran sering kali lebih kuat daripada kata-kata formal. Seperti sop buntut, hubungan antarnegara perlu diracik dengan hati, disajikan dengan tawa, dan dinikmati bersama untuk menciptakan kerja sama yang kokoh dan harmonis.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI