Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Warisan Digital: Menjaga Memori Keluarga di Pelukan Awan

6 Mei 2025   06:20 Diperbarui: 6 Mei 2025   06:20 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(olahan GemAIBot, dokpri)

Warisan Digital: Menjaga Memori Keluarga di Pelukan Awan

Di bawah langit senja yang memeluk kota, ketika lampu-lampu Jakarta mulai berkedip dan aroma kopi menguar dari dapur kecil, saya duduk bersama Adi, seorang pemuda berusia 27 tahun, mendengarkan rekaman suara kakeknya. "Kami berjuang dengan bambu runcing, tapi hati kami penuh api," ujar sang kakek, suaranya parau namun penuh semangat, terekam dalam podcast yang Adi unggah ke cloud.

Di Surabaya, Ibu Rina, seorang ibu rumah tangga, sibuk mengarsipkan resep gudeg keluarga dalam dokumen digital, lengkap dengan foto dan catatan tulis tangan neneknya, untuk anak-cucunya kelak. Di era awan data, keluarga Indonesia merajut warisan digital -memori, cerita, dan cinta yang disimpan di platform cloud, video, dan media sosial. Namun, di balik keabadian digital, bayang privasi dan kehilangan data mengintai.

Pagi ini saya mengajak Anda menyelami kisah tentang warisan digital, nostalgia yang dipeluk teknologi, dan hati yang berusaha menjaga memori keluarga tetap abadi.

 

Warisan Digital: Memori yang Hidup di Awan

Warisan digital adalah jejak memori keluarga -cerita, foto, video, atau resep- yang didokumentasikan dalam format digital dan disimpan di platform seperti Google Drive, YouTube, atau Instagram. Di Indonesia, di mana budaya lisan dan kebersamaan kuat, teknologi menjadi jembatan untuk mewariskan kisah nenek moyang kepada generasi mendatang.

Pew Research Center (2021) mencatat bahwa 60% orang dewasa ingin mewariskan memori digital, namun tantangan teknis, seperti kehilangan data, dan emosional, seperti kerinduan, sering terabaikan. Warisan digital bukan sekadar file; ia adalah puisi hati, lukisan jiwa keluarga yang diabadikan di awan.

Adi, seorang editor video di Jakarta, memulai proyek pribadi saat pandemi: merekam kisah kakeknya, seorang veteran kemerdekaan. Setiap Sabtu, ia duduk bersama kakeknya, merekam cerita tentang perjuangan di Surabaya 1945, dari bambu runcing hingga nyanyian revolusi.

Rekaman itu diedit menjadi podcast, diunggah ke Spotify dan Google Drive, lengkap dengan foto-foto lama. "Saya ingin anak saya nanti mendengar suara kakek," katanya, matanya berkaca. Kisah Adi adalah cermin warisan digital: sebuah jembatan antara masa lalu dan masa depan, dipeluk oleh teknologi.

Di Surabaya, Ibu Rina mengambil pendekatan lain. Ia mengarsipkan resep keluarga -gudeg, rawon, dan kue lapis- dalam dokumen digital. Setiap resep disertai foto, video singkat saat ia memasak, dan catatan emosional: "Ini resep nenek, selalu buat kami tersenyum."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun