Emas Fisik vs Emas Digital: Mana yang Lebih Cuan dan Relevan di Era QRIS?
Emas tetap menjadi investasi favorit di Indonesia, dari zaman dahulu hingga era digital. Logam mulia ini dianggap sebagai aset "safe haven" yang melindungi kekayaan dari inflasi dan ketidakpastian ekonomi. Namun, di tengah maraknya transaksi cashless via QRIS, muncul pertanyaan: emas fisik atau digital, mana yang lebih unggul? Apakah menyimpan emas masih relevan?
Â
Berikut ulasan berdasarkan pengalaman masyarakat, kelebihan, kekurangan, dan relevansi emas di era modern.
Emas Fisik: Kepemilikan Nyata yang Menenangkan
Emas fisik, seperti batangan Antam, punya daya tarik tersendiri. Banyak orang merasa aman karena bisa memegang dan melihat emasnya langsung. "Pegang emas batangan itu rasanya punya harta beneran," kata Budi, karyawan swasta di Jakarta yang rutin membeli emas Antam sejak 2016. Emas fisik, terutama Antam, punya nilai jual tinggi dan mudah diterima di toko emas resmi atau Pegadaian. Data Kompas.com (2025) mencatat keuntungan penjualan emas Antam mencapai 32,48% dalam setahun terakhir.
Namun, emas fisik punya tantangan. Biaya penyimpanan jadi kendala utama. Budi pernah menyewa brankas bank dengan biaya Rp500.000 per tahun untuk keamanan. "Simpan di rumah takut dicuri, tapi biaya brankas mengurangi untung," keluhnya. Biaya cetak untuk gramasi kecil juga membuat harga beli lebih mahal. Proses jual-beli emas fisik pun kadang merepotkan, karena harus datang langsung ke toko emas atau butik Antam, terutama saat antrean panjang.
Emas Digital: Praktis untuk Generasi Mobile
Emas digital menawarkan kemudahan yang selaras dengan era QRIS. Melalui aplikasi seperti Pluang, Treasury, atau IndoGold, kamu bisa membeli emas mulai dari Rp5.000 tanpa repot menyimpan fisiknya. "Saya suka emas digital, bisa beli lewat HP sambil ngopi," ujar Rina, freelancer yang berinvestasi via Treasury. Emas digital bebas biaya penyimpanan dan risiko pencurian, karena emas fisik disimpan oleh lembaga seperti PT Kliring Berjangka Indonesia (KBI).
Keunggulan lainnya adalah likuiditas tinggi dan harga real-time. Rina pernah mencairkan emas digitalnya dalam hitungan menit via transfer bank, sesuatu yang sulit dilakukan dengan emas fisik. Spread harga emas digital juga cenderung rendah, meningkatkan potensi keuntungan. Bappebti mencatat lonjakan transaksi emas digital sebesar 195% YoY pada Januari 2025, menunjukkan antusiasme masyarakat.
Namun, emas digital punya kelemahan. Beberapa pengguna, seperti Nadeea, mengeluhkan kenaikan harga yang tak sejalan dengan emas fisik. "Emas digital saya naik Rp2 juta, tapi emas fisik dengan gram sama naik lebih tinggi," tulisnya di X. Keamanan platform juga jadi kekhawatiran. Seorang pengguna Reddit menyebut, "Takut aplikasi emas digital kebobolan." Meski platform terpercaya punya enkripsi dan autentikasi ganda, risiko siber tetap ada.