Minggu Kerahiman: Dalam Dekapan Luka yang Menyembuhkan
Saat pintu-pintu tertutup karena ketakutan, Sang Penebus datang membawa salam damai. Luka-luka-Nya bukan tanda kekalahan, melainkan mata air kerahiman yang abadi. Minggu Kerahiman mengundang kita untuk masuk ke dalam kedalaman kasih Allah, yang tak pernah lelah mencari, mengampuni, dan menyembuhkan. Dari Santa Faustina hingga Paus Fransiskus, dari Tomas yang ragu hingga kita yang terluka, kisah ini tetap bergema di hati dunia.
Minggu Kerahiman: Hadiah dari Hati Allah
Minggu Kerahiman Ilahi, yang dirayakan pada Minggu kedua Paskah, adalah jawaban kasih Allah terhadap kegelisahan dan kerinduan manusia. Inisiatif ini berakar dari pengalaman mistik Santa Faustina Kowalska di awal abad ke-20, di mana Yesus mewahyukan betapa besar kerinduan-Nya untuk mengalirkan belas kasihan ke seluruh dunia.
Paus Yohanes Paulus II, yang sangat terkesan dengan spiritualitas Faustina, menetapkan Minggu Kerahiman secara resmi dalam kalender Gereja Universal tahun 2000. Ia berkata bahwa dunia modern sangat membutuhkan kerahiman lebih dari apapun - lebih dari keadilan, lebih dari kekuatan.
"Kerahiman adalah batas terakhir dari Allah terhadap kejahatan dunia." (St. Yohanes Paulus II)
Paus Fransiskus: "Nama Allah adalah Kerahiman"
Dalam masa kepemimpinannya, Paus Fransiskus terus menghidupkan semangat ini. Ia tidak hanya mengumumkan Tahun Suci Kerahiman (2015--2016), tetapi juga menunjukkan dengan tindakan nyata bahwa kerahiman bukan sekadar konsep teologis, melainkan wajah konkret dari Allah yang hidup.
Bagi Paus Fransiskus, Kerahiman adalah "nama pertama" Allah. Bukan hanya bagi orang yang layak, tapi terlebih bagi mereka yang paling rapuh, tersesat, dan tertolak. Ia menekankan, Gereja harus menjadi "rumah sakit di medan perang," tempat luka-luka manusia disembuhkan dengan kelembutan kasih.
Luka yang Membuka Pintu: Merenungkan Yohanes 20:19--31
Dalam Injil Minggu ini, Yesus menampakkan diri kepada para murid yang ketakutan. Dia datang, meskipun pintu terkunci. Dia tidak datang menuntut, tapi mengucapkan "Damai bagi kamu." Yang paling menyentuh: Yesus menunjukkan luka-luka-Nya. Tomas, yang dikenal karena keraguannya, akhirnya bersujud, berkata, "Tuhanku dan Allahku!"
Luka-luka itu menjadi saksi cinta, bukan kekalahan. Di dalam luka-luka Kristus, kita menemukan pintu masuk kepada kerahiman Allah: bahwa Dia memahami rasa takut, keraguan, dan kegagalan kita -dan justru di sanalah Ia bertemu dengan kita.
Dari Ketakutan ke Misi: Kita Diutus Menjadi Wajah Kerahiman
Seperti para murid yang diutus untuk mengampuni dan membawa damai, kita pun dipanggil untuk menjadi duta kerahiman di dunia ini. Minggu Kerahiman bukan hanya undangan untuk bersyukur, tetapi juga untuk bergerak: memaafkan, merangkul yang rapuh, membawa damai ke tempat ketegangan, dan percaya bahwa luka-luka kita sendiri bisa menjadi sumber penghiburan bagi orang lain.
Dalam dunia yang sering kejam dan sinis, menjadi saksi kerahiman adalah bentuk radikal dari keberanian.