Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tanah Air di Hati, Cinta dan Kedekatan dalam Puasa: Refleksi tentang Kemanusiaan

26 Maret 2025   20:35 Diperbarui: 26 Maret 2025   20:35 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(olahan GemAIBot, dokpri)

Tanah Air di Hati, Cinta dan Kedekatan dalam Puasa: Refleksi tentang Kemanusiaan

Di tengah gemerlap dunia yang sering kali membutakan mata hati manusia, ada sebuah suara yang mengalun lembut dari kata-kata Romo Y.B. Mangunwijaya. Dalam novel Burung-burung Manyar , ia menulis, "Tanah air ada di sana, dimana ada cinta dan kedekatan hati, dimana tidak ada manusia menginjak manusia lain."

Kutipan ini bukan sekadar metafora tentang bangsa atau negara, melainkan panggilan universal untuk memandang sesama sebagai saudara sehati. Di bulan penuh rahmat ini, baik umat Katolik dalam masa puasa Prapaskah maupun umat Islam dalam Ramadan, mari kita merenungkan makna mendalam dari pesan Romo Mangun tersebut.

Konteks Kata-Kata Romo Mangunwijaya

Romo Mangunwijaya adalah sosok multitalenta, seorang rohaniwan, arsitek, penulis, dan aktivis sosial yang selalu berusaha menyuarakan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam salah satu karyanya, Burung-burung Manyar , ia menyoroti pentingnya hubungan manusia dengan alam, sesama, dan Tuhan.

Frasa "tanah air" dalam kutipan itu bukan hanya soal wilayah geografis, tetapi juga tentang ruang batin yang dipenuhi cinta dan solidaritas. Baginya, tanah air sesungguhnya adalah tempat di mana setiap individu saling menghormati tanpa merendahkan, saling mencintai tanpa memanfaatkan.

Manusia Adalah Makhluk Berharga di Mata Allah

Baik dalam ajaran Katolik maupun Islam, manusia memiliki tempat istimewa di mata Tuhan. Dalam Alkitab, manusia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kejadian 1:27), sedangkan dalam Al-Qur'an, manusia disebut sebagai khalifah di muka bumi (QS. Al-Baqarah: 30). Status mulia ini mengharuskan kita untuk menjaga martabat manusia lainnya. Selama bulan puasa, umat diajak untuk membersihkan hati dan pikiran, serta menghormati sesama dengan lebih tulus.

Bagi umat Katolik, masa Prapaskah adalah waktu untuk bertobat, berdoa, dan berbagi kepada sesama. Sementara bagi umat Islam, Ramadan adalah momentum untuk meningkatkan ibadah, menjaga kesabaran, dan memperkuat hubungan sosial. Keduanya mengajarkan bahwa penghormatan terhadap sesama manusia adalah bagian integral dari pengabdian kepada Tuhan.

Tidak Ada Manusia Menginjak Manusia Lain

Dalam konteks kehidupan modern, frasa ini sangat relevan. Kita hidup di era ketika kompetisi sering kali membuat manusia lupa akan nilai-nilai kemanusiaan. Banyak orang terjebak dalam egoisme, materialisme, dan individualisme, sehingga mereka cenderung mengabaikan kebutuhan orang lain. Namun, selama masa puasa, kita diingatkan untuk tidak menjadi manusia yang "menginjak" manusia lain, baik secara fisik maupun emosional.

Puasa mengajarkan kerendahan hati. Ketika kita menahan lapar dan haus, kita merasakan apa yang dirasakan oleh mereka yang kurang beruntung. Ini adalah cara Tuhan mengajari kita untuk peduli dan berempati. Dengan demikian, puasa bukan sekadar ritual agama, tetapi juga transformasi moral yang mendalam.

Cinta dan Kedekatan Hati sebagai Fondasi Tanah Air

Kata-kata Romo Mangun mengingatkan kita bahwa tanah air bukanlah sekadar wilayah administratif, tetapi ruang di mana cinta dan kedekatan hati tumbuh subur. Cinta di sini bukan hanya soal romansa, tetapi juga kasih sayang kepada sesama, kepedulian terhadap lingkungan, dan sikap inklusif terhadap perbedaan. Selama puasa, umat diajak untuk membuka pintu hati mereka lebih lebar. Mereka belajar mendengarkan, memaafkan, dan memberi tanpa pamrih.

Kedekatan hati juga tercermin dalam tradisi berbagi makanan saat berbuka puasa. Di Indonesia, misalnya, momen berbuka bersama keluarga, teman, bahkan tetangga menjadi simbol persatuan dan kebersamaan. Inilah wujud nyata dari "tanah air" yang diimpikan Romo Mangun---tempat di mana cinta dan kedekatan hati menjadi fondasi utama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun