Pulchrum Splendor est Veritatis: Keindahan yang Memancar dari Kebenaran dalam Prapaskah dan Ramadan
Keindahan sejati bukanlah sekadar tampilan luar, melainkan pancaran dari kebenaran yang menyentuh relung jiwa. Dalam momen Prapaskah bagi umat Kristen dan Ramadan bagi umat Islam, kita diajak untuk menemukan keindahan hakiki melalui pertobatan, puasa, dan pencarian kebenaran Ilahi.Â
Frasa Latin "Pulchrum Splendor est Veritatis" -yang berarti "Keindahan adalah Pancaran Kebenaran"- menjadi pengingat bahwa kemuliaan hidup lahir dari keselarasan dengan kebenaran sejati. Lantas, bagaimana konsep ini terwujud dalam kedua tradisi suci ini?
Makna di Balik Kutipan: Keindahan sebagai Refleksi Kebenaran
Kutipan "Pulchrum Splendor est Veritatis" berasal dari tradisi filsafat dan teologi Kristen, merujuk pada keyakinan bahwa keindahan sejati bersumber dari kebenaran ilahi. Dalam Islam, konsep serupa juga ditemukan dalam Al-Qur'an, di mana Allah disebut sebagai Al-Haqq (Sang Kebenaran), dan segala keindahan di alam semesta adalah cerminan dari sifat-sifat-Nya. Kedua agama mengajarkan bahwa kebenaran bukan sekadar teori, melainkan sesuatu yang harus dihidupi melalui ibadah, moralitas, dan pengendalian diri.
Menariknya, baik dalam tradisi Kristen maupun Islam, keindahan yang bersumber dari kebenaran ilahi ini bersifat transformatif - ia tidak hanya mempesona indra, tetapi juga mengubah hati dan pikiran. Santo Agustinus dalam Confessiones-nya menggambarkan bagaimana kebenaran Allah yang indah menarik jiwanya yang gelisah hingga menemukan kedamaian. Sementara dalam tradisi Islam, Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa keindahan sejati hanya dapat dicapai melalui penyucian hati dan pendekatan kepada Allah sebagai sumber segala kebenaran.
Kesamaan pandangan ini menunjukkan bahwa meskipun berbeda tradisi, manusia pada dasarnya merindukan keindahan yang hakiki - yaitu kebenaran yang memancar dari Sang Pencipta dan terwujud dalam kehidupan yang lurus dan penuh makna.
Prapaskah dan Ramadan: Masa Penyucian untuk Mencapai Kebenaran
Prapaskah dan Ramadan adalah dua momen istimewa yang menjadi jalan penyucian diri. Dalam Prapaskah, umat Kristen berpuasa, berdoa, dan beramal sebagai persiapan menyambut kebangkitan Yesus. Sementara Ramadan adalah bulan di mana umat Islam menahan diri dari makan, minum, dan perbuatan siapa dari fajar hingga maghrib, sambil memperbanyak ibadah dan tadarus Al-Qur'an. Keduanya mengajak manusia untuk melepaskan diri dari belenggu nafsu duniawi dan fokus pada hal-hal yang lebih tinggi.
Di sini, keindahan rohani muncul ketika seseorang berhasil menjalani proses ini dengan ketulusan. Bukan sekadar menahan lapar, melainkan juga membersihkan hati dari iri, dengki, dan kebohongan. Seperti cahaya yang memancar dari dalam, kebenaran yang dihayati akan terlihat dalam sikap, perkataan, dan perbuatan.
Keindahan yang Lahir dari Pengorbanan
Puasa dalam kedua tradisi ini bukanlah sekadar ritual fisik, melainkan latihan spiritual untuk mencapai kedekatan dengan Yang Ilahi. Rasulullah SAW bersabda bahwa puasa adalah "perisai" yang melindungi dari perbuatan dosa. Sementara dalam Injil, Yesus berpuasa selama 40 hari di padang gurun sebagai contoh ketahanan melawan godaan.
Pengorbanan inilah yang melahirkan keindahan sejati. Ketika seseorang berhasil mengendalikan hawa nafsu, ia tidak hanya menjadi lebih dekat dengan Tuhan, tetapi juga memancarkan ketenangan dan kebijaksanaan yang memengaruhi sekitarnya. Inilah keindahan yang sesungguhnya; bukan dari hiasan luar, melainkan dari kemurnian hati.