Ketika Jalan Menyebrang Hutan: Banjir sebagai Cermin Pembangunan yang Tidak Berkelanjutan
Banjir besar yang melanda berbagai wilayah akhir-akhir ini bukan sekadar bencana alam biasa. Ini adalah cermin dari pembangunan yang seringkali mengabaikan kelestarian lingkungan. Sebuah kutipan bijak mengingatkan kita, "I'm not crossing the road. The road is crossing my forest."
Kalimat ini menggambarkan bagaimana pembangunan infrastruktur, seperti jalan raya, seringkali "menyebrang" hutan dan ekosistem alami, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang. Bagaimana banjir menjadi bukti nyata dari konflik antara pembangunan dan kelestarian alam?
Masalah: Banjir sebagai Akibat Pembangunan yang Tidak Ramah Lingkungan
Banjir yang terjadi belakangan ini tidak bisa dipisahkan dari praktik pembangunan yang tidak ramah lingkungan. Pembukaan lahan untuk jalan raya, perumahan, dan industri seringkali dilakukan dengan menebang hutan dan mengubah aliran sungai. Hutan, yang seharusnya berfungsi sebagai penyerap air dan penahan erosi, hilang begitu saja. Akibatnya, ketika hujan deras datang, air tidak lagi memiliki tempat untuk meresap ke dalam tanah. Alih-alih mengalir secara alami, air justru membanjiri pemukiman dan jalan raya.
Contoh nyata bisa dilihat di beberapa daerah yang mengalami banjir parah. Di Jawa, misalnya, pembangunan jalan tol dan perluasan kota seringkali mengorbankan kawasan resapan air. Di Sumatera, pembukaan lahan untuk perkebunan skala besar telah mengurangi daya dukung lingkungan. Banjir bukan lagi sekadar bencana alam, melainkan hasil dari kesalahan manusia dalam mengelola alam.
Belajar dari Pengalaman: Menghargai Fungsi Alam
Banjir-banjir besar ini seharusnya menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Alam memiliki mekanisme yang sudah dirancang sedemikian rupa untuk menjaga keseimbangan. Hutan berfungsi sebagai sponge raksasa yang menyerap air hujan, sementara sungai dan danau berperan sebagai saluran alami untuk mengalirkan air. Ketika kita mengganggu mekanisme ini dengan pembangunan yang tidak terkendali, alam akan memberikan respon yang seringkali merugikan.
Pengalaman dari negara-negara lain menunjukkan bahwa menghargai fungsi alam adalah kunci untuk mencegah bencana. Di Jepang, misalnya, pembangunan infrastruktur selalu disertai dengan upaya pelestarian lingkungan. Mereka membangun sistem drainase yang canggih dan mempertahankan kawasan hijau sebagai bagian dari kota. Hasilnya, meskipun sering dilanda hujan deras, banjir besar jarang terjadi.
Solusi: Membangun dengan Mempertimbangkan Alam
Untuk mencegah banjir di masa depan, kita perlu mengadopsi pendekatan pembangunan yang lebih berkelanjutan. Pertama, penting untuk melakukan kajian lingkungan yang mendalam sebelum memulai proyek pembangunan. Ini termasuk memetakan daerah resapan air, mengidentifikasi risiko banjir, dan merancang infrastruktur yang ramah lingkungan.
Kedua, reboisasi dan penghijauan harus menjadi prioritas. Menanam kembali pohon di daerah yang telah gundul tidak hanya membantu mencegah banjir, tetapi juga meningkatkan kualitas udara dan mendukung keanekaragaman hayati. Ketiga, melibatkan masyarakat lokal dalam proses pengambilan keputusan. Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan dan sungai seringkali memiliki pengetahuan tradisional yang bisa menjadi solusi efektif untuk mengelola alam.