Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. Editor, penulis dan pengelola Penerbit Bajawa Press. Melayani konsultasi penulisan buku.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dari Abu ke Pengharapan: Refleksi Awal Masa Puasa Katolik dalam Terang Yubileum 2025

5 Maret 2025   09:28 Diperbarui: 5 Maret 2025   09:28 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Olahan GemAIBot, dokpri)

Dari Abu ke Pengharapan: Refleksi Awal Masa Puasa Katolik dalam Terang Yubileum 2025

Pagi ini saya dan Maurin, sulung kami ikut misa Rabu Abu di Biara Claretian. Dan hampir beberapa tahun terakhir, misa Rabu Abu selalu kami ikuti di biara Claretian, selain karena dekat rumah juga harus segera pulang setelah misa, anak-anak akan berangkat sekolah.


Awal masa puasa 40 hari umat Katolik dimulai dengan Rabu Abu, sebuah momen di mana kita menerima tanda abu di dahi sebagai simbol kerendahan hati dan pengakuan akan keterbatasan kita sebagai manusia. Namun, lebih dari sekadar ritual lahiriah, Rabu Abu mengajak kita untuk merenungkan makna pertobatan sejati yang bersumber dari hati. Dalam terang tema Yubileum 2025, "Perziarahan Pengharapan," masa puasa ini menjadi kesempatan untuk mempersiapkan diri secara batin, menata ulang hidup, dan berjalan menuju pengharapan akan keselamatan yang Tuhan janjikan.


Abu sebagai Simbol Kerendahan Hati dan Pertobatan

Menerima abu di dahi pada Rabu Abu bukanlah sekadar tradisi. Tanda ini mengingatkan kita akan asal-usul kita: "Ingat, engkau berasal dari debu dan akan kembali menjadi debu" (Kejadian 3:19). Ini adalah pengakuan bahwa kita adalah ciptaan yang rapuh, bergantung sepenuhnya pada kasih dan rahmat Tuhan. Namun, abu juga menjadi simbol pertobatan. Seperti yang dikatakan Nabi Yoel, "Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu" (Yoel 2:13).

Pesan ini menegaskan bahwa pertobatan sejati bukanlah tentang penampilan lahiriah, melainkan perubahan hati yang mendalam. Puasa dan pantang yang kita lakukan selama masa Prapaskah haruslah menjadi sarana untuk membersihkan hati, membuka diri terhadap kehendak Tuhan, dan memperbarui relasi kita dengan-Nya.

Puasa sebagai Perjalanan Batin Menuju Pengharapan
Masa puasa 40 hari mengingatkan kita pada perjalanan Yesus di padang gurun, di mana Ia berpuasa dan menghadapi pencobaan. Ini adalah waktu untuk introspeksi, mengosongkan diri dari hal-hal yang menghalangi kita untuk mendengar suara Tuhan, dan memperkuat iman kita.

Dalam konteks Yubileum 2025 yang bertema "Perziarahan Pengharapan," masa puasa ini menjadi bagian dari perjalanan rohani kita menuju pengharapan akan keselamatan dan pemulihan. Pengharapan bukanlah sekadar angan-angan, melainkan keyakinan akan janji Tuhan yang setia. Dengan berpuasa, kita diajak untuk melepaskan keterikatan pada hal-hal duniawi dan memusatkan hati pada hal-hal yang kekal.

(olahan GemAIBot, dokpri)
(olahan GemAIBot, dokpri)
Menjadi Saksi Pengharapan di Tengah Dunia

Masa puasa bukan hanya untuk kepentingan pribadi, tetapi juga untuk menjadi berkat bagi sesama. Dalam bacaan Kitab Suci, kita diajak untuk berbagi dengan mereka yang membutuhkan, memperjuangkan keadilan, dan menjadi terang di tengah kegelapan. Ini adalah bentuk konkret dari pertobatan yang kita lakukan.

Sebagai umat Katolik, kita dipanggil untuk menjadi saksi pengharapan di tengah dunia yang seringkali dipenuhi dengan keputusasaan. Dengan hidup yang diubah oleh kasih Tuhan, kita dapat membawa kabar gembira dan menjadi tanda pengharapan bagi orang lain.

Menyongsong Yubileum 2025 dengan Hati yang Baru

Yubileum 2025 mengajak kita untuk merenungkan makna pengharapan dalam iman Katolik. Sebagai umat beriman, kita dipanggil untuk mempersiapkan diri menyambut tahun rahmat ini dengan hati yang baru.

Masa puasa 40 hari adalah kesempatan emas untuk memulai perjalanan ini. Dengan merendahkan diri, mengakui kelemahan kita, dan membuka hati terhadap rahmat Tuhan, kita dapat mengalami pembaruan batin yang mendalam. Ini adalah langkah pertama dalam perziarahan pengharapan, menuju tahun Yubileum yang penuh sukacita dan berkat.


Penutup: Rahmat Tuhan Tak Terbatas

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun