Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. Editor, penulis dan pengelola Penerbit Bajawa Press. Melayani konsultasi penulisan buku.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Shadenfreude

8 Februari 2025   11:58 Diperbarui: 8 Februari 2025   11:58 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ilustrasi gembira saat orang lain jatuh, olahan qwen 2,5 max, dokpri)

SCHADENFREUDE

Kata "schadenfreude" berasal dari bahasa Jerman, yang terdiri dari dua kata: "Schaden" yang berarti "kerugian" atau "kesedihan," dan "Freude" yang berarti "kebahagiaan" atau "kegembiraan." Secara harfiah, schadenfreude bisa diartikan sebagai "kebahagiaan atas kesedihan orang lain." Atau "gaudium ex aliena calamitate," dalam bahasa Latin yang berarti "kegembiraan atas bencana orang lain." Makna schadenfreude merujuk pada perasaan senang atau puas yang muncul ketika melihat orang lain mengalami kegagalan, kesulitan, atau penderitaan. Fenomena ini sering kali dianggap sebagai emosi yang kurang baik, tetapi dapat muncul secara alami dalam berbagai situasi sosial.

Mengapa Schadenfreude Terjadi?

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemukan momen di mana kita merasa senang ketika orang lain mengalami kegagalan atau kesulitan. Meskipun terdengar tidak etis, emosi ini memiliki akar psikologis yang kompleks dan dapat dijelaskan melalui berbagai pendekatan, seperti perbandingan sosial, rasa iri, dan dinamika dalam masyarakat yang kompetitif.

Dengan memahami faktor-faktor yang mendorong munculnya schadenfreude, kita dapat memperoleh wawasan yang lebih dalam tentang perilaku manusia, dampaknya pada hubungan interpersonal, serta cara menghadapinya dalam konteks sosial yang lebih luas. Ada beberapa penyebab seseorang melakukan schadenfreude, antara lain:

Pertama, Perbandingan Sosial. Manusia cenderung membandingkan diri dengan orang lain untuk menilai keberhasilan atau kegagalan mereka. Ketika seseorang merasa kurang berhasil, melihat orang lain gagal bisa memberikan rasa lega atau kepuasan. Perbandingan sosial adalah bagian alami dari interaksi manusia. Namun, ketika perbandingan ini dilakukan secara negatif, seperti merasa senang atas kegagalan orang lain, hal itu bisa menjadi tanda bahwa seseorang sedang berusaha mengkompensasi rasa tidak aman atau ketidakpuasan dalam hidupnya.

Kedua, Rasa Iri dan Kompetisi. Dalam lingkungan yang kompetitif, seperti dunia kerja atau media sosial, orang mungkin merasa iri pada kesuksesan orang lain. Ketika orang tersebut mengalami kegagalan, rasa iri itu bisa berubah menjadi kebahagiaan. Rasa iri sering kali muncul ketika seseorang merasa bahwa mereka tidak mendapatkan apa yang mereka anggap pantas. Ketika orang yang mereka irikan mengalami kegagalan, itu seolah-olah memberikan "keadilan" yang mereka cari, meskipun hanya dalam bentuk ilusi.

Ketiga, Validasi Diri. Merasa lebih baik dengan melihat orang lain menderita bisa menjadi cara untuk meningkatkan harga diri yang rapuh. Ini adalah mekanisme pertahanan psikologis untuk menghindari perasaan rendah diri. Validasi diri melalui schadenfreude adalah upaya untuk menutupi kekurangan diri sendiri. Namun, kebahagiaan yang didapat dari hal ini bersifat sementara dan tidak membangun kepercayaan diri yang sejati.

Keempat, Media Sosial dan Budaya Populer. Platform seperti Twitter, Instagram, atau TikTok sering menjadi panggung untuk schadenfreude. Misalnya, ketika seorang selebritas atau influencer melakukan kesalahan, banyak orang merasa senang dan bahkan menyebarkan berita tersebut untuk mendapatkan validasi sosial. Media sosial memperbesar fenomena schadenfreude karena memberikan ruang bagi orang untuk merespons secara instan dan tanpa filter. Hal ini menciptakan siklus di mana kegagalan orang lain dijadikan sebagai hiburan atau bahan perbincangan.

(olahan GemAIBot, dokpri)
(olahan GemAIBot, dokpri)

Contoh Terkini Schadenfreude

Schadenfreude, atau rasa senang atas penderitaan orang lain, sering muncul dalam berbagai konteks kehidupan modern. Dari dunia selebritas hingga lingkungan kerja, fenomena ini menunjukkan bagaimana manusia dapat merasa lebih baik dengan menyaksikan kegagalan orang lain. Kasus-kasus terkini, seperti skandal yang melibatkan influencer atau politikus, memperlihatkan bagaimana masyarakat merayakan kejatuhan orang lain untuk merasa lebih unggul, seringkali tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap hubungan atau mentalitas kolektif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun