Melangkah di Atas Bayang-Bayang Ketakutan
Ketakutan sering kali menjadi bayangan besar yang menghalangi langkah kita. Namun, ketika seseorang berani melangkah melewatinya, ia akan menemukan bahwa bayangan itu tak lebih dari ilusi belaka, sebuah penghalang yang tercipta oleh pikiran sendiri.
***
Di kota kecil yang dikelilingi perbukitan hijau itu, hidup seorang pemuda bernama Arka. Ia seorang seniman muda dengan bakat luar biasa dalam melukis. Namun, ada satu hal yang selalu menghantui Arka: ketakutannya untuk memamerkan karya-karyanya kepada dunia. Setiap kali ia membayangkan orang-orang mengkritik atau bahkan menertawakan lukisannya, dadanya terasa sesak, dan tangannya gemetar.
"Apa aku cukup baik? Bagaimana jika mereka tidak suka?" gumamnya setiap kali teman-temannya mendorongnya untuk mengikuti pameran seni lokal.
Arka tahu bahwa dirinya bukanlah pelukis sembarangan. Lukisan-lukisannya penuh warna dan emosi, mencerminkan cerita-cerita mendalam tentang kehidupan di desa kecilnya. Tapi, bayangan penolakan selalu lebih besar daripada keyakinannya. Pikirannya dipenuhi skenario buruk: para juri menggelengkan kepala, penonton berbisik-bisik, dan surat penolakan yang dingin tanpa kata penghiburan.
Suatu hari, nenek Arka, seorang wanita bijak yang telah membesarkannya sejak kecil, melihat cucunya tengah termenung di depan kanvas kosong. "Kenapa kamu belum mulai melukis lagi?" tanyanya lembut.
"Nenek, aku ingin sekali ikut pameran itu," jawab Arka ragu-ragu. "Tapi... aku takut."
Neneknya tersenyum hangat. "Aku punya cerita untukmu. Dulu, saat masih muda, aku sangat takut berbicara di depan umum. Suatu hari, aku diminta untuk memberikan pidato singkat di acara keluarga. Aku begitu gugup sampai-sampai hampir mundur. Tapi kemudian aku ingat apa yang dikatakan kakekmu: 'Jangan biarkan bayanganmu menghalangi matahari.' Maksudnya, jangan biarkan ketakutanmu membuatmu lupa pada potensimu."
Arka terdiam. Kata-kata neneknya terngiang-ngiang di benaknya. Namun, rasa takut itu tetap saja menggelayuti hatinya.