Mohon tunggu...
Alfonsus G. Liwun
Alfonsus G. Liwun Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memiliki satu anak dan satu isteri; Hobi membaca, menulis, dan merefleksikan.

Dum spiro spero... email: alfonsliwun@yahoo.co.id dan alfonsliwun16@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Quo Vadis Ilmuwan dan Pegawai Non ASN di BRIN?

9 Januari 2022   00:24 Diperbarui: 9 Januari 2022   00:34 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung Eijkman Institute for Molecular Biology (EIMB)

Eijkman Institute for Molecular Biology (EIMB) diubah namanya menjadi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Tidak hanya perubahan nama, tetapi secara kelembagaan EIMB yang selama ini sebagai sebuah institute menjadi salah satu bagian dalam Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) itu diangkat menjadi sebuah lembaga yang berkedudukannya berada dibawah Presiden. Karena BRIN berposisi demikian maka tuntutannya BRIN bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Tetapi, mengapa BRIN menjadi  viral di media akhir-akhir ini. Hal ini dikarenakan karena tiga penyebab ini.  

Pertama, Presiden Joko Widodo mengangkat salah seorang anggota Dewan Pengarah BRIN yaitu Ibu Megawati Soekarnoputeri. Bahkan menempatkan Ibu Mega sebagai ketua Dewan Pengarah. Pengangkatan Ibu Mega ini kemudian mendorong khalayak bertanya-tanya, soal esensi dari jatidiri seseorang sebagai ilmuwan. Disini!

Kedua, para pengawai yang meliputi peneliti yunior dan senior non ASN yang selama ini bekerja di EIMB. Mereka seakan tak mau berubah "rumah".

Dilansir dari Kompas.com (7/1/2022) bahwa ada pegawai EIMB yang tak mau mengikuti tawaran dari kepala BRIN, Pak Laksana Tri Handoko, yang dilantik Presiden 28 April 2021 lalu. Mereka yang menolak tawaran Pak Tri, ketua BRIN, lebih memilih mundur diri. Tawaran bahwa para pengawai honorer yang selama ini bekerja di EIMB mengikuti proses pengangkatan menjadi pegawai ASN  sehingga seluruhnya dapat bergabung menjadi pegawai BRIN. Mandat perundang-undangan demikian namun pegawai honorer lebih memilih menolak.

Justru yang memilih mundur diri inilah yang menjadi persoalan. Persoalannya apa? Tentu lebih pada proses menjadi pegawai ASN di BRIN. Padahal, selama ini honorer. Pemerintah memilih yang terbaik untuk para honorer ini. Mungkin saja, maunya mereka langsung diangkat ketimbang mengikuti proses pengangkatan. Takutnya, dalam proses itu mereka gagal. Toh, ketua BRIN menegaskan jika proses itu gagal bisa diulang lagi. "Gagal" menjadi ketakutan.

Bagi saya, ini yang menarik. Menariknya karena takut gagal disatu sisi, dan merasa bahwa selama bertahun-tahun sudah pegawai honorer mungkin lebih nyaman. Dan disisi lain, telah memiliki pola berpikir sendiri bahwa jangan-jangan proses itu pun "akan mirip-mirip seperti pengalaman di KPK?" Ini hanya mungkin saja.

Menjalani proses pengakatan menjadi pegawai ASN dalam sebuah lembaga pemerintah merupakan suatu proses yang wajar. Apalagi proses itu mandat perundang-undang, yang mengehendaki semua harus ikut dan taat. Lagi pula, proses pengangkatan menjadi pegawai merupakan pengujian kredibilitas bekerja selama ini sehingga dapat menjadi bukti bahwa apakah bekerja selama ini sudah mencapai tingkat profesionalitas atau belum.

Ketiga, benarkah yang honorer tidak membutuhkan uang? Sekali lagi, mungkin. Kalau memang tidak membutuhkan hal ini, jauh dimungkinkan adalah bahwa mereka walaupun berstatus honorer tetapi mereka telah memiliki nama. Nama menjadi identitas pribadi. Nama adalah kekhasan yang memiliki arti tersendiri sekaligus kelompok, yaitu EIMB. Sehingga ketika berubah "rumah" seakan perlu kerja ekstra untuk memberikan arti sebuah nama lagi.

Dari ketiga alasan ini, maka judul di atas, Quo vadis ilmuwan kita, menjadi sangat penting untuk kita telisiki. Karena itu, hemat saya bukan lembaga BRIN atau EIMB yang menjadi masalah, tetapi pegawai honorer, non ASN yang memilih untuk mundur diri. Disini!

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun