Mohon tunggu...
Alfonsus G. Liwun
Alfonsus G. Liwun Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memiliki satu anak dan satu isteri; Hobi membaca, menulis, dan merefleksikan.

Dum spiro spero... email: alfonsliwun@yahoo.co.id dan alfonsliwun16@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Perubahan Kurikulum Lagi? Astaga...

28 Desember 2021   15:33 Diperbarui: 28 Desember 2021   15:38 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiero Liwun, anakku menghadiri Bazar Sekolah SD Familia Pangkalpnang, 1/11/2019 (dokpri)

Keenam, Kurikulum Prototipe 2022, lebih menekankan pada mata pelajaran Informatika. Apakah ini dalam korelasinya dengan Pak Menteri yang ahli dalam Informatika? Ketika saya membaca bagian ini, sadar bahwa akan terkonek disini, hubungan dengan keahlian pak menteri, Pak Nadiem.

Ketujuh, Kurikulum Prototipe 2022, menyatukan dua mata pelajaran IPA dan IPAS menjadi Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam Sosial (IPAS). Sekali lagi, esensinya sama yaitu mata pelajaran IPA dan IPS tetap ada, hanya dengan nama yang berbeda.

Kurikulum Prototipe 2022, hal ini berikut menjadi pokok perhatian

Hiero Liwun, anakku diajarkan mamanya melipat bajunya,3 Maret 2020 (dokpri)
Hiero Liwun, anakku diajarkan mamanya melipat bajunya,3 Maret 2020 (dokpri)

Setelah membaca sekilas tentang Kurikulum Prototipe 2022, yang perlu diperhatikan oleh pemegang kekuasaan terkhusus kebijakan tentang Kurikulum Prototipe 2022 ini adalah:

Pertama, Pengajar, Guru. Guru adalah pemegang kunci proses pendidikan di sekolah. Walaupun sekarang muncul framing, bahwa anak didik menjadi kunci utama dalam pembelajaran. Saya setuju dengan framing ini. Artinya, anak didik harus lebih aktif "kerja keras".

Merenung ketujuh basis yang ditekankan dalam Kurikulum Prototipe 2022, guru tidak lagi sebagai pemegang utama ilmu pengetahuan dan berbagai informasi yang mendukung mata pelajaran yang diajarkan. 

Disinilah, naluri filosof saya muncul, dengan koneksitas pada gaya belajar Sokrates bersama para muridnya. Gaya Sokrates ialah bahwa guru bagaikan seorang bidan, membantu anak didik untuk memahami, trampil, dan bersikap. Disinilah, demokratisasi ditanamkan dalam diri anak didik. Anak didik diberi kesempatan dan ruang kreatif berpikir, peran guru mengarahkan arah berpikir anak didik.

Hiero Liwun, mandiri mengerjakan tugasnya TK Besar, 19 Maret 2020 (dokpri)
Hiero Liwun, mandiri mengerjakan tugasnya TK Besar, 19 Maret 2020 (dokpri)

Kedua, Anak didik, murid yang ikut dalam pembelajaran. Anak didik dalam satu ruang kelas, jumlahnya harus terbatas. Maksimal 10 orang dalam satu ruangan kelas. Maka ke depan, kebutuhan tenaga guru, sangat dibutuhkan. Jumlah yang besar dalam kelas, sangat tidak efektif. Sementara seorang guru harus memperhatikan dan memfasilitas begitu banyak anak murid. Ujung-ujungnya, fokus guru hanya pada anak didik tertentu. Pengalaman saya semasa SMA, kami hanya 10 orang dalam satu kelas. Benar-benar efektif sekali dalam belajar-pengajar. Sangat terasa hubungan yang baik dalam komunikasi guru dan anak didik.

Ketiga, Sarana dan Prasarana sekolah. Sarana dan prasarana adalah pendukung proses belajar. Ini walaupun sarana prasarana, tetapi menjadi penunjang utama. Hubungan sarana dan prasarana ialah pembiayaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun