Kisah Pak Usman
Di Jalan Basuki Rachmad Ujung II, Pangkalpinang, ada sebuah kedai kecil nan sederhana. Disitu pula tinggal keluarga pak Usman (bukan nama sebenarnya).Â
Dulu kerja pak Usman sebagai sopir pickup yang mengangkut barang-barang di pasar untuk dicover ke toko-toko kecil di dalam kota Pangkalpinang.Â
Dalam perjalanan waktu, sopir pick up semakin banyak. Harga yang awalnya sekali angkut Rp. 50.000,- turun drastis menjadi Rp. 25.000,-. Karena semakin banyak sopir dan harganya semakin menurun, ia membelok arah dengan membuka kedai kecil di rumahnya.
Jualannya masih kecil-kecil, seperti indomie, minuman air mineral, es, sabun, sikat gigi, biscuit, dll. Di teras rumahnya Usman menjual galon air isi ulang, ini pun termasuk titipan dari pedagang air. Juga ia menjual BBM dengan harga sama seperti di SPBU. Baginya, menjual BBM jauh lebih beruntung karena cepat habis dan putaran uangnya pun lancer.
Selang beberapa bulan, di kedainya ada banyak pedagang kecil rumahan yang memajang krupuk-krupuk di kedainya. Krupuk-krupuk itu, banyak macam jenis bahan baku dan warna.Â
Banyak macam krupuk ini berasal dari berbeda-beda pemilik usaha kecil rumahan. Maksimal pajangan krupuk dalam satu ikat tentengan berjumlah 25 bungkus, dan satu bungkus itu hanya berisi 7-10 irisan satu buah pisang berupa lempengan pisang yang sudah diolah. Kalau diukur secara riil, satu bungkus krupuk pisang tadi, bisa saja hanya 1 buah pisang. Itu pun buah pisang yang berukuran standar.
Saya sering berkunjung dan kadang-kadang duduk ngobrol seputar usaha kecil keluarga yang menitipkan barang dagang mereka. Menariknya, dalam obrolan itu, krupuk pisang menjadi bahan cemilan dalam obrolan yang panjang.Â
Kenapa? Menurut Usman, krupuk pisang laris bagi pembeli. Karena termasuk makanan ringan, teman dalam duduk ngobrol.Â
Dan tidak hanya itu, krupuk pisang terbilang paling murah dari semua barang dagang yang dipajang oleh pedagang usaha kecil rumahan di kedainya.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!