Mohon tunggu...
Alfonsus G. Liwun
Alfonsus G. Liwun Mohon Tunggu... Wiraswasta - Memiliki satu anak dan satu isteri; Hobi membaca, menulis, dan merefleksikan.

Dum spiro spero... email: alfonsliwun@yahoo.co.id dan alfonsliwun16@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Parrhesia Foucault dan Demokrasi Indonesia

30 April 2020   10:02 Diperbarui: 30 April 2020   09:57 446
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen pribadi, diphoto dari buku karya Dr. Kondrad Kebung B, SVD

Pernakah saudara-saudari warga Kompasiana mendengar kata "parrhesia"? Atau setidak-tidaknya pernah membaca tentang kata ini? Saya sendiri begitu yakin bahwa warga Kompasiana, tahu dan lebih dari itu memahami secara benar tentang kata "parrhesia".

Tulisan mini ini sebagai buah refleksi saya atas hasil baca selama libur karena pencegahan pandemi Covid-19, dari buku Michel Foucault Parrhesia dan Persoalan Mengenai Etika, karya Dr. Konrad Kebung Beang, SVD yang dicetak pada bulan September 1997 yang lalu, di percetakan Obor, Jakarta.

Dari hasil membaca buku ini, saya mencoba mengaitkannya dengan demokrasi Indonesia yang selama ini secara publik kita alami.

Parrhesia: etimologi dan pemahaman Foucault

Parrhesia secara etimologi dari bahasa Yunani, yaitu kata "pan" dan kata "rhesia" atau "rhema". Kata "pan" artinya semua dan kata rhesia atau rhema artinya ekspresi, apa yang dikatakan, pidato atau perkataan. Disamping itu, juga berarti ucapan, omongan, ujaran, dan berbicara.

Dari arti kata secara etimologi tadi, ada hal esensi yang kita temukan dari parrhesia yaitu ketrampilan berbicara, kehalusan, keterbukaan, keterusterangan, dan kebebasan dalam berbicara. Dari etimologi kata parrhesia, rupanya ditemukan juga dalam berbagai bentuk: ada bentuk nominal, verbal, dan subyektif.

Dari berbagai bentuk ini parrhesia, Michel Foucault (1926-1984), seorang pemikir asal Prancis yang terkenal di abad 20, tergerak hatinya untuk mendalami apa sebenarnya parrhesia itu. Setelah melakukan studi yang mendalam, Foucault mengatakan bahwa parrhesia itu adalah "bebas berbicara" tetapi dalam kaitannya dengan kebenaran.

Dan jika parrhesia hanya asal berbicara maka si pembicara dapat diketahui sejauh mana seseorang itu ber-etika atau tidak. Kalau parrhesia itu dalam arti bebas berbicara namun benar maka inilah tugas dan kebajikkan dari si pembicara.

Dari pemahaman Foucault ini, parrhesia memiliki makna yang mendalam yaitu bahwa kebebasan berbicara itu, tidak asal omong, tetapi berkorelasi dengan kebenaran. Dan karena itu, parrhesia sebenarnya aktivitas seseorang mengungkapkan segala sesuatu yang ada didalam pikirannya. Dalam mengungkapkan itu, muncul unsur-unsur seperti kemerdekaan, kebebasan, penuh keyakinan, dan polos.

Foucault lebih tegas mengungkapkan bahwa berbahasalah yang menjadi gambaran atas kebebasan, kemerdekaan, penuh keyakinan, dan polos. Memang benar bahwa jika dalam berbahasa terdapat banyak polesan, banyak hiasan, maka tidak lebih dari asal omong. Atau lebih krennya, asal bunyi. Tong kosong nyaring bunyinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun