Mohon tunggu...
Alfonsius Febryan
Alfonsius Febryan Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat Teologi 'Fajar Timur'-Abepura, Papua

Iesus Khristos Theou Soter

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fragmen Politik Menurut Hannah Arendt

1 Juni 2020   10:45 Diperbarui: 1 Juni 2020   10:46 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku cukup terkesima membaca Hannah Arendt, salah seorang pemikir politik yang kiranya tidak sedikit politikus tentu mengenalnya. Catatan Hannah Arendt[1] untuk pertama kalinya memberi pijakan dasar tentang paham politik itu sendiri, walaupun aku baru membaca topik politik dan mengarangnya sebagai tulisan, mungkin akan menjadi ketekunan tersendiri bagiku, agar memulai karangan terkait politik melalui hal-hal mendasar. 

Oleh karena itulah aku akan membagikan sedikit pijakan dari seluruh isi pikiranku ketika membaca Hannah Arendt tentang vita activa  dan kilas pemikirannya baik melalui buku dan terang diskusi bersama para sahabat karibku. 

Pikiran baru dari Arendt

 Pada mulanya Hannah Arendt sudah lama menyelami filsafat kuno dan terus menimba ilmu melalui mode fenomenologi dan hermeneutik. Terkait pandangannya justru bukan terlintas pada sudut Plato seperti Politeia saat menjabarkan tentang negara sebagai keluarga di mana menyerap dan meluluhkan keluarga dalam arti konkret, melainkan pada Aristoteles yang dijadikannya sebagai pijakan untuk menjabarkan arti penting politik itu sendiri baginya dan tentu tak jauh dari pikiran Aristoteles[2]. 

Catatan yang diberikan Aristoteles dalam pemikirannya tentang politik bermula dari sebuah etimologis, yakni oikos (rumah tangga) dan polis (negara kota) sebagai susunan politis dasar masyarakat. 

Pada oikos dari Aristoteles dimgerti sebagai relasi rumah tangga antara menguasai dan dikuasiai, antara pria dan wanita, tuan dan budak. Sehingga rumah tangga adalah bentuk kenyataan konkret di mana pria dan wanita saling menjalin demi proses keturunan dan hubungan tuan dan budak demi keberlangsungan hidup. 

 Sedangkan pada polis menurut Aristoteles sendiri dilihat sebagai ruang public di mana terbentuk dalam relasi antara para warganya yang bersuara lantang demi menyampaikan aspirasi, untuk itulah Aristoteles memaknai sebuah negara bukan sarana untuk mempertahankan hidup, melainkan demi kesempurnaan hidup bersama. 

Untuk itulah menurut pengertianku bahwa kiranya penting melihat manusia sebagai konteks lanjut dari Aristoteles, sebagaimana dibahasakan dengan keunikan manusia pada bahasa, hal ini serta merta menjadi kecocokkan. Contoh ketika manusia merasakan sakit dan hasrat, manusia itu akan bersuara dan menindaklanjutinya di dalam komunikasi. 

Untuk itulah pada hemat saya pula pengertian manusia perlulah utuh, yakni memiliki perbedaan dan tidak hanya diwakilkan oleh salah satu pihak untuk menyampaikan, melainkan mempergunakan bahasa sebagai keterwakilan dari manusia itu sendiri dan itu hanya terjadi pada bentuk pengungkapan melalui komunikasi.

Walau demikian bagi Arendt terkait oikos dan polis justru sama namun lebih kontekstual di zaman ini, bahwa pertama-tama Arendt memberi paradigma bahwa oikos menurutnya merupakan sebuah cara masyarakat pra-politis yang tak sama seperti dinyatakan sebagai state of nature[3] dari Hobbes, melainkan melampaui dari sekadar rumah tangga sebagaimana dinyatakan Aristoteles. Oikos bagi Arendt merupakan bentuk ruang privat dan tidak termasuk dalam polis itu sendiri. 

Jika oikos merupakan bilik penguasaan, Arendt melihatnya sebagai ruang privat dari sebuah dominasi. Sedangkan polis dimegertinya sebagai sebuah persoalan untuk mengatur dengan sarana-sarana yang meyakinkan dan tanpa paksaan. Maka dari itu pula prinsip bebas adalah basis hidup di dalam polis itu sendiri yang menjadi praksis dari warga negara itu sendiri mendapat penekanannya serta merta ini dapat terjadi bukan semata-mata lepas dari hidup kolektif, melainkan kemampuan untuk menentukan dan mengaskan diri bersama-sama dengan orang lain.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun