Mohon tunggu...
Alfiyatul Ilmiyah
Alfiyatul Ilmiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

apa saja yang penting seru

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Apakah Benar Karakter Anak Itu Warisan Orangtua?

18 September 2022   15:02 Diperbarui: 18 September 2022   15:10 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Orang jawa mempercayai bahwa karakter anak merupakan warisan dari orang tuanya. Jika orang tuanya adalah orang yang nakal, maka anak dari mereka akan lebih nakal daripada orang tua mereka. 

Begitu juga sebaliknya, jika orang tua mereka adalah orang yang baik, penurut, memiliki adab yang baik kepada orang yang lebih tua, maka anak dari orang tua semacam itu akan menjadi anak yang lebih baik lagi.

Menurut Adi Suprayitno dan Wahid Wahyudi dalam buku yang berjudul Pendidikan Karakter di Era Milenial, suatu kemandirian itu berkembang dengan pengaruh dari tiga hal, yaitu gen, pola asuh orang tua, dan sistem Pendidikan sekolah. Kemandirian disini tidak bisa dipisahkan dari karakter seorang anak. Sama halnya dengan kemandirian, karakter juga dibentuk dengan bantuan tiga hal tersebut.

Karakter anak mulai dibentuk pada fase pra operational (2-6 tahun), dimana pada fase ini anak-anak cenderung mempresentasikan lingkungan sekitar mereka secara simbolis atau bahkan meniru perilaku para orang dewasa yang ada disekitar mereka. Oleh karena itu, lebih tepat jika karakter anak dikatakan dibentuk dengan lingkungannnya, daripada diwariskan dari orang tua mereka. 

Tapi bukan berarti hal tersebut bisa dikatakan salah, karena orang tualah lingkungan dimana anak-anak pertama kali mendapat Pendidikan mereka. Selain meniru, pada fase ini anak-anak cenderung mengingat hampir semua hal yang terjadi pada lingkungan sekitar mereka. Sehingga, secara tidak sadar mereka menjadikan hal tersebut menjadi acuan dalam bersikap dan membentuk karakter mereka.

Kebiasaan sendiri biasanya berasal dari suatu hal yang membekas di ingatan mereka. Bahkan hal spontan seperti membentak anak ketika mereka melakukan kesalahanpun, akan membekas di ingatan anak-anak pada fase ini. Meskipun orang tua melakukannya tanpa sengaja, hal tersebut akan tercatat menjadi suatu respon yang lazim pada ingatan anak, jika hal tersebut dilakukan berulang kali.

 Alhasil anak cenderung akan memiliki karakter yang tidak jujur atau bahkan mereka akan melakukan hal yang sama kepada orang lain, karena anak berpikir hal itu adalah respon atau hal yang lazim untuk dilakukan.

Oleh karena itu, orang tua hendak berhati-hati ketika anak-anak memasuki fase ini. Entah itu tutur kata anda, sikap anda, respon anda pada suatu hal, dan bagaimana anda menanggapi anak anda akan menjadi acuan pertama anak anda dalam membentuk karakter mereka nanti. Jika mereka salah, tunjukkan apa yang salah jangan membentak mereka. 

Karena sekali anak memutuskan untuk menutup diri mereka dan bahkan jika anda berhasil membuka hati mereka sekali lagi, anak anda tidak akan sepenuhnya terbuka kepada anda seperti sebelumnya. Bukannya tidak mungkin untuk membuka hati mereka, tapi perlu waktu untuk mendapat kepercayaan mereka lagi. Proses itulah yang susah. Waktu yang diperlukan juga terbilang lama. Di masa-masa itu anda bahkan dapat melupakan tujuan anda.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun