Setiap profesi pasti memiliki kualifikasi standar kompetensi yang ditetapkan. Dengan begitu, sebuah pekerjaan akan mampu berjalan sesuai yang diinginkan, dengan diisi oleh orang-orang yang kompeten. Tak terkecuali guru Bimbingan dan Konseling (BK). Untuk mewujudkan program BK yang diharapkan, tentu dimulai dari penggeraknya, yakni sang konselor. Nah, bagaimana kriteria pribadi yang layak menjadi guru BK? Simak penjelasan berikut.
Ber-sertifikat sebagai Sarjana Bimbingan dan Konseling.
Sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Yang berkualifikasi dalam hal ini adalah:
Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang Bimbingan dan Konseling, dengan gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.) (Terakreditasi).
Berpendidikan profesi konselor (Kons.).
Untuk menempuh S1 Bimbingan dan Konseling (S.Pd.), dibutuhkan minimal 4 tahun, berikut profesi konselor yang kurang lebih satu tahun. Sehingga total meraih profesi guru BK diperlukan waktu 5 tahun.
Memiliki Kompetensi Guru Bimbingan dan Konseling.
Kompetensi merupakan harga mati yang harus dimiliki Guru BK. Tanpanya, guru BK tak akan mampu bekerja dengan maksimal. Kompetensi guru BK meliputi akademik, psikologis dan komunikasi.
Pada kompetensi akademik, guru BK dituntut untuk memahami secara mendalam konseli, menguasai landasan dan teori BK, melaksanakan pelayanan BK yang memandirikan, dan mengembangkan pribadi dan profesionalitas konselor secara continue.
Untuk kompetensi psikologis, guru BK harus diwajibkan menyadari nilai-nilaiakan dirinya dapat mempengaruhi respons-respons konselor terhadap klien, menghindari prasangka dan pikiran judgement terhadap klien, tidak memaksakan nilai-nilai pribadi konselor atas klien, mengerti akan kekuatan dan keterbatasan individu, me-manage diri secara efektif, bekerja sama secara produktif dengan teman sejawat dan anggota profesi lain, dan konsisten terhadap perilaku yang sesuai kode etik profesi.
Sedangkan dalam kompetensi komunikasi, guru BK diharuskan membantu atas asas keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa baik secara verbal maupun nonverbal, bersikap hangat dan penuh perhatian, menunjukkan rasa hormat kepada klien sebagai pribadi yang berguna dan bermartabat, memberi support bahwa klien memiliki kapasitas untuk memecahkan problem mengatur dan menata dirinya untuk berkembang, bersikap empati, dan berintegritas.