Mohon tunggu...
alfitra akbar
alfitra akbar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mahasiswa

Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Perbandingan Aksi Demonstrasi di Indonesia dan Hong Kong

15 Oktober 2019   06:28 Diperbarui: 25 Januari 2021   23:02 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Alfitra Akbar 

Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia.

Setelah hampir sekian lama kita tidak melihat gelombang demo secara massive yang datang dari mahasiswa,pada akhir bulan September kemarin kita dikejutkan dengan sejumlah aksi yang datang dari berbagai elemen dan unsur mahasiswa,menariknya aksi ini digelar hampir secara serentak di berbagai kota di Indonesia dan tuntutan dari aksi-aksi tersebut relatif sama mereka solid dalam menyatakan sikap menolak RUU KUHP,UU KPK,RUU Pertanahan,RUU Permasyarakatan dan RUU PK-S 

Aksi yang digelar dalam beberapa hari ini mendapat sorotan yang tajam dari masyarakat dan media baik lokal maupun internasional banyak yang membandingkan demo mahasiswa tersebut dengan aksi-aksi yang terjadi di negara lain seperti Hong kong.

Secara garis besar aksi di Indonesia dan Hong Kong memiliki beberapa kesamaan,pertama dalam hal tuntutan aksi di kedua negara ini sama-sama menolak ditetapkanya Rancangan Undang-Undang (RUU) jika para demonstran di Indonesia menolak serangkaian undang-undang diatas sementara para demonstran di Hongkong lebih spesifik menolak satu RUU yaitu RUU Ekstradisi atau lebih lengkapnya disebut The Fugitive Offenders and Mutual Legal Assistance in Criminal Matters Legislation (Amendment)Bill 2019.

RUU Ekstradisi sendiri memang telah lama dibahas di dalam parlemen Hongkong salah satu poin yang menuai protes dari demonstran dari RUU Ekstradisi ini adalah  memungkinkan para kriminal yang tertangkap di Hongkong dikirim dan diadili di China.

Hal ini menimbulkan protes dari masyarakat Hongkong karna mengkhawatirkan pengadilan di China berjalan tidak adil dan sebagai negara bekas jajahan Inggris masyarakat Hongkong merasa mereka tidak mau didikte lagi oleh China atau membiarkan pengaruh China terhadap Hong Kong lebih kuat disamping itu kebijakan ini juga akan menggangu keharmonisan hubungan internasional antara Hong Kong dan beberapa negara yang berkonfrontasi langsung dengan China.

Sementara di Indonesia demonstran menyatakan sikap menolak berbagai RUU seperti RUU KUHP,RUU KPK,RUU Pertanahan,RUU Permasyarakatan dan RUU KPK.Banyaknya RUU yang ditolak ini merupakan hasil akumulasi dari kinerja parlemen Indonesia di akhir masa jabatan yang seolah mengejar target untuk mengesahkan beberapa RUU yang dianggap belum matang dan banyak pasal karet yang ada di dalam RUU tersebut.

Dua RUU yang menjadi sorotan utama dalam aksi demonstrasi ini adalah RUU KPK dan RUU KUHP dua RUU ini dianggap yang paling kontroversial

Secara garis besar RUU KPK berpotensi melemahkan institusi KPK itu sendiri dalam rangka menjalankan tugas memberantas korupsi sementara RUU KUHP dianggap banyak pasal karet yang perlu dikaji ulang antara lain pasal yang mengatur hubungan privat antar manusia seperti kumpul kebo,kebebasan pers dan lain-lain.

Jika kedua peristiwa diatas kita analisis dari sudut pandang perbandingan politik secara garis besar kita bisa melihat persamaan dan perbedaan dari kedua aksi di dua negara tersebut 

 Dari segi persamaan pertama keduanya memiliki tuntutan yang sama. Dalam tuntutan keduanya sama-sama menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) yang dikeluarkan oleh pemerintah masing-masing negara tersebut

Lalu persamaan kedua adalah untuk sementara gelombang aksi yang mereka lancarkan menuai hasil,di Indonesia akhirnya  ketua dan pimpinan DPR-RI telah sepakat menunda pembahasan berbagai macam RUU diatas yang dianggap kontroversial namun ada satu RUU yaitu RUU KPK yang sudah terlanjur disahkan oleh DPR-RI kini bola panas tentang RUU tersebut berada pada Presiden apakah akan mengeluarkan perppu atau tidak.

Sementara di Hong Kong tepatnya pada tanggal 15 Juni pemimpin Hong Kong Carrie Lam memutuskan menunda RUU Ekstradisi ditengah gelombang demonstrasi yang semakin membesar.

Ketiga jika kita lihat aksi yang terjadi di Indonesia dan Hong Kong dari segi jumlah gelombang aksi tersebut merupakan aksi dalam jumlah terbanyak dalam kurun waktu puluhan tahun terakhir 

Seperti yang kita ketahui dalam kasus Indonesia aksi tebesar yang dilakukan mahasiswa adalah pada tahun 1998 ketika mahasiswa berhasil meruntuhkan orde baru yang telah berkuasa selama 32 tahun sementara di Hongkong aksi menyerupai ini secara besar-besaran pernah terjadi pada tahun 1997 saat peristiwa penyerahan Hong Kong ke China.

Kemudian dari segi karakteristik peserta aksi demonstrasi juga terjadi kemiripan antara Indonesia dan Hong Kong aksi di Indonesia diawali dengan aksi elemen-elemen mahasiswa yang tergabung dalam beberapa organisasi eksekutif kemahasiswaan (BEM) kemudian menjalar ke mahasiswa-mahasiswa lainya di universitas tersebut sampai akhirnya merambat hingga gabungan mahasiswa dari beberapa wilayah hingga menjalar ke kota-kota lainya secara serentak

Gabungan mahasiswa dari bermacam universitas tersebut memusatkan aksi nya di satu titik seperti mahasiswa Jabodetabek-Bandung di gedung DPR-MPR dan mahasiswa Daerah Istimewa Yogyakarta di Gejayan Kabupaten Sleman uniknya jika dibanding sebelumnya pada aksi kali ini terdapat fenomena baru yaitu munculnya peserta aksi dari kalangan pelajar yaitu anak-anak STM yang turut mewarnai aksi.

Situasi yang terjadi di Hong Kong pun relatif sama mahasiswa dan pelajar memegang peranan sentral dalam jalanya aksi protes seperti dilansir kantor berita Reuters mahasiswa berkumpul di salah satu universitas terbesar di Hong Kong secara bergiliran mereka memulai orasi yang berisi protes kepada pemerintah dan membentangkan poster-poster dari panggung yang bertuliskan "Student in unity boycott our city" seiring berjalanya waktu mereka mengancam akan memboikot perkuliahan jika tuntutan tidak dipenuhi oleh pemerintah tuntutan pun bertambah jika sebelumnya hanya menolak UU Ekstradisi yang kontroversial kini mereka juga meminta pemerintah melakukan penyelidikan atas kepolisian setempat atas dugaan pelanggaran dalam menangani aksi massa.

Kemudian jika kita bandingkan dari segi perbedaan terlihat ada beberapa perbedaan yang terlihat antar dua aksi demonstrasi antara Indonesia dan Hongkong 

Pertama aksi di Indonesia dari segi karakteristik peserta aksi hanya diikuti oleh kalangan mahasiswa dan pelajar sementara aksi di Hongkong walaupun mahasiswa memegang peranan sentral seperti dalam aksi "Student in Unity Boycott Our City" aksi ini juga melibatkan hampir seluruh elemen-elemen masyarakat lain seperti para pekerja hal ini terlihat dari aksi ratusan pengacara di Hong Kong yang melakukan aksi-aksi protes di jalan raya Hong Kong.

Kedua aksi di Hong Kong berjalan secara berkelanjutan. Jika kita amati aksi di Hong Kong dimulai pada Maret 2019 pada saat itu jumlah demonstran baru ratusan demo Maret 2019 ini tepat satu bulan setelah Biro Keamanan Hong Kong menyerahkan draf dokumen yang berisi usulan perubahan undang-undang ekstradisi terhitung sampai bulan Oktober ini telah berlangsung beberapa kali aksi demo yang berlangsung rutin di tiap bulan.

Sementara aksi di Indonesia mencapai puncak nya pada tanggal 23 dan 24 September aksi ini juga serentak di berbagai tempat namun praktis setelah DPR-RI menunda pembahasan RUU belum ada aksi lagi yang digelar secara massive.

Terlepas dari rangkaian aksi di dua negara tersebut hal lain yang kita bisa pelajari disini adalah bahwa pemerintah pada era globalisasi ini tidak bisa menganggap remeh peran civil society.

Jika kita mengambil satu contoh kasus diatas yaitu aksi demonstrasi yang terjadi di dua negara yaitu Indonesia dan Hong Kong masyarakat sipil mempunyai peranan yang sangat penting ditambah pada era digital seperti sekarang penyebaran informasi melalui media-media sangat massive sehingga muncul kesadaran dari kelompok-kelompok sipil untuk ikut berpartisipasi memperjuangkan aspirasi mereka sehingga banyak masyarakat yang tersadar akan pentingnya isu-isu tersebut dan ikut memperjuangkanya lewat turun mengikuti aksi demonstrasi.

Prof Miriam Budiharjo di dalam buku dasar-dasar ilmu politik berpendapat selain dari pemilihan umum ada bentuk partisipasi lain yang dilakukan warga negara yaitu melalui kelompok-kelompok.

Partisipasi ini muncul karna masyarakat telah menyadari bahwa suara satu orang (misalnya dalam pemilihan umum)sangat kecil pengaruhnya terutama di negara yang mempunyai jumlah penduduk besar.

Dengan menggabungkan diri dengan orang lain menjadi suatu kelompok diharapkan tuntutan mereka akan lebih didengar oleh pemerintah,kelompok inilah yang menurut Prof Miriam Budiharjo berkembang menjadi gerakan sosial (social movements)

Sementara Sydney G Tarrow berpendapat bahwa Social Movements adalah tantangan kolektif oleh orang-orang yang mempunyai tujuan bersama berbasis solidaritas.

Rasa solidaritas yang muncul di kalangan kelompok-kelompok masyarakat ini timbul karna mereka percaya gerakan atau aksi yang sedang berjalan mempunyai kepercayaan dan nilai-nilai yang sama dengan apa yang mereka percayai sehingga muncul aksi solidaritas berupa gerakan-gerakan yang mendukung jalanya aksi tersebut.

Di Indonesia seniman Ananda Badudu misalnya melalui gerakan sosial penggalangan dana melalui website kitabisa.com mengumpulkan penggalangan dana untuk mendukung jalanya aksi demonstrasi,Ananda mengatakan idenya ini berawal dari keresahan tentang kondisi Indonesia saat ini dari keresahan tersebut dan tidak ada niatan-niatan lain yang mendasari dia untuk membuat gerakan sosial tersebut seperti yang dituduhkan berbagai pihak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun