Mohon tunggu...
alfitra fariz
alfitra fariz Mohon Tunggu... Penulis - amor fati ego fatum brutum

DO your self

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sumpah Mahasiswa: Interpretasi Mahasiswa dalam Sumpah Mahasiswa di Tengah Gemerlapnya Omnibus Law

7 November 2020   09:04 Diperbarui: 7 November 2020   09:20 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


"Kami mahasiswa-mahasswi Indonesia mengaku, Bertanah air satu, tanah air tanpa penindasan.
Kami mahasiswa-mahasiswi Indonesia mengaku, Berbangsa satu, bangsa yang gandrung akan keadilan.
Kami mahasiswa-mahasiswi Indonesia mengaku Berbahasa satu, bahasa tanpa kebohongan."

Sudah 22 tahun semenjak agenda Reformasi dimulai, dan sudah semenjak itu pula sumpah yang familiar dikalangan pemuda, khususnya mahasiswa ini terlahir. Sumpah mahasiswa merupakan salah satu bentuk plesetan atau new paradigm dari sumpah pemuda Indonesia, yang lahir pada tahun 1928, dalam kongres Pemuda II dalam rangka menegakan persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia untuk mengusir penjajahan.

Sumpah mahasiswa yang dilatar belakangi oleh semangat pembaharuan dan penegakan keadilan terhadap hegemoni orde baru ini, berhasil membawa masyarakat Indonesia kepada era baru yang bernama reformasi. Sumpah ini berhasil menyatukan berbagai perbedaan-perbedaan yang ada, dan menjadikannya satu dan saling terikat untuk kemudian bersama-sama berjuang mencapai cita-cita khalayak umum yang luhur.  

Sumpah mahasiswa sendiri dimaknai bukan hanya sekedar sumpah, atau sekedar rangkaian kata-kata yang disusun rapih untuk kemudian diorasikan. Lebih dari itu, makna dan filosofi dalam sumpah mahasiswa ini merupakan sebuah hal yang sangat sakral dan harus terus dijaga, sebagai salah satu bentuk upaya pelestarian dari hasil reformasi ini.

Sumpah yang bersifat kritik dan dibalut sarkasme ini, merupakan sebuah fenomena yang cukup epik dan dirasa akan terus sejalan dengan nilai dan norma yang diterapkan bangsa Indonesia. Melihat konteks dan fenomena kehidupan berbangsa saat ini, dirasanya perlu untuk kembali menggalakan dan menggelorakan serta mengamalkan kembali sumpah yang dirasa cukup bersejarah ini. Sebab, sumpah yang sempat jaya di masanya ini, saat ini dirasa hanya menjadi sebuah slogan-slogan sejarah yang terlupakan.

Sebagai seorang pemuda dan sebagai mahasiswa, sudah sepatutnya untuk memegang dan menanamkan kedalam jiwa serta mengamalkan sumpah mahasiswa ini pada dimensi kehidupan, baik dilingkungan akademik maupun dilingkungan masyarakat luas. Hal ini juga menjadi salah satu bekal pemuda untuk terus bisa dan berani menkritisi setiap fenomena kebijakan yang dibuat oleh para pemangku kekuasaan.

Sebagai contoh, dalam hal pengkritisan terhadap undang-undang baru bernama Omnibus Law, yang kehadirannya ini menuai sedikit-banyak polemik. Omnibus Law sendiri merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur lebih dari satu sektor. Di dalamnya, mencakup RUU Cipta Kerja, RUU Perpajakan, RUU tentang pemindahan ibu kota negara, dan RUU Kefarmasian.

Undang-undang yang oleh sebagai masyarakat disebut sebagai undang-undang kapitalisme atau undang-undang jin ini, perlu menjadi sorotan khusus oleh para pemuda, khususnya mahasiswa, terkait kehadiran dan kebermanfaatannya terhadap masyarakat luas. Sebab, sejak awal penyusunan Omnibus Law dinilai terlalu prematur dan dinilai hanya kejar target semata. Presiden Jokowi menargetkan agar peraturan perundang-undangan ini disahkan dalam waktu 100 hari. Sayangnya, dalam hal transparasi, publik seolah tidak diperbolehkan tahu. Bahkan, naskah akademiknya terkesan ditutup-tutupi, sehingga menghambat partisipasi masyarakat sipil untuk sama-sama mengawal isu Omnibus Law.

Pemerintah mengklaim bahwa undang-undang ini lahir karena adanya tekanan ekonomi global, berkaitan dengan investasi di Indonesia. Riset dari World Economic Forum pada tahun 2018 menyatakan angka investasi di Indonesia terhambat karena beberapa faktor seperti korupsi, birokrasi yang tidak efektif, akses pendanaan, infrastruktur kurang memadai, dan ketidakstabilan kebijakan. Maka, Omnibus Law dicetuskan sebagai solusi untuk meluruskan atau meningkatkan efisiensi birokrasi yang selama ini cukup rumit.

Pemerintah juga beralasan negara ini butuh sebuah hukum baru yang tidak tumpang tindih sebagai upaya pemerataan ekonomi dan pemajuan investasi sebagai bentuk pemakmuran bagi rakyat Indonesia. Namun, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengatakan, investasi di Indonesia sepanjang tahun 2019 telah mencapai 75,9% dari target, bertambah sebesar 12,3% dibandingkan tahun 2018. Angka ini menunjukan bahwa investasi di Indonesia sesungguhnya tidaklah buruk, apalagi sejak lima tahun terakhir, tingkat investasi pada tahun 2019 merupakan yang terbesar (dJATINANGOR; 2020).

Dari sini terlihat sebuah kecurigaan dan kejangalan-kejangalan dalam tujuan dan maksud dari pembentukan undang-undang ini. Belum lagi terkait masalah yang hadir dalam dimensi keadilan sosial, transparasi, pendidikan, lingkungan, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan lain-lain. Hal ini tentu menambah catatan buruk dalam undang-undang Omnibus law kali ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun