Mohon tunggu...
Alfi Pangest
Alfi Pangest Mohon Tunggu... Pendidik -

Pembelajar, pekerja sosial, penikmat buku, penggiat pendidikan, pecinta seni dan budaya, desain, serta sepakbola.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Monas, Gaji, dan Secuil Kisah Pahit

20 Februari 2011   07:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:26 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1298186600285892182

[caption id="attachment_90942" align="alignnone" width="605" caption="Monas dan Keagungannya."][/caption] Berikut yang akan saya sampaikan sebetulnya bisa dibilang kadaluarsa alias basi. Namun karena masih cukup menggantung untuk dipublikasikan akhirnya nawaitu saja untuk menulis. Inspirasi datang dari banyak hal, tak terkecuali dari sekeliling kita. Pernahkah Anda membayangkan apa yang sebenarnya ada di dalam hati orang-orang di sekitar Anda yang Anda tak perhatikan? Pernahkah Anda mencoba memosisikan diri sebagai pembantu di rumah Anda, atau tukang sayur yang setiap pagi menjajakan sayuran yang Anda akan nikmati, atau Polisi Lalu Lintas yang siap siaga meski hujan dan panas. Apapun itu kadang kita memang perlu sesekali melihat ke bawah agar kita bisa lebih mensyukuri nikmat dan anugerah yang kita terima. Bulan lalu sekitar pertengahan Januari saya pergi ke Jakarta, bukan untuk menjadi gelandangan baru yang notabene waiting list di ibukota, atau untuk mendemo bapak-bapak pejabat, tetapi untuk refreshing. Untung momentumnya tepat saat liburan kuliah, jadi tidak terbatasi waktu. Nah, iseng di liburan itu saya jalan-jalan ke Monumen Nasional, monumen yang jadi landmarknya Jakarta yang satu dekade lalu pernah saya datangi. Monumen yang menyimpan banyak kenangan dan menjadi penanda sejarah Indonesia yang berhasil meraih kemerdekaannya. Di Monas saya awalnya hanya berniat untuk jalan-jalan saja beserta mengunjungi gedung-gedung kementerian yang ada di sekeliling seberang jalannya, tetapi godaan untuk naik ke puncaknya tak dapat saya tahan. Selebihnya saya justru lebih tertarik akan keadaan taman di sekitarnya, yang kini serasa lebih indah dan teratur dibanding saat saya datang pertama kalinya.

Taman Monas dan Pekerja.

Untuk memuaskan dahaga akan penasaran saya, saya berusaha mencari orang yang tahu benar tentang taman ini. Di sekitar kolam dan taman bawah memang terlihat beberapa orang sibuk menjalankan tugas mereka, membersihkan dan merapikan sekitar. Saya ingin mewawancarai salah satu dari mereka, akhirnya ada 3 orang yang sedang beristirahat. Mereka ini adalah petugas kebersihan taman di Monas, ada yang baru 5 bulan bekerja dan yang lain sudah setahun lebih di sana. Mereka dipekerjakan oleh perusahaan swasta yng mengambil tender (mungkin seperti saya membayangkannya) kebersihan dan kerapian Monas dari Pemerintah Daerah Jakarta. Mereka bekerja setiap hari, dari jam 7 pagi hingga jam 3 sore. Tidak ada hari libur bagi mereka, karena libur bagi orang biasa justru adalah hari tersibuk buat pahlawan kebersihan Monas ini. Kerja ekstra akan mereka lakukan di hari-hari libur, tetapi ternyata tidak se-ekstra pendapatan yang mereka terima. Nyatanya, mereka mengaku sering telat mendapatkan gaji. Tidak tanggung-tanggung sudah 3 bulan ini mereka tak menerima upah dari jerih payah mereka.

Empat dari Sekian Pegawai yang Malang.

Saat obrolan kami makin asyik, datang tiga lagi teman seperjuangan mereka ini. Ketika sudah menyinggung masalah gaji, saya menagkap raut kekesalan di dalam wajah mereka. Saya pun memancing mereka dengan pertanyaan kenapa mereka tidak menggugat perusahaan yang menggaji mereka. Ternyata mereka takut untuk itu. Takut kenapa, eh takut dipecat. Saya kaget dan mengorek lebih dalam lagi, ternyata ada salah satu sejawat mereka yang melakukan hal itu, menagih gaji yang tak kunjung turun. Alhasil beberapa hari setelahnya dia dirumahkan. Kontan saja mereka sampai sekarang tidak berani untuk menagih, alih-alih menerima gaji setiap awal bulan, ini sudah tiga bulan tak menikmati uang gaji, ckck. Selain itu, mereka juga jarang mendapatkan tunjangan, atau istilahnya stimulus agar lebih bersemangat lagi bekerja. Salah satu dari mereka menyebutkan bahwa mereka cuma dapat parcel saat lebaran, itu pun kata mereka diberikan dengan tidak ikhlas, mereka sontak tertawa saat satu rekannya bilang seperti itu.

Monas dari Atas.

Tragis, tentu. Di saat ternyata ada pahlawan kebersihan yang berjuang sangat keras ternyata cuma dihargai seperti itu. Dan lihatlah di atas sana banyak yang masih merasa gajinya kurang. Sepertinya sudah saatnya pemerintah benar-benar tegas akan hal semacam ini. Petugas kebersihan ini awalnya adalah pegawai Dinas, mereka kemudian beralih status menjadi pegawai swasta karena kebersihan Monas ini dilimpahkan ke perusahaan swasta. Beberapa tahun lalu mereka masih merasakan adanya perhatian dan kenyamanan sewaktu masih menjadi pegawai dinas, tetapi kabarnya setelah ada pergantian kepemimpinan dan adanya kebijakan baru ya inilah bedanya. Lain pemimpin lain pula kebijakan. Saya pribadi apresiatif dengan yang mereka lakukan. Mereka mengerjakan kewajiban mereka dengan baik dan benar, selayaknya mendapat hak mereka dengan baik dan benar, bahkan kalau bisa beri mereka insentif agar mereka nyaman dengan yang mereka lakukan. Terlalu naif membandingkan kinerja mereka dengan pejabat, kinerja mereka memang beda tanggungannya, tetapi tidak ada salahnya mencontoh pahlawan kebersihan ini. Mereka serius dengan apa yang mereka kerjakan, bukan justru memikirkan gaji dan jabatan. Andai saja semua orang seperti itu, mengutamakan kewajiban. Namun, ketika menyinggung tentang uang rasanya semua menjadi angan-angan saja. Saya masih ingat harapan yang mereka ucapkan, mereka ingin dapat perhatian lebih, gaji yang tidak telat dibayarkan, dan jaminan akan pekerjaan mereka. Ketika itu terlintas di benak, saya bertanya-tanya adakah kalangan elite yang pernah seperti itu? Pasti ada, tapi jumlahnya sedikit. Itu realitanya. Salah Satu Sudut Monas. Semuanya kembali kepada kita semua. Apakah kita hendak menjadi pribadi yang menuntut hak dan mengerjakan kewajiban kemudian. Atau kita ingin menjadi personal yang mengerjakan kewajiban sebaik-baiknya dan nantinya akan mendapatkan hak yang pantas, seperti apa pun itu.

ada gayus di balik jeruji, ada mafia pajak yang sedang menari-nari daripada pusing mikirin gaji, lebih baik pusing memikirkan diri sendiri

tribute to Pegawai Kebersihan dan Tata Kota di Monas Salam Mahasiswa!

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun