Mohon tunggu...
Alfina Asha
Alfina Asha Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Tulisan random.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lelaki "Asing" yang Kupanggil Opa

10 Januari 2021   12:05 Diperbarui: 10 Januari 2021   17:08 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: graphicriver.net

Adalah sebuah hal wajar, ketika seseorang bermain media sosial maka dia akan berhati-hati dalam memainkannya. Bukan tanpa alasan, pasalnya di media sosial seseorang bisa menjadi siapa saja. Dari yang menjadi dirinya sendiri hingga menjadi orang lain yang bukan dirinya di dunia nyata. 

Menurut saya, setidaknya ada dua tipe pengguna media sosial. Tipe pertama, dia yang di dunia nyata sama dengan dirinya di media sosial. Konsisten menjadi dirinya sendiri. Selanjutnya adalah tipe kedua, yaitu seseorang yang menjadi bukan dirinya di media sosial, menggunakan identitas orang lain dan mengaku-ngaku menjadi orang lain tersebut bahkan hingga menjadi seseorang yang eksistensinya di muka bumi belum tentu benar-benar ada. 

Adalah saya dari sekian banyak orang yang sedikit awas dalam bermain media sosial. Akun pribadi saya privasi dan jika ada yang mengirim permintaan untuk berteman, biasanya jika profilnya meragukan akan saya tolak. Karena nyatanya beginilah di zaman sekarang. Banyak akun abal-abal yang berlindung di balik identitas palsu hanya untuk mengintip akun orang lain. Dia tidak berani menggunakan identitas aslinya, mungkin khawatir mendapat cap kepo. Padahal tanpa cap juga sebenarnya dia sudah tergolong kepo, kan? Haha

Meski begitu, tidak semua orang yang tidak menggunakan identitas aslinya juga tergolong "bersembunyi", sebenarnya. Well, itu adalah hak mereka. Banyak yang menggunakan nama alias, contohnya sebagai nama pena. Dan ini bukan masalah sama sekali. 

Yang menjadi masalah kemudian adalah ketika bersembunyi dibaliknya untuk melakukan hal-hal yang tidak sepantasnya, seperti menyebarkan ujaran kebencian, melakukan penipuan, dan sejenisnya. Seperti melempar batu sembunyi tangan. 

Namun, tidak dapat dipungkiri manfaat yang bisa diperoleh dari bermain media sosial. Media sosial dapat menjadi sarana untuk mengenalkan, mempertemukan, bahkan mendekatkan orang satu sama lain. Dari yang awalnya tinggal berjauhan, atau mungkin tidak saling mengenal, bisa berkenalan dan berkomunikasi melalui media sosial. Saya pun mengalami sendiri hal ini. 

Menjadi Kompasianer

Terhitung sejak 2018 mulai bergabung di Kompasiana, awalnya saya tidak begitu paham dengan hal-hal selain mengunggah tulisan saya. Hal lain yang saya maksud seperti berkomentar hingga mengikuti akun kompasianer lainnya. Saya baru agak memahami pola interaksi di Kompasiana sejak sedikit aktif di tahun 2019, sejalan dengan resolusi awal tahun saya waktu itu yaitu mengunggah setidaknya satu tulisan tiap bulannya. Maklum, pendatang baru. Hehehe

Dari berbagai tulisan yang saya unggah, salah satu tulisan yang berjudul Soe Hok Gie, Berbahagialah dalam Ketiadaanmu mendapat komentar dari seorang kompasianer. 

Selamat pagi mbak Alfina, tulisan sarat makna mendalam. Soe Hok Gie setahun lebih tua dibanding usia saya, kisahnya mampu menyemangati generasi muda bangsa. Terima kasih sudah berbagi lewat tulisan ini. Salam hangat 

Itulah isi komentarnya. Karena penasaran, saya kunjungi profilnya dan membaca tulisan-tulisannya. Sempat terkejut karena ternyata tulisan yang diunggahnya sudah ribuan, pun jumlah followersnya. Akunnya bahkan sudah bercentang biru! Wah, tentu saya kaget. 

Pasalnya jika di instagram atau twitter, ini seperti disapa oleh selebgram atau selebtwit. Terlebih selain berkomentar, di saat yang sama saya difollow pula. Tanpa pikir panjang saya langsung follow balik akunnya. 

Otak saya seperti ingin mengumumkan keras-keras, "Lihatlah, saya berteman dengan selebriti!" Hahaha. Padahal saya belum tahu saja kalau ternyata di Kompasiana lingkungannya memang seperti itu, orang-orang bebas berinteraksi dan memang belum pernah saya temui pengguna yang merasa dirinya "lebih" dibanding orang lain. Amboi, sungguh ramah dan rendah hati. 

Dialah Opa Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun