Mohon tunggu...
Alfiansyah_senja
Alfiansyah_senja Mohon Tunggu... Buruh - Penulis artikel, foto, dan traveling

Lahir dan besar di kota Balikpapan. "Setiap Malam adalah Sepi" adalah novel perdana yang berhasil dicetak lewat proyek indiependent. Novel ini bercerita tentang kehidupan urban seorang pekerja yang bekerja di malam hari di Kota Balikpapan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Budi, Bujang Baik Pekerja Keras (Obituari Sahabat Saya, Budi Setiawan)

3 Desember 2019   13:11 Diperbarui: 3 Desember 2019   13:28 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang Budi kerjakan, sudah melebihi kerja karyawan. Yang paling saya ingat ketika ia mem-brush bucket excavator PC 400 yang berkarat memakai gerinda. Ia memakai masker, air plug, kacamata dan helm safety. Ketika bucket itu selesai dikerjai, wear pack birunya dipenuhi serbuk karat yang berwarna coklat-hitam. Apalagi di bagian depan. Warna biru sudah benar-benar tidak kelihatan. Jangan tanyakan nasib wajahnya. 

Selain dipenuhi bintik keringat jagung, serbuk coklat-hitam itu benar-benar sudah menyatu di wajahnya. Benar-benar gosong. Yang berhasil diselamatkan hanya bagian mulut dan bola mata yang dilindungi kacamata safety. Ketika saya datangi, saya langsung geleng-geleng. Eh, malah ia ketawa. Gigi putihnya yang seperti tentara yang berbaris langsung ia pamerkan.

Saya lihat orang yang menyuruhnya itu sedang asyik mengobrol, ngopi, merokok dan makan kacang. Saya langsung membisiki Budi.

"Kamu jangan begitu. Jangan diperalat seperti itu sama mereka. Enak sekali dianya itu. Kamu yang kerja, eh, malah dia yang santai-santai."

"Nda papa, Ping. Sekalian belajar juga aku."

Astaghfirullahaladzim, Budi, Budi.

Apakah orang ini cari muka di perusahaan? Saya paling tidak senang dengan orang yang cari muka. Orang yang cari muka itu, apa saja diperbuat. Semua akan dikorbankan agar selalu terlihat baik, rajin, dan paling loyal. Menjilat atasan! Jika tak ada bos, maka yang keluar dari mulut selalu sumpah, keluhan, dan makian yang tidak pernah direm.

Ternyata Budi tidak seperti itu. Hati saya pada waktu itu sangat kotor menuduhnya macam-macam. Nyatanya ia memang pekerja keras, melakukannya dengan ikhlas. Sangat rajin dan sudah kelewat rajin. Hal itu ia tunjukkan dari senyumnya yang khas. Senyum yang dibuat-buat agar kelihatan keren dan perlente. 

Jika ia tersenyum, giginya yang rapi selalu dipamerkan, membuat pipinya terlalu ditekuk ke atas, jika ia keringatan, tirus di kedua pipinya itu silau, lalu ada sedikit jerawat hasil dari kerja kerasnya itu. Belum lagi kepalanya yang agak besar, rambutnya yang selalu dicukur pendek dan tidak pernah gondrong. Ini yang kami tidak akan bisa lupakan, Budi.

Tapi kedisiplinan waktunya tidak diterapkan pada kami. Ketika kami nongkrong, ngopi-ngopi, Budi datangnya sering paling akhir, kadang datang pertama, tapi pulang paling awal.

"Sudah jam berapa ini, Bud!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun