Mohon tunggu...
Alfian Ilham F.
Alfian Ilham F. Mohon Tunggu... Lainnya - Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabaraktuh.

"Akhirnya hanya satu yang ku tahu, yaitu bahwa aku tidak tahu apa-apa". - Socrates

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Siasat Menangkis UU Cipta Kerja - Omnibus Law (2)

13 Oktober 2020   23:07 Diperbarui: 5 November 2020   19:49 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source : JawaPos.com

Entah memang ini sudah krisis gerakan moral atau bagaimana, penulis pun nggak tahu. Entah semuanya pada cari aman atau gimana, penulis pun juga nggak tahu. Padahal nasibnya belum sepenuhnya aman, kok malah bisa-bisanya begitu. Sungguh terlalu...

Timbang-Timbang Strategi Menangkis Omnibus Law - UU Ciptaker

Sedikit mengulas soal Omnibus Law - UU Ciptaker ada beberapa poin yang harus diperhatikan, bahwa :

Pertama
Undang-undang tersebut merupakan buah dari inisiasi pemerintah mengajukan RUU ke parlemen. Jadi murni ini bukan produk parlemen (DPR). Sehingga apabila masyarakat menekan pemerintah untuk mengeluarkan perpu, ya bisa saja. Cuma konyol, hasil pun udah ketahuan, akan sia-sia. Wong Omnibus Law - UU Ciptaker ini adalah produk dari pemerintah.

Kedua
Karna UU Ciptaker ini sudah disahkan, maka opsi yang bisa ditempuh adalah lewat mekanisme hukum. Dengan mengajukan uji materi atau judicial review (JR) ke mahkamah konstitusi, sebab banyak pasal yang kontardiksi dengan UUD 1945 dan prosedur pembuatan Omnibus Law - UU Ciptaker pun dinilai cacat hukum formil. 

Akan tetapi nih, jika melihat UU MK terbaru yakni pada Pasal 59 ayat (2) UU No. 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi ternyata sudah dihapus soal perintah kepada pemerintah dan parlemen untuk segera menindaklanjuti putusan MK.

Bahkan bukan menjadi rahasia umum lagi bahwa enam (6) dari sembilan (9) hakim MK merupakan pilihan dari DPR dan Presiden, sehingga akan muncul kekhawatiran publik kalau putusan MK ini dirasa akan kental unsur-unsur politis. 

Kendati demikian, harapan untuk terus berjuang di MK masih ada, sebab sesuai dengan Pasal 1 UU No. 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi bahwa MK adalah lembaga/institusi yang merdeka. 

Mungkin bisa dilihat, lembaga KPK yang pimpinan saja merupakan pilihan parlemen dan presiden, namun karna lembaga tersebut adalah lembaga merdeka dan independen, maka wewenang KPK untuk menindak pelaku korupsi harus dilaksanakan, sekalipun itu adalah seorang elite politik.

Ketiga
adalah lewat peradilan internasional. Sebab mungkin bisa jadi ini sebagai upaya hukum terakhir. Pun jika dilihat dari isi UU Ciptaker itu nyatanya terdapat sejumlah pasal di UU Ciptaker klaster ketenagakerjaan tentang sistem pengupahan yang dinilai melanggar konvensi ILO (International Labour Organization) No. 131. Sebab di UU Ciptaker, ketentuan untuk menentukan upah minimum ditentukan oleh gubernur. 

Padahal dalam konvensi ILO, upah minimum ditetapkan melalui mekanisme tripartit, melibatkan pemerintah daerah setempat, pengusaha, dan serikat pekerja. Belum lagi, masalah-masalah lainnya yang menyangkut hak pekerja seperti perlindungan hak perempuan, aturan mengenai cuti dan durasi bekerja, dan lain sebagainya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun