Mohon tunggu...
Alfian Nur Mujtahidin
Alfian Nur Mujtahidin Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Sekolah Dokter Semester 7 | Penggemar Bulutangkis | Bermimpi suatu saat bisa jadi Penulis\r\nTwitter : @alfiannurm

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Profesi Dokter di Mata Saya Bagian Kedua

28 November 2013   17:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:34 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Tulisan ini memang sengaja sejak jauh hari ingin saya tulis namun kesibukan yang begitu melelahkan membuat saya harus berkali kali menunda tulisan ini, tapi syukur ditengah kesibukan yang lumayan masih padat saya sempatkan menyisihkan beberapa waktu untuk menulis tulisan ini. Motivasi saya semakin kuat setelah beberapa orang disekitar saya mengajak diri saya untuk segera menulis ini.

Profesi dokter tidak pernah dipungkiri masih menjadi primadona masyarakat Indonesia. Dari buku yang menginspirasi saya untuk menulis ini menyebutkan lebih ekstrem 8 dari 10 anak di Indonesia menuliskan dokter menjadi salah satu daftar dalam cita – citanya. Banyak factor memang yang membuat anak – anak menuliskan dokter dalam bagian cita cita mereka dari alasan klasik ingin menolong orang hingga alasan ekonomi yang membuat profesi ini menarik.

Namun, dibalik profesi dokter tersebut banyak hal yang belum diketahui oleh banyak orang. Oke coba kita cek. Pertama untuk sekolah menjadi dokter butuh waktu 5,5 tahun hingga mendapat gelar dokter dan disumpah menjadi dokter. Setelah itu mereka akan menjali tes Uji Kompetensi Dokter Indonesia atau disebut UKDI, jika berhasil lolos para dokter – dokter baru ini akan ditempatkan di pusat kesehatan primer didaerah selama 1 tahun atau disebut sebagai program internship. Baru setelah itu kita bisa praktik, kerja sebagai seorang dokter. Lama panjang dan penuh perjuangan. Setidaknya itu yang akan saya lalui kelak.

Namun, halangan dan rintangan tidak sampai disitu juga, profesi dokter seolah dianggap profesi yang paling sempurna. Kita dituntut untuk selalu berada dalam kesempurnaan. Tidak boleh ada satu hal pun yang boleh terlewatkan dalam setiap yang kita lakukan, kesalahan tidak bisa kita jadikan alasan. Hal ini karena masyarakat sendiri membuat ekspektasi besar dalam profesi ini. Sudah barang tentu banyak sekali kasus yang menyeret profesi dokter ke meja hijau dengan dalih malpraktik. Kita sadari sendiri saat kita bertanya kepada orang orang, apa arti kata malpraktik merekapun terkadang jarang ada yang bisa memberikan pengertian jelas tentang malpraktik. Mereka beranggapan bahwa setiap dokter melakukan kesalahan dianggap malpraktik, setiap dokter melakukan tindakan yang tidak membuat pasien segera sembuh disebut malpraktik. Inilah setidaknya tantangan seorang dokter dalam bekerja. Dituntut professional dan sempurna. Padahal dokter juga manusia yang mempunyai keterbatasan, apalagi dalam bentuk ilmu. Saya percaya tidak ada satupun dokter di dunia ini yang menginginkan pasiennya untuk tidak cepat sembuh. Mereka cuma berharap agar pasien segera sembuh dan segera bisa beraktivitas kembali.

Itu soal keprofesionalitasan seorang dokter, mari kita lihat dari segi lainnya yang menjadi tantangan kita. Tidak dipungkiri banjirnya peminat anak SMA yang ingin menjadi dokter seolah menjadi peluang bisnis perguruan tinggi di Indonesia dalam membuka program pendidikan dokter. Sudah hampir ada 70 universitas diseluruh Indonesia yang mempunyai program studi pendidikan dokter. Para petinggi universitas dengan sekenanya membuat biaya masuk pendidikan dokter paling mahal. Tak heran kita melihat biaya masuk untuk menjadi dokter hingga ratusan juta rupiah, bahkan teman saya ada yang memberikan sumbangan hingga lebih dari 500 juta! Terus apakah dengan investasi yang sebegitu besar kita bisa mendapatkan hasil yang serupa?

Lihatlah, berapa gaji dokter tiap bulan, berkisar diangka 2 juta perbulan mirip seperti pegawai negeri golongan IIIA. Dengan biaya kuliah hingga ratusan juta dan kuliah dalam waktu 5,5 tahun ditambah internship 1 tahun. Bandingkan dengan salah satu akademi keuangan yang kuliah dalam waktu 3 tahun, dengan biaya kuliah yang tidak besar, mendapat gaji yang begitu besar hingga 5 juta bahkan 10 juta perbulan. Jadi, apakah kemudian segi ekonomi seorang dokter menjadi alasan banyak orang ingin menjadi dokter. Sepertinya perlu dipikirkan lagi.

Ini juga yang kemudian ingin saya gabungkan tidak heran kemudian jika kasus malprkatik makin lama makin sering terdengar. Biaya masuk yang begitu mahal membuat dokter akhirnya harus bekerja untuk mendapat uang dengan dalih mengembalikan biaya kuliah yang begitu mahal. Mirip terkadang seorang politisi yang menghabiskan unag milyaran rupiah untuk duduk sebagai anggota dewan kemudian saat menjadi anggota dewan mereka focus dalam mengembalikan modal untuk pemilunya kemarin. Sunggu ironi! Jadi, apakah kemudian pantas biaya masuk perguruan tinggi kedokteran mahal, saya menjawab memang kuliah dikedokteran mahal, namun itu tidak bisa sepenuhnya dijadikan alasan. Sudah seharusnya pemerintah memikirkan hal ini. Saya bandingkan lagi gaji pokok seorang pegawai departemen keuangan memang sama dengan gaji pegawai negeri lainnya, begitu juga dengan dokter. Tapi dengan dalih agar tidak ada kasus penyelewangan wewenang dan jabatan, berbagai tunjungan diberikan kepada mereka, tapi lihatlah dokter, apakah pemerintah tidak pernah melihat bahwa kami juga bisa melakukan tindakan penyelewengan. Jadi maklum kalau kemudian banyak dokter baru yang berorientasi untuk memikirkan dirinya menjadi kaya.

Tulisan ini sedikit susah dipahami namun saya ingin banyak orang tahu dan tidak salah kaprah tentang pilihan profesinya. Banyak sekali profesi didunia ini yang juga cukup menarik tidak hanya dokter. Saya sangat terharu dengan kata kata dosen saya yang mengatakan “Kalau anda ingin menjadi orang kaya secara materi, jangan pernah jadi seorang dokter, namun kalau anda ingin menjadi orang yang kaya hatinya maka jadilah seorang dokter.” Kata kata tersebut yang seolah menjadi pegangan bagi saya dalam mengarungi bahtera kehidupan kedokteran sebagai calon profesi saya kelak. Semoga tulisan ini menginspirasi banyak orang yang ingin masuk ke fakultas kedokteran menjadi dokter, atau orang tua yang masih keukeuh menyekolahkan anaknya menjadi dokter, bagi seorang dokter itu sendiri, bagi seorang mahasiswa kedokteran, atau bahkan bagi pemerintah sebagai stakeholder. Semoga dunia kesehatan Indonesia semakin baik.

Tulisan ini terinspirasi dari buku "Dokter The Ordinary Me" karya dr.Jose Waluyo.

Terinspirasi juga oleh kuliah kuliah dari dosen saya Siti Pariani, dr.MScH, Ph.D atas wejangannya selama memberikan kuliah.

Semoga dokter indonesia sejahtera dan masyarakatnya bisa sejahtera juga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun