Mohon tunggu...
Meirri Alfianto
Meirri Alfianto Mohon Tunggu... Insinyur - Seorang Ayah yang memaknai hidup adalah kesempatan untuk berbagi

Ajining diri dumunung aneng lathi (kualitas diri seseorang tercermin melalui ucapannya). Saya orang teknik yang cinta dengan dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Lembur adalah Pertanda Bahwa Kondisi Perusahaanmu Membaik

31 Desember 2021   10:38 Diperbarui: 1 Januari 2022   18:33 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi lembur. Gambar: shutterstock | mavo

Kata "lembur" itu terdengar menyenangkan bagi para pekerja termasuk saya. Bekerja diluar jam kerja resmi berarti mendapat rupiah tambahan. Lumayan buat tambahan untuk memenuhi kebutuhan dapur. Tapi itu dulu. Bagi saya dan mungkin anda, saat ini lembur hanya menjadi sekedar loyalitas. Advantage-nya bukan lagi berupa uang, tetapi hanya cap "loyal" dari atasan. 

Ya begitulah kesan lembur bagi pekerja yang sudah tidak "mendapatkan" hak uang lembur. Kerja tambahan diluar jam kerja tidak lagi dihitung. Tak apalah, rezeki orang masing-masing.

Namun berbeda halnya dengan mereka yang jam lemburnya masih dibayar. Itu bukan lumayan lagi. Lembur adalah berkah. Senang rasanya kalau atasan sudah memerintahkan untuk lembur. 

Mari hitung, katakanlah pekerja dengan gaji UMR Jakarta 4,6 juta. Hitungan per jam lembur mereka adalah 52 ribu rupiah. Itu per jam. Kali 3 jam sehari misalnya. Dalam sebulan dapat lembur beberapa hari itu saja sudah lumayan menambah take home pay gaji bukan? So, lembur is a happiness for labour.

Lalu apa kaitannya dengan judul? Mengapa dikatakan bahwa lembur adalah pertanda bahwa kondisi perusahaan sedang membaik? Mari bicara fakta karena saya juga pekerja swasta dibidang manufaktur. 

Semua perusahaan kecuali sektor food & beverage (F&b) serta pendukungnya kelimpungan dihajar pandemi covid-19. Jutaan pekerja dirumahkan. Tidak sedikit yang di-PHK.

Di perusahaan kami saja, pada 2020 lalu mengurangi sekitar 40% jumlah pekerja. Ratusan jumlahnya. Mereka terpaksa di-PHK untuk menstabilkan arus keuangan perusahaan yang berat akibat menurunnya permintaan barang. Bagaimana di pabrik-pabrik yang lain? sama saja. 

Percayalah karena perusahaan kami berada di kawasan industri. Pabrik-pabrik di kawasan kami pun mengalami hal yang sama. Hanya pabrik cokelat dan mie saja yang terlihat normal. Yang lain, pabrik sepatu ditutup. 

Pabrik pembuat perlengkapan kantor mem-PHK karyawan. Pabrik panel listrik nasibnya sama. Salah satu pabrik ban terbesar dengan karyawan ribuan pun juga merumahkan karyawan. Itu realitas yang terjadi.

Pekerja yang tidak terkena PHK pun tidak serta-merta aman. Banyak perusahaan yang memotong gaji karyawan yang masih bertahan. Tujuannya supaya tidak lebih banyak lagi karyawan yang di-PHK. Begitu ngerinya kondisi saat itu. Perusahaan dihadapkan pada pilihan-pilihan yang sulit. Hingga sekarang pun meskipun sudah pulih. Tetapi belum 100 persen kembali seperti semula. Dampaknya masih terasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun