Mohon tunggu...
Meirri Alfianto
Meirri Alfianto Mohon Tunggu... Insinyur - Seorang Ayah yang memaknai hidup adalah kesempatan untuk berbagi

Ajining diri dumunung aneng lathi (kualitas diri seseorang tercermin melalui ucapannya). Saya orang teknik yang cinta dengan dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tak Ingin Punya Anak Setelah Menikah, Salahkah?

18 Agustus 2021   18:45 Diperbarui: 20 Agustus 2021   02:42 1508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pasangan menikah. Gambar: vetonethemi dari Pixabay

Childfree merupakan gaya hidup yang dipilih pasangan menikah untuk tidak memiliki anak. Jadi bukan tidak bisa memiliki anak melainkan tidak ingin. 

Menurut doktor psikologi dari Seattle Pacific University, Ellen Walker, gaya hidup Childfree berkembang menjadi tren sejak 2014. Memiliki anak dipandang bukan lagi menjadi suatu kewajiban melainkan pilihan. 

Menjadi orang tua bukan lagi menjadi suatu tahapan penting dari sebuah kehidupan. Lebih lanjut, Dr. Ellen Walker mengungkapkan bahwa salah satu alasan pasangan memilih childfree adalah mereka mulai menyadari dampak negatif kehadiran anak dalam sebuah hubungan atau pernikahan. 

Bahkan dalam salah satu riset di Inggris, didapati bahwa pasangan tanpa anak lebih bahagia dalam hubungan keluarga kecil mereka dibanding dengan pasangan yang memiliki anak.

Well, itu sedikit tentang childfree. Saya sendiri termasuk orang yang langsung ingin memiliki momongan setelah menikah. Mengikuti gelombang arus pemikiran mainstream masyarakat pada umumnya. Alasannya sederhana, saya berpandangan bahwa keluarga akan semakin lengkap dengan kehadiran anak. 

Makanya, setelah menikah kami tidak menunda kehadiran anak. Puji Tuhan saat ini kami sudah dikarunia seorang putri yang sudah berusia 3 tahun. Seiring berjalannya waktu, bagi saya anak membantu dalam menjaga keharmonisan hubungan antara suami dan istri. 

Kehadiran anak seperti memberikan warna tersendiri dalam rona kebahagiaan rumah tangga. Melihat senyum anak itu rasanya amat membahagiakan. Apalagi dengan tingkah lucu serta menggemaskan anak diusia dini.

Tetapi terlepas dari kebahagiaan kami memiliki buah hati, jujur meskipun buat saya agak aneh. Namun keputusan orang lain untuk memilih tidak punya anak rasanya tetap layak dihormati. Di sini saya hanya akan memposisikan diri sebagai orang lain. Bukan sebagai keluarga. 

Kalau sebagai keluarga mungkin akan terlalu complicated pembahasannya. Kontroversinya bisa semakin berkembang. Setidaknya ada 2 alasan yang mendasari mengapa pilihan untuk childfree musti dihormati.

Pertama, memilih untuk childfree juga merupakan hak asasi setiap orang. 

Takperlu menjadikannya sebuah kontroversi. Hidup itu adalah sebuah pilihan. Setiap pilihan mengandung konsekuensi logis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun