Mohon tunggu...
Meirri Alfianto
Meirri Alfianto Mohon Tunggu... Insinyur - Seorang Ayah yang memaknai hidup adalah kesempatan untuk berbagi

Ajining diri dumunung aneng lathi (kualitas diri seseorang tercermin melalui ucapannya). Saya orang teknik yang cinta dengan dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Toxic Positivity Para Penolak Covid-19 yang Meresahkan

3 Agustus 2021   11:51 Diperbarui: 3 Agustus 2021   12:32 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi covid-19. Gambar: freepik via kompas.com

Mohon untuk seluruh warga tidak men-share segala macam berita tentang covid-19. Maksudnya mungkin baik. Orang-orang itu tidak mau dihinggapi ketakutan karena berita covid-19 yang semakin meresahkan. Mereka hanya mau memikirkan hal-hal positif saja demi meningkatkan imun. 

Supaya mental tidak menjadi drop lalu jatuh sakit. Tetapi pertanyaannya, apakah itu merupakan langkah yang bijak? Sikap seperti ini sama dengan menolak menghadapi kenyataan. Berpikir seolah keadaan baik-baik saja.

Sekilas mengenai toxic positivity

Melansir dari Alodokter, Toxic positivity adalah kondisi ketika seseorang menuntut dirinya sendiri atau orang lain untuk selalu berpikir dan bersikap positif serta menolak emosi negatif. 

Melihat suatu hal dengan positif memang baik, tapi jika dibarengi dengan menghindari emosi negatif, hal ini justru dapat berdampak buruk bagi kesehatan mental. Beberapa ciri orang yang terjebak dalam toxic positivity yakni: 

1. Menyembunyikan perasaan yang sebenarnya sedang dirasakan

2. Terkesan menghindari atau membiarkan masalah

3. Merasa bersalah ketika merasakan atau mengungkapkan emosi negatif

Psikolog Klinis dan Hipnoterapis Liza Marielly Djaprie mengungkap toxic positivity ini adalah sikap positif yang berlebihan. Seseorang mengatakan dirinya baik-baik saja tetapi tidak melakukan aksi apapun atas masalah yang menimpa dirinya. 

Oleh karena itu, bersikap seolah-olah baik-baik saja ditengah kondisi pandemi bisa jadi merupakan suatu gangguan psikologis. Ditengah meroketnya kasus covid-19 dan angka kematian yang tinggi, merasa tidak baik-baik saja sesungguhnya merupakan reaksi yang lumrah. 

Realitanya pemberitaan mengenai covid-19 memang sudah sangat masif Apalagi saat ini covid-19 sudah dekat dengan lingkungan kita sendiri. Mungkin ada tetangga, kawan, atau bahkan keluarga kita yang menjadi korban meninggal karena covid-19. Lalu timbullah rasa khawatir didalam diri. 

Kekhawatiran, kecemasan dan ketakutan itu sesungguhnya tidak perlu ditolak. Sebaliknya kita harus menerima dan merasakan ketakutan tersebut. Dengan menerima keadaan yang tidak baik, psikis kita akan semakin mampu beradaptasi dengan rasa ketakutan. Dampaknya, otak kita akan mampu berpikir dengan jernih. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun