Mohon tunggu...
Meirri Alfianto
Meirri Alfianto Mohon Tunggu... Insinyur - Seorang Ayah yang memaknai hidup adalah kesempatan untuk berbagi

Ajining diri dumunung aneng lathi (kualitas diri seseorang tercermin melalui ucapannya). Saya orang teknik yang cinta dengan dunia literasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Haruskah Merayakan Natal di Perantauan?

3 Desember 2020   08:17 Diperbarui: 3 Desember 2020   08:20 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pohon Natal. Gambar: diolah oleh monicore dari Pixabay

Beberapa waktu yang lalu saya dan istri masih sangat bersemangat. Kami sudah merencanakan pulang kampung ke Solo pada momen Natal nanti. Maklum kami sudah hampir setahun tidak pulang. Biasanya setahun minimal dua kali kami pulang. Yakni pada momen lebaran dan momen Natal. Apalagi Natal kali ini liburnya lebih panjang lantaran cuti bersama yang biasa dipakai untuk Lebaran kemarin dialihkan semuanya ke akhir tahun. Jadilah kami sudah membayangkan Natal kali ini sampai dengan tahun baru kami akan menikmati suasana kampung halaman. Berkumpul bersama keluarga tercinta yang sudah lama tak bertemu akibat pandemi.

Tapi itu kemarin. Sebelum pemerintah mengumumkan pemangkasan cuti bersama akhir tahun. Perusahaan kami adalah perusahaan swasta yang biasanya turut dengan kebijakan pemerintah. Walaupun belum ada Surat keputusan (SK) secara resmi, nampaknya kami sudah bisa membaca arah kebijakan yang akan diambil oleh manajemen terkait dengan hari Libur Natal dan Tahun Baru. Maka pupuslah sudah mimpi kami untuk pulang. Sepeertinya kami memang mau tak mau harus merayakan Natal di perantauan kali ini. Apalagi kami baca dari media massa, Walikota Solo mengeluarkan kebijakan karantina 14 hari di benteng Vastenburg bagi pemudik yang akan pulang kampung ke Solo. Alamak, kalau pulang bukannya bercengkerama bersama keluarga, yang ada malah tinggal di barak karantina di benteng Vastenburg. Jadi penasaran, Pak Jokowi kira-kira bakal pulang kampung ke Solo tidak ya....?

Natal biasanya selalu kami rayakan di kampung halaman biarpun hanya sebentar. Bagi kami bertemu dan berkumpul bersama keluarga itu mengobati kerinduan akan orang tua dan kerinduan akan betapa syahdunya suasana di kampung halaman. Nostalgia membawa kami ke masa-masa dulu ketika belum merantau dimana momen Natal selalu menjadi momen yang menyenangkan.

Esensi Natal bagi saya

Natal merupakan hari raya yang diperingati oleh umat Kristiani setiap tanggal 25 Desember. Perayaan ini merupakan peringatan hari lahirnya Sang Juruselamat, Tuhan Yesus Kristus. Bagi saya pribadi, Natal mengingatkan saya akan Karya Agung Tuhan dalam penebusan dosa manusia. Dia rela turun ke dunia menjadi manusia biasa yang memiliki darah dan daging. Dikandung dari rahim seorang Ibu, dan dilahirkan dalam kandang domba. Tempat yang sangat tidak layak untuk kelahiran seorang bayi. Ia lahir kedalam dunia menjadi manusia yang tanpa dosa, untuk kemudian wafat dalam kehinaan diatas kayu Salib. Pengorbanan ini semata-mata untuk menggantikan manusia yang selayaknya dihukum akibat dosa. Karena karya pengorbanan ini manusia berpindah dari maut kedalam kehidupan kekal yang sejati. Yesus Kristus telah menunjukkan cintaNya yang amat besar bagi umat kepunyaanNya. Maka sudah selayaknya umatNya pun mengimplemrntasikan cinta kasih yang besar bagi sesama, saling mencintai untuk mewujudkan kedamaian diseluruh muka bumi. 

Kebiasaan Natal dalam keluarga

Sejak kecil, saya dan keluarga besar memang memiliki tradisi berkumpul setiap momen Natal. Ini menjadi momen bertemunya saudara-saudara yang tinggal jauh dari kampung halaman. Natal menjadi momen berbagi cinta kasih. Dan tentu saja kehangatan berkumpul bersama keluarga. Beribadah bersama, berdoa bersama, makan bersama, saling bercerita berbagi kisah hidup, bersenda gurau, dan pergi ke tempat-tempat wisata bersama. Itulah momen mahal yang tak dapat diganti dengan uang. Sungguh sebuah momen yang amat berharga dan tak terlupakan. Dulu ketika almarhum ibu masih ada, beliau selalu menyiapkan menu spesial dan baju natal untuk anak-anaknya.

Bagaimana dengan Natal kali ini?

Karena tidak bisa pulang, kami bertiga (saya, istri, dan putri kecil kami) akan tetap merayakan Natal dengan kekhidmatan dan kesederhanaan. Bagaimanapun Natal adalah sebuah perayaan peringatan besar bagi kami umat Kristiani. Sejak akhir bulan lalu istri sudah memasang pohon Natal dirumah. Menghiasinya dengan hiasan cantik untuk menyemarakkan suasana rumah kecil kami. Putri kami begitu senang melihat lampu-lampu Natal warna-warni berkilauan. Ia pun sudah kami belikan sebuah gaun Natal barbie yang cantik.

Natal di perantauan bukan berarti mengurangi semarak damai Natal 2020. Kita tetap bisa menciptakan suasana khidmat menyambut Natal. Bagi umat Kristiani dimanapun berada, mari mengingat esensi peringatan Natal sebagai kelahiran Juru Selamat. Natal bukan berarti sebuah perayaan yang gegap gempita. Natal adalah syukur bagi dunia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun